Mahligai Rumah Tangga antara Impian dan Kenyataan.
Oleh : Idrus Abidin.
Mahligai
keluarga adalah siklus kehidupan yang pasti umumnya manusia akan
melewati setiap ruas-ruas dan episode yang ada di dalamnya. Namun,
sebelum masa itu datang, beribu gambaran dalam benak menjadi bagian dari
khayalan. Setiap kita punya bayangan dan imajinasi pribadi tentang apa
itu kehidupan keluarga. Terlepas benar salahnya, yang jelas umumnya kita
memandang keluarga sebagai ruang kebahagiaan dan masa-masa indah penuh
pesona. Apalagi imajinasi itu hadir di saat lelaki atau wanita sudah
merasakan getaran-getaran khusus terhadap lawan jenis; sebagai bukti
bahwa mereka adalah manusia normal. Umumnya muda mudi yang telah
merasakan tarbiyah dan terbina dalam lingkup "hijrah". Dan, mereka
berusaha menjauhi gaul muda-mudi milenial dengan pacaran. Pada saat
memasuki masa-masa asmara, mereka tetap berusaha agar fenomena normal
itu tidak menciderai Trac record keislaman atau kehormatan mereka.
Salah
satu "kesalahan imajinasi" masa muda seputar kehidupan keluarga adalah
melupakan unsur tanggung jawab dalam indahnya pesona suami istri.
Akhirnya, kematangan sebagai peserta dalam kelas rumah tangga lupa
dibina dan disiapkan lebih kokoh lagi. Bahkan, tidak sedikit yang
tergesa-gesa. Padahal, status sebagai mahasiswa/i masih sedang
aktual-aktualnya. Pepatah Arab berbunyi, "Dzubihati al-Ilm baina
fakhizai al-Mar'ah." Ilmu sakarat di hadapan kelamin kaum wanita.
Maksudnya, ketika kaum lelaki masih berstatus mahasiswa S1, sedang
semangat menikah sudah menggebu, seolah tak tertahankan lagi, maka
pernikahan akan menguras energinya. Ilmu tidak lagi menjadi "istri
pertama" yang diprioritaskan. Sekalipun tetap saja ada yang berhasil
memadukan kuliah S1 di samping statusnya sebagai nakhoda rumah tangga.
Tapi umumnya hasil tidak sebaik mereka-mereka yang fokus pada ilmu.
Orang-orang Bugis punya bahasa sendiri ketika salah satu anggota
keluarga mereka terkesan terburu-buru mau menikah dini. "Mulleniga
maccenneri dapurengngE wekkapitu." (Apa kamu sudah mampu mengelilingi
dapur 7 x?!. Maksudnya, apakah pemuda yang terkesan kebelet menikah itu
sudah punya kesiapan mental untuk memikul beban keluarga sepenuhnya
tanpa membebani keluarga besar. Apalagi bagi suami baru, memahami
kemauan istri yang sebenarnya; terhitung sulit. Karena perempuan umumnya
dalam hal komunikasi, seringkali terpaut secara dalam dengan perasaan.
Sehingga tidak mudah ditebak antara bahasa lisan dan hakikat perasaan
mereka yang sebenarnya.
Tanggung Jawab Keluarga.
