By. Idrus Abidin.
Ilmu
ada kekuatan yang menggerakkan semangat; baik ke arah dunia maupun
menuju negeri akhirat. Ilmu adalah isi hati yang menjadi niat dan
semangat, bahkan azam yang mendahului kesempatan. Saat jiwa manusia
hadir di tempat tujuan sebelum fisiknya secara real benar-benar ada di
ruang yang direncanakan. Itulah iman dan keyakinan.
Ilmu
adalah keadilan yang mengisi hati manusia sehingga mereka memahami diri
sebagai makhluk lemah di hadapan Allah yang maha segalanya. Manusia pun
menjadi makhluk yang penuh ketulusan kepada penciptanya. Memuji dan
memahasucikan Allah dengan hatinya, dengan lidahnya beserta seluruh
amalan dan aktivitas fisiknya. Mereka pun dengan tulus mengemis
petunjukNya menuju jalan lurus; mengiba ridhaNya agar mereka mendapatkan
Taufiq dan kemudahan dalam misi ibadah dan praktek ketakwaan.
Dengan
ilmu, Allah diesakan. Melalui ilmu pun Rasulullah ditaati dan
didengarkan. Orang tua dihargai dengan bakti dan dengan sejumlah manfaat
yang diperoleh dari keshalehan. Itu pula nilai dan fungsi Ilmu.
Kalangan senior dihormati dan dimuliakan serta digugu dalam hal keilmuan
dan keahlian. Yunior disayangi dan diarahkan dengan penuh harapan
sebagai penerus estapet kehidupan duniawi dan ukhrawi sekaligus.
Begitulah ilmu berperan. Tidak menghasilkan manusia baperan karena
merasa punya hak untuk dihormati, dihargai dan dilayani. Apalagi
berharap disembah layaknya Fir'aun atas nama klaim ketuhanan dan berhala
kehidupan.
Bahkan adil
dan jujur terhadap kesalahan sendiri sehingga kita bisa merasakan
kerugian dengan menyesali kekeliruan; itu semua adalah hasil dari ilmu
itu sendiri. Itulah taubat, istighfar, kesadaran dan rasa tahu diri yang
menjadi ciri manusia beriman. Kita jadi mengerti kekurangan dan
kelemahan akibat pengetahuan yang menjadi standar dan alat ukur
muhasabah dan kritik diri. Akhirnya, kita berusaha melangkah dengan
sejumlah perbaikan-perbaikan setiap saat. Harapannya, diri ini mengarah
kepada kesempurnaan sejauh yang bisa dicapai oleh manusia biasa seperti
kita ini. Walaupun sadar sepenuhnya bahwa kesempurnaan hanya milik Allah
dan rasul-Nya. Kesalahan dan kelemahan adalah identitas resmi diri sang
hamba yang tak mungkin terkurangi kecuali dengan semangat ilmu dan
taufiq dariNya.
Keadilan
terhadap objek studi dan penelitian sehingga rumus dan prinsip yang
mengatur alam semesta menghasilkan pengetahuan sains yang berfungsi
ganda. Pertama, menyibak keteraturan alam semesta sehingga bernilai guna
untuk pengembangan sains dan teknologi. Inilah kemudahan sarana hidup
manusia yang diharapkan dimaksimalkan demi ketaatan dan ibadah. Kedua,
bukti keagungan dan kehebatan rububiyah Allah yang menguatkan keyakinan
dan kepercayaan terhadap otoritas ketuhananNya; Sang penentu kejadian
dan peristiwa (qadar) sesuai rencana dan kebijaksanaan (qadha).
Berdasarkan pada pengetahuan Allah yang menyeluruh, tanpa mengenal lupa,
lalai apalagi zhalim. Itulah makna ilmu.
Bahkan,
mengerti hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat manusia
berdasarkan pada peristiwa sejarah masa lampau dan peradaban yang telah
silih berganti mengisi hidup manusia; juga hasil bentangan ilmu. Bahwa
siapa pun yang taat dan patuh penuh cinta kepada Allah berarti merekalah
khalifah dan penerus estafet khilafah yang secara resmi mendapatkan
mandat untuk mengelola hidup ini dengan prinsip keadilan dan lautan
kasih sayang. Agar hujjah dan semua bentuk argumen keagamaan dalam Islam
sampai ke umumnya manusia di bumi ini. Sehingga mereka, khususnya yang
kafir dan fasiq, tak lagi punya sedikit argumen, di akhirat kelak, demi
membela dan menutupi segala kebejatan mereka. Itu semua hasil
pengetahuan yang disebut hidayah dalam Islam.
Dari
mana kita mengenal keadilan dari buramnya kezhaliman kalau bukan dari
ilmu?! Apa mungkin kecurangan diketahui jika kita tidak dikenalkan makna
kejujuran oleh sang ilmu?! Mungkinkah khianat berbeda dengan amanah
seandainya ilmu berhenti memberikan pengarahannya?! Dari mana benar
salah, baik buruk dan semua kegelapan yang tersibak oleh indahnya
mentari ilmu bisa terwujud jika pohon pengetahuan tidak lagi menaungi
kita dengan rindang dan sejuknya pemahaman?! Semua itu karena Allah Sang
al-'Aliim al-Khabir mengucurkan pengetahuanNya lewat Wahyu kepada
setiap nabi. Menjelaskannya melalui lisan dan semua petunjuk praktis
para nabi. Akankah kita menjadi warasatul anbiyaa dengan semua identitas
ini?! Ataukah kita menjadi kacung iblis yang bernikmat ria di bawah
tipuan dan kibulan Iblis yang memesona tiada tara?!
Jiwa,
lisan dan perbuatan serta sikap kitalah kuncinya. Karena manusia
tergantung dari isi hati, hiasan lisan dan keindahan budi dan akhlaknya.
Bukan semata-mata isi tas dan tampilan jas serta kemegahan yang
membelalakkan jiwa para penyembah dunia.
Kota Haram, 12 Juli 2019.
Ikuti update status nasehat dari kami via :
1. Telegram Channel : Gemah Fikroh.
2. YouTube Channel : Gema Fikroh.
3. Blog :http://idrusabidin.blogspot. com/?m=1.
4. Facebook Sudah Full Pertemanan.
0 komentar:
إرسال تعليق