By. Idrus Abidin.
Hidup
di dunia ini memang ujian. Ujian kesadaran dan kesabaran. Sadar
mengikuti kebenaran dan saling menguatkan di atas konsistensi dengan
berbekal lautan kesabaran. Karena pelaku maksiat pun membela diri dengan
beragam kekuatan; ilmu, kedudukan dan kekayaan. Merasa diri sedang
membela kebenaran dan harga diri. Yakin sedang melakukan kebaikan dan
perbaikan. Percaya diri sebagai reformis sejati tanpa cacat hati dan
trac record keberutalan. Justru yang mereka yakini sedang merusak dan
propokator adalah pihak sebelah. Bukan mereka. Demikianlah perasaan
orang Munafik di zaman Rasulullah Saw. Tidak bisa dilarang ketika
menebar kerusakan dengan nifaknya. (QS Al-Baqarah 11) Tidak menerima
disuruh beriman secara total tanpa kepalsuan dan pencitraan semata.
Beriman layaknya Rasulullah dan para sahabatnya dianggap kebodohan. (QS
Al-Baqarah 13) Sementara mereka merasa pintar; tak mungkin mudah beriman
dengan celotehan Rasulullah, layaknya sahabat yang kurang akal itu,
menurut mereka. Orang munafik tidak pernah merasa bersalah, apalagi
menyesal. Jangan pernah tunggu mereka bertaubat. Karena hal itu mustahil
dalam kamus kemunafikan. Mereka mudah menuduh pihak lain sebagai
perusak. Lihatlah Fir'aun. Dia menuduh nabi Musa sebagai perusak dan
pengacau negara. Bahkan, menuduh beliau gila beneran dan gila ketenaran.
Mereka semua itu jebolan terbaik universitas Iblis dengan keahlian suka
menuduh pihak lain bersalah dan tidak mau bertanggung jawab atas
kesalahan mereka sendiri. Jangankan nabi dan para pengikutnya, bahkan
Allah saja mereka tuduh bersalah karena telah menyesatkan mereka. Hanya
pernyataan terakhir ini yang mengandung sedikit kejujuran (merasa
tersesat), tapi itupun hanya umpan untuk menyalahkan Allah. Betul sekali
firman Allah yang berbunyi, 'Maukah kalian mengetahui orang paling
buruk perbuatannya?! Orang yang sikapnya salah dalam dunia ini, namun
mereka yakin sepenuhnya sedang melakukan kebaikan". (QS al-Kahfi:
103-104)
Rahmat Allah Melenakan dan Melalaikan Pelaku Maksiat.
Apapun
di dunia ini pasti Rahmat Allah. Allah memang sangat pengasih dan maha
penyayang. Bahkan, dosa dan maksiat seperti kufur, nifaq, pencurian,
zina, riba, sombong, syirik juga terjadi karena rahmat Allah. Rahmat
dalam artian diizinkan terjadi dan diulur hingga waktu tertentu, tanpa
azab, teguran dan sanksi berarti. Itulah bagian dan bentuk rahmat Allah
di dunia ini. Sehingga tak sedikit pelaku dosa merasa Allah tidak ada.
Bahkan mereka kadang menantang, kalau Allah betul ada, tunjukkan
siksaanNya sekarang juga. Mereka lupa, hidup ini ujian. Dengan
rahmatNya, Allah menunda azab selama ujian ini masih berlangsung.
Seperti kita ketika ujian, walaupun salah tidak langsung diberi balasan.
Sekalipun lupa tidak langsung sanksi diberlakukan. Itulah makna ujian
dan rahmat Allah di dunia ini.
Dibiarkan Tak Berarti Diridhai.