Yang
dimaksud pepatah Bugis itu adalah bahwa sebagai suami atau istri,
kesiapan untuk mengurus pasangan masing-masing jauh lebih perlu
diimajinasikan sebelum benar-benar tiba di gerbang pernikahan. Sehingga
ketika sah sebagai suami atau istri; mereka berdua sudah siap
membuktikan kecintaan dibanding merasa atau menunggu untuk diberi bukti
cinta. Atau, saat pernikahan sudah diresmikan, masing-masing pasangan
siap berbakti dan berfungsi aktif; tanpa ada kesan saling menunggu untuk
dilayani. Karena kesalahan imajinasi seperti ini sering kali menjadi
awal kekecewaan rumah tangga. Merasa bahwa dengan pernikahan berarti
sudah ada yang mencuci dan memasak untukmu wahai sang pemuda sebenarnya
bentuk ketidaksiapanmu untuk memasuki gerbang pernikahan. Demikian pula
sang gadis yang merasa dengan menerima pinangan seorang Ikhwan berarti
biaya hidup sudah ada yang nanggung dan sudah ada yang memanjakan tiap
saat; semua itu mental pecundang dalam berkeluarga. Pastikan bahwa jika
sudah merasa siap memasuki kehidupan berumah tangga, anda betul-betul
siap menjadi pelayan. Karena kata pepatah Arab, "Sayyidul Qaum
Khadimuhum." Hakikat pemimpin itu adalah pelayan bagi anggotanya. Jika
pemahaman dan motivasi pernikahan sudah demikian adanya maka, ucapkanlah
bismillah dan tawakkalah kepada Allah. In syaa Allah roda keluarga akan
berlabuh menuju arah yang jelas dengan kekuatan dan kesiapan melawan
gelombang biduk rumah tangga saat angin kehidupan bertiup tidak sesuai
yang diharapkan.
Sebaiknya, Kelarkan Sarjana Aja Dulu.
Umumnya,
muda mudi merasakan gelora jiwa dan kenikmatan tersendiri ketika
mendapat perhatian dari lawan jenis dari sejak usia SMA atau yang
sederajat. Gelora itu makin berasa ketika memasuki masa-masa perkuliahan
di kampus atau universitas. Apalagi relasi dan hubungan muda-mudi itu
semakin longgar ketika lepas dari bangku SMA dan sederajat. Bagi mereka
yang tidak terarah melalui grup-grup studi Islam pekanan (Liqo) atau
tidak tergabung dengan salah satu organisasi keislaman yang secara rutin
dan berkala memberikan pendidikan Islam kepada para anggotanya,
dikhawatirkan terlibat dalam hubungan muda-mudi yang terlarang. Hamil di
luar nikah adalah aib yang terkadang terjadi, salah satunya akibat
longgarnya hubungan muda mudi di bangku perkuliahan. Bagi yang telah
mengenal hijrah dalam hidupnya dan tergabung dalam klub studi-studi
keislaman kampus atau yang sejenisnya, terkadang hubungan bebas di dunia
kampus seperti ini menjadi alasan untuk menikah dini. Satu sisi,
argumen demikian benar adanya. Tapi, bertahan menjaga kesucian diri
dengan banyak sibuk dengan hal-hal yang terkait dengan percepatan studi.
Atau, aktif di rohis-rohis kampus agar terus berada di lingkungan yang
cukup "bersih" dari polusi pacaran hingga masa studi selesai; tentu jauh
lebih prioritas. Karena belajar membina diri secara intelektual dan
melatih sisi leadership dengan terlibat pada kegiatan organisasi
merupakan bagian dari kematangan pribadi yang dibutuhkan dalam membina
mahligai rumah tangga. Perlu jadi pertimbangan bagi muda mudi, bahwa
kehidupan keluarga lebih dari sekedar tanggung jawab dibanding
kesenangan yang memanjakan diri. Artinya, ketergesaan untuk memasuki
dunia keluarga jangan sampai hanya sebatas imajinasi kenikmatan yang
seolah steril dari tanggung jawab. Padahal keluarga adalah perjuangan
yang kenikmatannya bisa dipetik setelah tanggung jawab itu benar-benar
telah ditunaikan. Mungkin bahasa yang sering terdengar dalam hal ini
adalah bahwa tidak ada kenikmatan gratis. Nilai kebahagiaan dan
kepuasaan ada pada sejauh mana keringat menetes dalam sebuah proses
perjuangan. Mungkin inilah maksud dari sabda Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam ketika ditanya, penghasilan apa yang masuk kategori
terbaik?, dengan tegas Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjawab,
"Penghasilan yang diperoleh dari hasil cucuran keringat sendiri." Fokus
cari uang setelah konsisten mencari ilmu dan keterampilan adalah salah
satu pilar ketahanan keluarga.
