Iman
(Serial pertama Oase Keimanan Dalam Nalar Intelektual Ibnul Qayyim)
By. Idrus Abidin.
Salah satu alim ulama yang dikenal ketajaman analisanya
seputar masalah iman pada banyak karya tulisnya adalah imam Ibnul Qayyim
al-Jauziyah. Pada serial kali ini, kami berusaha menghadirkan
kilas-kilas keimanan tersebut dari hasil goresan pena beliau yang telah
disistematika secara apik oleh Prof Dr. Umar Sulaiman al-asyqar dalam
kitab al-Iman Billah (Wahah al-Iman 'Inda Ibnul Qayyim al-Jauziyah 1).
Pengertian Iman.
Iman dalam madrasah teologi Islam menjadi ajang perdebatan
antar masing-masing Mazhab; termasuk dalam internal Ahlu Sunnah sendiri.
Keragaman persfektif seputar iman tersebut telah kami ringkas dalam
"Sikap Moderat dan Profesional Ahlu Sunnah Atsariyah Seputar Keimanan."
Di sini, tulisan fokus pada persfektif Ibnul Qayyim seputar hal tersebut
dengan beragam argumentasi kokoh yang menjadi ciri khas beliau dalam
banyak karya-karyanya. Inti pendapat beliau seputar iman secara istilah
adalah perpaduan antara ucapan dan perbuatan. Yang mana, baik ucapan
maupun perbuatan masing-masing terbagi dua :
✍️ Pertama, ucapan yang mencakup ucapan hati berupa keyakinan dan ucapan lisan berupa syahadat.
✍️ Kedua, perbuatan yang terbagi dalam dua kategori.
Perbuatan hati berupa niat dan keikhlasannya serta perbuatan fisik
seperti shalat, puasa dll.
Kepercayaan dengan hati dan ucapan dg lisan belum cukup tanpa adanya bukti-bukti fisik (perbuatan) berupa amal shaleh.
Ada yang mengatakan, iman itu cukup pengetahuan dan
keyakinan dalam hati. Perbuatan tidak termasuk dalam cakupan iman.
Anggapan seperti ini ditolak oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah dengan
beberapa argumentasi berikut :
1. Iblis sebagai pionir utama keburukan.
Dalam hal pengetahuan dan keyakinannya terhadap Allah,
iblis tidak dianggap bermasalah sama sekali. Iblis sangat sadar akan
keagungan dan kemuliaanNya. Meyakini adanya hari kiamat, surga dan
neraka (QS al-Hijr : 36). Namun, dengan penuh kesadaran,
iblis memilih kekafiran akibat kesombongannya yang serba akut. Sehingga
pengetahuan dan keyakinannya tidak memberi nilai apapun dalam lingkup
keimanan. Juga tidak membebaskannya dari laknat dan ancaman neraka.
Kekafiran Iblis ini termasuk dalam kategori kufur keras kepala (kufur
'inad) ; bukan kufur karena kebodohan (jahl) semata.
2. Fir'aun.
Nabiyullah Musa alaihissalam berkata kepadanya, "Sungguh
engkau sangat mengetahui bahwa Taurat yang kumiliki (beserta 9 bukti
kemukjiatan lainnya) tidak mungkin diturunkan oleh selain Allah. Itulah
bukti-bukti valid kenabianku (bashair)." (QS al-Israa : 102). Namun,
Taurat serta beberapa bukti-bukti valid kenabian Musa alaihissalam
diingkari secara langsung oleh Fir'aun sekali pun sebenarnya Fir'aun
sendiri beserta kaumnya meyakini dalam jiwa terdalam mereka (fitrah)
kebenaran hal tersebut. Namun, keyakinan fitrawi itu ditutupi oleh sikap
zhalim dan kesombongan ('uluw). Maka, kekafiran Fir'aun sama statusnya
dengan kekafiran Iblis; keduanya kafir karena keras kepala ('inad). Sama
sekali bukan karena ketidaktahuan atau karena faktor kebodohan. (QS
an-Naml : 13-14).
3. Kalangan Ahlu Kitab (Yahudi dan Nasrani).
Mereka dengan penuh sikap keras kepala menolak al-Qur'an
dan kerasulan nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bukan karena
tidak mengetahui kebenarannya. Namun murni karena sikap sombong (keras
kepala) dan kezaliman yang tiada terkira. (QS Ali Imran : 70-71).
Sehingga kalangan ahlul kitab tidak bermasalah secara konsep pengetahuan
iman. Permasalahan mereka ada pada sikap sombong dan keangkuhan. Sama
seperti sikap sombong iblis dan Fir'aun. Naudzubillah.
Ke-3 argumentasi tersebut ditegaskan Ibnul Qayyim al-Jauziyah. Sekalipun, Masih banyak fakta-fakta serupa yang disodorkan oleh beliau. Namun,
beliau menutup argumentasinya dengan kenyataan bahwa orang-orang kafir
ketika melihat siksaan neraka secara langsung sangat berharap
dikembalikan lagi ke dunia karena menyesal dengan penolakan dan sikap
kufur serta congkak mereka selama di Dunia. Mereka berharap menjadi
mukmin yang baik (jujur) agar terhindar dari azab neraka. Tapi Allah
menyatakan, sekalipun mereka dikembalikan ke dunia lagi, setelah mereka
melihat secara langsung azab neraka, sikap mereka tidak akan pernah
berubah. Tetap saja mereka akan melanggar aturan-aturan syari'atNya (QS
al-An'am : 27-28).
Demikianlah sedikit cuplikan iman dalam nalar Ibnul Qayyim
al-Jauziyah. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Bahwa iman adalah
perpaduan apik antara keyakinan hati, ucapan lisan dan perbuatan fisik.
Wallahu a'lam.
Rabu, 1 Januari 2020 waktu pesawat. (Jeddah To Jakarta).
0 komentar:
إرسال تعليق