Terjadinya
maksiat dan dibiarkannya para pelaku dosa tanpa disegerakan azab oleh
Allah tak berarti Allah ridha dan lupa serta tidak mengetahui semua
kejahatan itu. Allah dengan hikmahNya memilih agar ketaatan dan
kepatuhan kepadaNya tidak sekedar karena rasa takut yang ditebar kepada
para pelaku maksiat dengan azabNya. Allah ingin agar ibadah manusia
murni karena kecintaan kepadaNya, karena penuh harap kepada rahmatNya
dan ditambah rasa takut kepada azabNya (ikhlas). Itulah tiga paket
ibadah resmi di dunia ini. Dan itu pula makna ujian dan tujuan hidup
kita sebagai hamba. Menunjukkan rasa cinta, membuktikan rasa butuh
terhadap rahmatNya dan menampakkan rasa takut terhadap azabNya. Itulah
keikhlasan yang menjadi syarat utama dan pertama ibadah kita, selain
mengikuti Rasulullah secara utuh.
Jika
para pelaku dosa diazab dengan segera ketika mereka bermaksiat, saat
mereka kafir dan munafik maka hidup ini tidak akan berlangsung lama.
Karena mereka semua segera mati oleh dosa dan maksiatnya sebelum sempat
menikah dan berkembang biak (QS Fathir : 45) Hidup ini tidak lagi
berfungsi sebagai lahan ujian, tapi berubah jadi surga semata. Bahkan
ibadah dari orang-orang yang tulus cintanya kepada Allah, murni
harapannya kepadaNya dan total rasa takutnya; hanyalah teori semata.
Akhirnya, ibadah manusia hanya karena takut azab saja. Hikmah dan
tujuan hidup ini hanya penyiksaan; tidak ada lagi kasihsayang Allah.
Allah tidak lagi maha lembut (latif) dan tidak pula maha halus (rauf)
kepada hambaNya. Allah hanya sebagai tukang bantai (muntaqim) dan penuh
kesombongan (mutakkabbir). Subhanallah. Sungguh Allah maha suci dari
semua kegilaan seperti ini.
Rahmat Allah di Dunia, Istidraj Bagi Orang-Orang Lalai.
Ketika
para pelaku maksiat mengamuk dengan beragam pelanggaran mereka, gembok
jiwa makin kokoh menutupi setiap celah-celah hidayah yang ada di hati.
Akhirnya, hidup mereka diliputi oleh kesombongan dan lupa diri. Mereka
tidak merasa takut sedikit pun kepada Allah. Tak ada rasa butuh dan
keinginan sedikit pun untuk mengharap rahmatNya. Harga diri mereka hanya
sebatas materi; kekayaan dibanggakan dan diandalkan. Kedudukan dianggap
gengsi yang melambungkan citra diri. Kekuatan dianggap terus menerus
terjamin tanpa pernah terancam oleh kelemahan dan kematian. Akhirnya
egoisme menjadi sikap resmi. Mereka menjadi makhluk yang dibenci Allah
karena tersesat jalan dan tak memiliki orientasi hidup selain bumi ini
(materi). Langit sebagai kiblat kebenaran (spiritual) tak lagi berarti.
Akhirnya, mereka tidak lagi ditegur oleh Allah dengan sayangNya berupa
musibah dan bencana yang umumnya menyadarkan manusia yang masih ada
secercah iman pada kedalaman hatinya. Tapi mereka dibiarkan dalam
gelapnya lorong kelalaian yang berkepanjangan. Bahkan, terkadang mereka
terus diberi umpan kenikmatan yang mereka tidak sadari sebagai jebakan
setan menuju lorong-lorong neraka jahanam. Mereka merasa bahagia dan
bangga dalam dosa dan maksiat. Akhirnya, mereka mati dalam kekafiran dan
kemusyrikan. Naudzubillah.
Allah Tidak Lupa dan Tak Mungkin Lalai.
Orang-Orang
lalai dan lupa diri ini mengira Allah tidak ada. Padahal, Allah menunda
mereka murni karena bentuk ujian sehingga terbukti trac record mereka
sebagai pecinta dan pengasong keburukan (QS Muhammad : 31). Allah
membiarkan mereka agar dosa dan maksiatnya memenuhi catatan sehingga
alasan untuk menyiksa mereka dalam neraka pun tak lagi bisa diragukan
(QS Ali Imran : 178). Allah membiarkan mereka dalam jeratan dan
perangkap dosa agar mereka mendapatkan siksa di akhirat yang
membelalakkan mata akibat ngerinya yang luar biasa (QS Ibrahim : 42).