Selama dalam proses
menuju kemandirian, kematangan dan keterampilan, sebaiknya seorang
lelaki banyak melakukan puasa sunnah Senin Kamis. Sebab selain sebagai
amalan sunnah yang potensial meng-up grade ketakwaan, juga berfungsi
menetralisir gejolak nafsu seksual. Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam menegaskan, "Wahai kalian para pemuda, siapa pun yang sudah
siap dan memiliki kemampuan, menikahlah. Karena dengan menikah,
pandangan lebih bisa dikendalikan dan kemaluan lebih mungkin dibentengi
(dari perbuatan-perbuatan keji).
Di sini,
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sangat menganjurkan pernikahan
bagi yang telah siap dan memiliki kemampuan untuk itu. Namun, beliau
juga memberi solusi prefentif bagi yang masih dalam proses menuju
kesiapan dan keterampilan keluarga, yaitu puasa sunnah dan berusaha
membatasi pandangan dari objek-objek yang bisa memancing nafsu seksual
(gaddul bashar).
Di zaman
modern seperti sekarang, terutama ketika banyak keterampilan ditawarkan
lewat kursus singkat atau daurah-daurah pemantapan. Sangat dianjurkan
muda mudi ikut dalam kursus atau kuliah pra nikah. Setidaknya, mereka
yang sedang proses menuju pernikahan, hendaknya memiliki bacaan tentang
hal-hal seputar fikih pra nikah yang sudah banyak beredar di tengah
masyarakat. Juga kita jumpai adanya semacam wadah online yang memang
khusus mengawal para muda mudi yang sudah siap memasuki tangga
pernikahan sesuai dengan tuntunan Islam.
Ikhtiar Mencari Pasangan Hidup Impian.
Kini,
tibalah saatnya kita melangkah ke jenjang pencarian pasangan hidup.
Bagi kaum lelaki, fisik wanita adalah faktor utama yang paling muda
mencuri perhatian mereka. Mungkin inilah salah satu hikmah kenapa hijab
seperti jilbab, kerudung, termasuk cadar; disyariatkan dalam Islam.
Sementara kaum wanita lebih tertarik kepada rasa aman dan nyaman yang
diharapkan dari calon pasangan hidupnya. Keamanan fisik serta keamanan
finansial menjadi faktor penting dalam hidup kaum wanita dibanding
tampilan macho seorang lelaki. Faktor lain yang juga termasuk dalam
daftar pencarian kaum lelaki adalah aspek keturunan, kekayaan dan
kedudukan. Keturunan memang penting. Karena hal ini termasuk jaminan
harga diri dan identitas kehormatan. Jejak rekam keturunan yang baik
biasanya menjadi semacam koridor yang membingkai nilai dan tata krama
keluarga. Maka tak heran, orang-orang Arab sebagai pilar pertama dan
penyangga utama Islam memiliki budaya yang sangat disetujui dalam Islam.
Yaitu kebiasaan memberi nama kepada seorang anak dengan rangkaian nama
bapak, kakek hingga ke buyut. Seperti Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam sendiri. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muththalib. Dengan nama itu, rekam jejak keluarga mudah terbaca. Budaya
ini termasuk hal yang kurang diperhatikan oleh kita bangsa Indonesia.
Buktinya, seorang anak, terutama di wilayah Jabodetabek, terkadang
diberi 3 rangkaian nama tanpa melibatkan bapaknya sendiri. Seperti
menamai seorang anak dengan Rezki Maulida Amaliah. Bapak sebagai wali
sama sekali tidak mendapatkan porsi dalam rangkaian panjang nama sang
anak tersebut. Apalagi sang Kakek. Padahal anjuran Islam dalam masalah
kejelasan silsilah keturunan ini, agar diperhatikan dengan baik; sangat
jelas. Itulah masalah keturunan. Sedang kedudukan wanita, termasuk
faktor penting dalam pencarian seorang pendamping hidup bagi kaum
lelaki. Kedudukan di sini maksudnya adalah status sosial yang menunjang
nilai manfaat dan kontribusi sang wanita dalam lingkup sosial. Seperti
seorang guru, seorang pegawai negeri atau pegawai swasta dll. Walaupun
wanita dalam Islam tidak diprioritaskan untuk keluar rumah berlebihan
tanpa tuntunan tanggung jawab kedudukan. Kalau pun harus demikian,
fungsi utama sebagai seorang ibu yang seharusnya fokus mengurus keluarga
tetap harus diprioritaskan. Di sini, sang lelaki sebaiknya jangan
melihat kedudukan sang calon istri sebagai pabrik uang. Tetapi kedudukan
yang dimaksud adalah peranannya sebagai wanita yang bermanfaat dalam
lingkungan sosialnya.
Akidah, Basis Utama dan Prioritas Unggulan.
Dari
semua dasar pertimbangan dalam rangka hunting calon pendamping, faktor
utama yang harus dinomorsatukan adalah sikap beragama. Dengan keislaman
yang baik calon suami atau istri memiliki bekal utama dan basis kuat
dalam membangun pondasi keluarga. Karena agama memberi setiap insan
landasan ibadah yang kokoh dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Orang-orang yang berislam dengan baik memandang kehidupan pribadi,
kehidupan keluarga, kehidupan sosial, kehidupan ekonomi, bahkan
kehidupan politik sebagai wujud kesempurnaan ibadah dan tanggung jawab
sekaligus. Dengan modal keagamaan seperti ini, peluang untuk bertindak
zhalim menjadi terbatas. Hidup semuanya adalah lahan ibadah dan tanggung
jawab. Maka, amanah sebagai suami atau istri adalah sikap yang sangat
dibutuhkan. Takut kepada Allah adalah faktor utama ibadah. Pencetus
segala kebaikan dan rem paling pakem yang siap menyetop manusia dari
khianat dan sikap tak bertanggung jawab.
Kadang
faktor keberagamaan ini berbenturan dengan tampilan fisik. Misalnya,
calon yang kita dapatkan lolos secara agama namun terhitung "sangat
standar" dari sisi fisik. Maka, berdasarkan pengarahan Allah dan
rasul-Nya, faktor agama minta diutamakan. Terkadang ada anak muda
terlalu over kepedean. Katanya, kalau masalah agama sih masih bisa
diupayakan melalui serangkaian pengajian. Adapun masalah wajah dan
kecantikan, sudah pakem dari sononya. Yaaaah.....tentu bahasa ini
hanyalah legalitas atau sekedar alasan supaya orang fokus wajah dan
mengesampingkan pertimbangan agama. Yang berharga di dunia ini adalah
hati yang bertauhid. Bukan wajah yang tampan atau cantik. Bukankah
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Sungguh Allah tidak
melihat postur dan wajahmu, tetapi fokus kepada hatimu."
Wali
sebagai penanggung jawab seorang gadis pun, dalam menerima pinangan
dianjurkan agar mendahulukan faktor agama ini untuk putri dan gadis
mereka. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menasehati, "Jika datang
pemuda yang engkau terima dan ridhai cara keislamannya maka nikahkanlah
dengan putrimu. Karena kalau tidak, fitnah dan kerusakan akan banyak
terjadi di bumi ini."
Sebuah kisah menarik dan
sarat pelajaran. Seorang gadis cantik rupawan, lulusan pesantren dari
lingkungan keluarga terhormat di Sulawesi Selatan. Pernah dilamar oleh
beberapa pemuda tampan dari keturunan bangsawan, dengan status sosial
sebagai pejabat daerah. Ada yang bupati, anggota dewan dan pegawai
negeri. Namun, yang diterima malahan Ust pondok, sekali pun berasal dari
keturunan terhormat. Tapi secara sosial pasti tidak selevel dengan para
pelamar sebelumnya. Hidup mereka hanya di sekitar pondok sebagai tenaga
pengajar dengan gaji pas-pasan. Anak-anak mereka terhitung banyak.