Setan Mengelabui, Menipu dan Mengibuli Manusia (Musang Berbulu Domba).
Makin
lalai manusia dari Allah semakin mudah mereka terperangkap dalam
jebakan dan tipu daya setan. Mereka akan terus dikibuli dengan beragam
gengsi dan harga diri sehingga tidak mau menerima nasehat. Segala tindak
tanduknya dianggap sebagai kebenaran dan ditujukan untuk ketenaran.
Setan tampil sebagai teman setia yang seolah tulus agar manusia
mendapatkan harapan dan keinginan duniawi mereka. Seperti ketika
berusaha Mengibuli Adam dan Hawa dengan nasehat rasional penuh jebakan.
Bahwa pohon itu sengaja diblacklist Allah dari menu makanan agar mereka
tidak menjadi malaikat yang kekal menghuni surga. Namun, ketika
larangan itu dilabrak Adam dan Hawa; justru mereka dengan segera
disuruh meninggalkan surga. Demikianlah musang yang berbulu domba
berusaha menjebak buruannya yang kehilangan pegangan, prinsip dan
keyakinan (iman).
Orang-Orang Ikhlas Tak Akan Terperangkap dalam Jebakan Setan.
Orang-orang
ikhlas adalah mereka yang hatinya sensitif dan merasakan nikmat dan
segala yang dimilikinya sebagai bentuk cinta dan kasih sayang Allah
kepadanya. Mereka itulah yang senantiasa menyebut-nyebut nama kekasihnya
(Allah) pada setiap tempat dan dalam beragam kondisi dan keadaan.
Ketika berdiri, saat duduk dan bahkan ketika berbaring sekali pun (QS
Ali Imran : 190-191). Mereka itulah orang-orang yang disebut ulul albab
dan ulul Abshar; melek hati dan matanya. Telinganya rindu nasehat.
Nalarnya mudah menangkap rasionalitas Islam yang berbalut dengan fitrah
suci manusia. Orang-orang seperti ini, setan tidak merasa punya nyali
dan kehilangan kepercayaan diri untuk bisa merecokinya. Sekalipun bisa
memperlambatnya dari ketaatan sesekali, namun penyesalan dan
istighfarnya kembali menutupi keterlambatan tersebut di catatan
malaikat. Bisa jadi terkadang jatuh dalam kubangan dosa. Tapi tiba-tiba
kesadarannya kembali membuatnya taubat dan istighfar. Maka, dosa itu
berganti dengan kebaikan yang memenuhi catatan (QS al-Furqan : 79). Di
saat makan, bismillah diucapkan. Setannya jadi kelaparan. Saat tidur,
bismika allahumma ahya wa amut, dibaca. Setan tak lagi punya akses untuk
mengganggunya. Demikianlah seterusnya. Akhirnya orang-orang ikhlas
menjadi manusia merdeka dari tekanan dan penyesatan Iblis dan setan
serta semua konco-konconya. Mereka hanya tunduk dan patuh penuh cinta,
penuh harap akan rahmatNya dan sangat merasa ngeri karena takut akan
bahaya siksaNya. Semoga kita termasuk orang-orang ikhlas yang membuat
geram setan karena ketulusan cintanya kepada zat ilahi Rabbi. Allahumma
amiiiin.
Jakarta, 31 Mei 2019 (26 Ramadhan)
Ikuti update status nasehat dari kami via :
1. Telegram Channel : Gemah Fikroh.
2. YouTube Channel : Gema Fikroh.
3. Blog :http://idrusabidin.blogspot. com/?m=1.
4. Facebook Sudah Full Pertemanan.
0 komentar:
إرسال تعليق