Mereka semua terbina di pondok. Ada yang hafiz Qur'an dan mereka umumnya
belajar agama. Di masa senja, sang Ibu pernah menceritakan para
pelamarnya dari kalangan bangsawan dan pejabat. Tapi qadarullah sang
suami adalah guru pesantren biasa. Tapi dengan penuh keridhaan ia
mengakui bahwa Allah tunjukkan hikmahNya. Karena semua anaknya-anaknya
terhitung shaleh dan mereka semua mengabdi sebagai penyebar dakwah
Islam. Demikianlah akidah diperjuangkan. Terkadang tampak miris secara
duniawi, tapi in syaa Allah tetap mulia di banyak hati manusia. Apalagi
di mata Allah. In syaa Allah.
Serba Serbi Ta'aruf.
Islam
tidak mengenal istilah pacaran pra nikah. Pacaran adalah cinta
terlarang karena menghalalkan berduaan tanpa adanya mahram. Pihak ketiga
tak lain hanyalah setan. Untuk melangkah ke pernikahan, ta'aruf adalah
prosedur resmi yang diajarkan Islam. Caranya, pihak lelaki berusaha
mengenal calon pasangannya melalui bio data. Jika bio data akhwat secara
umum masuk dalam kriteria sang Ikhwan, bio data sang Ikhwan pun bisa
diberikan kepada sang akhwat. Setelah ada kecocokan pada langkah pertama
itu, diupayakan adanya pertemuan langsung dengan kawalan mediator
terpercaya. Di sini, di samping berkesempatan saling bertemu muka secara
langsung, juga bisa saling menggali informasi yang belum tentu
diperoleh via bio data singkat sebelumnya. Terutama hal-hal seperti :
rencana kehidupan setelah pernikahan. Konsep keluarga islami yang mereka
impikan. Rencana domisili dan tempat tinggal. Kesiapan ngontrak rumah
sebelum ada kemampuan beli rumah sendiri. Bagaimana status istri setelah
menikah, Diizinkan tetap kerja atau bagaimana....
Setelah
ketemu langsung dan hasilnya positif, sang Ikhwan sebaiknya tetap
berusaha mencari info lebih tentang sang calon dengan berusaha ta'aruf
dengan keluarga besarnya. Di sini, sang Ikhwan berusaha mendapat info
sebanyak yang bisa didapatkan. Sekaligus keluarga akhwat bisa mengetahui
sosok pemuda yang sedang proses ta'aruf dengan anak gadisnya. Jika
sinyal positif dari ta'aruf ini tampak jelas, bisa dilanjutkan ke proses
selanjutnya; ta'aruf ke tetangga sang akhwat. Tujuannya agar kesan
tetangga tentang sang akhwat bisa diperoleh; umumnya baik atau
bagaimana. Terutama hal-hal terkait kemampuan bersosialisasi dengan baik
dengan lingkungannya. Agar informasi yang diperoleh lebih akurat,
ta'aruf juga perlu dilakukan dengan bertemu beberapa rekan kerja sang
akhwat atau ikhwan. Keseharian mereka dalam bekerja apakah termasuk
disiplin. Ikut aktifkan dalam kegiatan keislaman kantor. Sikapnya dengan
rekan kerja apakah termasuk baik. Hadir di tempat kerja dan pulang
kantornya apakah tetap disiplin dsb. Jika semua langkah itu telah
ditempuh dengan baik. Dan, ada banyak kecocokan. Tentu sebaiknya
melakukan shalat istikharah agar hati benar-benar mantap untuk melangkah
bersama ke jenjang kehidupan keluarga.
Masa Penentuan Calon Yang Menggelisahkan.
Biasanya,
Ikhwan dan akhwat merasakan kegelisahan luar biasa saat-saat mereka
diminta memastikan dan menentukan calon pasangan. Seolah muncul
pertanyaan dalam benak, bahwa inikah pasangan yang benar-benar diimpikan
selama ini. Bukankah di luar sana mungkin masih banyak yang jauh lebih
dibanding yang ada sekarang. Di sinilah fungsi shalat istikharah perlu
dimaksimalkan agar bisa mengurangi tingkat kegelisahan. Karena kita
senantiasa berusaha melibatkan Allah dalam setiap proses. Maka,
sebaiknya juga setiap muda mudi yang sudah merasa siap menuju pelaminan
agar sering-sering berdoa agar diberikan pasangan yang menyayanginya dan
menyayangi keluarga besarnya. Karena tidak sedikit pasangan yang kurang
akur dengan keluarga besar pasangan mereka masing-masing. Tentu itu
juga bagian dari kesedihan yang potensial mengganjal kebahagiaan
keluarga ke depannya.
Tak Perlu Mengumbar Janji-Janji palsu.
Bagi
Ikhwan, selama melakukan ta'aruf kepada akhwat dan juga kepada
keluarganya, sebaiknya jangan terlalu mengumbar kekayaan dan janji-janji
palsu yang tidak realistis. Kadang kita menemukan seorang Ikhwan
berusaha menggaet calon pasangan dengan janji-janji palsu. Sang akhwat
pun begitu sumringah dengan imajinasi tersebut sehingga ikut menyebarkan
harapan-harapan besar itu ke keluarga besarnya. Namun, ketika tiba masa
pernikahan dan kehidupan awal rumah tangga, ternyata semua omongan itu
hanyalah pepesan kosong. Tidak ada bukti faktual yang menunjukkan
kebenaran dari semua iming-iming yang pernah diungkapkan. Akhirnya,
keluarga besar merasa dibohongi dan mencap sang lelaki sebagai orang
yang besar mulut dan pembohong ulung. Naudzubillah. Akhirnya, hari-hari
berikutnya penuh dengan ketidakpercayaan keluarga besar kepada pasangan
yang baru membina rumah tangga baru tersebut. Mereka akan kesusahan
sendiri untuk meyakinkan keluarga besar jika suatu hari nanti Mereka
memiliki rencana-rencana besar yang hendak disampaikan.
Pintu gerbang pernikahan.
Hal
penting yang perlu dipahami adalah bahwa mahar seorang wanita sebaiknya
jangan sebatas pada seperangkat alat shalat. Kecuali kalau mushalla
atau masjid termasuk di dalamnya... hehehe... Bercermin pada diri
Rasulullah, ketika beliau menikah dengan Khadijah, mahar beliau berupa
unta 20 ekor. Terbayang betapa bagusnya penghargaan beliau kepada
wanita. Yang dimaksud bagian keberkahah seorang wanita adalah biaya
pernikahannya yang terhitung murah dan sesuai kemampuan. Walau
bagaimanapun, mengadakan pesta walimah adalah sunnah yang sangat
dianjurkan. Sekalipun tidak harus mewah dan seolah menjadi salah satu
momen memperlihatkan status sosial. Walaupun kenyataan miris yang sering
disaksikan di masyarakat adalah begitu banyaknya yang memaksakan diri
(takalluf) untuk tampil mewah dalam pelaksanaan pesta pernikahan, sekali
pun dana yang digunakan berasal dari piutang. Uang sewa hotel yang
mahal beserta dana catering yang luar biasa. Tentu kalau mampu, ya....
sah-sah saja. Tapi kalau benar-benar tidak sesuai tentu hal demikian
sangat disayangkan.
Bulan Madu Sambil Penyesuaian Diri.
Setelah
akad nikah dilangsungkan, seorang suami dianjurkan fokus bersama
istrinya selama 7 hari. Tujuannya agar terbina keakraban dari sejak awal
kebersamaan. Kemampuan berkomunikasi dengan akrab merupakan salah satu
keterampilan yang dibutuhkan. Suami memuji kelebihan istri dan demikian
pula sebaliknya.
0 komentar:
إرسال تعليق