الأربعاء، 28 ديسمبر 2011

TIPIKAL MASYRAKAT SHALEH DALAM AL-QUR'AN


(Pengenalan Umum Kandungan Surah al-Hujurat}

Idrus Abidin

PENGANTAR.
Masyarakat shaleh adalah sebuah masyarakat yang dibangun di atas landasan khairu ummah. Suatu masyarakat yang lahir dari upaya untuk membawa risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan harapan dapat menyebarkan rahmat. Masyrakat demikian merupakan komunitas yang terbangun atas kesamaan akidah yang mentauhidkan Allah dan fikrah yang telah tersibgah dengan nilai-nilai rabbaniyah. Masyarakat Islam sama sekali bukan masyrakat yang didasarkan pada tanah air, kepentingan ekonomi, warna kulit atau ras suatu bangsa. Dalam masyarakat shaleh, semua itu dilihat sebagai sesuatu yang alami, di mana manusia tidak memiliki peran untuk memilih tempat kelahiran, warna kulit dan ras. Bahkan identitas masyarakat shaleh tersebut melampai batas-batas Negara, warna kulit atau ras sekali pun. Ummat sebagai model masyarakat muslim menghendaki landasan pembentukannya berasal dari kesadaran manusia sebagai hamba yang memiliki tugas dalam hidup sebagai khalifatullah. Karenanya, dalam al-qur'an, ciri-ciri masyarakat sholeh dapat dilihat berupa ; Rabbaniah -baik dari segi landasan maupun tujuannya-, da'wah, al-washatiah (moderat), dan al-wahdah (kesatuan).[1]
Dalam al-Qur'an, ummah adalah bentuk ideal dari masyarakat muslim. Yang mana, identitasnya ada pada integritas keimanan, komitmen untuk memberikan kontribusi positif terhadap manusia (ihsan), dengan memberikan loyalitas penuh terhadap kebenaran melalui mekanisme amar ma'ruf dan nahi munkar (QS 3 : 110).[2] Ummah atau masyarakat Islam tidaklah tunduk kepada penguasa atau pun rakyat. Karena keduanya berada di bawah kekuasaan hukum. Pemerintah hanyalah pelaksana dari hukum tersebut. Kehadiran mereka tidaklah lebih sebagai pelaksana semata. Ummah bukanlah badan legislatif karena tidak memiliki hak menciptakan hukum. Hukum yang ada adalah bersifat ilahiah karena bersumber dari Allah swt. Karenanya hukum dalam persfektif masyarakat muslim adalah juga bernuansa teologi.[3]
Surah al-Hujarat merupakan salah satu surat yang memaparkan karakteristik masyarakat muslim yang membangun kebersamaanya dalam bingkai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian diikuti dengan upaya veripikasi berita yang berasal dari orang fasik yang menghendaki terjadinya caos dalam masyarakat muslim. Memperkuat arti persaudaran Islam dengan melarang wujudnya sikap saling memandang enteng dan upaya-upaya untuk memata-matai dan menyeberkan gosip-gosip yang dapat mencidrai pribadi sebagai salah satu anggota masyarakat Islam.[4]

KORELASI (MUNASABAH) ANTARA AYAT SEBELUM DAN SESUDAHNYA.

Dalam kajian Said Hawwa, sebelum surah Al-Hujurat, surah al-Fath pada ayat 8-29 menjelaskan tentang fugsi Rasulullah saw dan kewajiban ummat terhadapnya. Kemudian surah al-Fath kembali menegaskan peran Rasul tersebut dengan merinci adab-adab yang selayaknya ditampilkan ketika bersama beliau. Selain itu, surah al-Fath juga ditutup dengan firman ayat yang berbunyi :
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath : 29).[5]
Lebih jauh lagi, Said Hawwa melihat, surah al-Jatsiya membahas tentang peran al-Qur'an dalam mengembang hidayah. Lalu diikuti surah al-Ahqaf yang membeberkan tentang makna tauhid dan diikuti dengan surah Muhammad yang menegaskan bahwa peperangan sejatinya terjadi antara kaum beriman dengan kaum kafir. Lalu disusul oleh surah al-Fath yang menegaskan pertolongan Allah terhadap orang-oran beriman dalam peperangan melawan kaum kafir itu. Sedangkan surah al-Hujurat menggali secara mendalam adab-adab masyarakat muslim dalam meniti tujuan mereka yang mulia. Kemudian dijelaskan secara rinci pada surah Qaf tentang fenomena akhirat bagi kaum muslimin maupun orang-orang kafir agar betul-betul menyadari bahwa segala aktifitas akan dipertanggungjawabkan kelak[6]

ASBAB NUZUL.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dalam kitab Shahih Bukhari, turunnya ayat 2 surah al-Hujurat ini terkait dengan kedatangan rombongan Bani Tamim untuk menghadap kepada Rasulullah saw.  Ketika itu, Abu Bakar menghendaki Al-Qa'qa' bin Ma'bad bin Zurarah bin Adas sebagai pemimpin mereka. Tetapi, di pihak lain, Umar menghendaki Aqra bin Habis bin Iqal sebagai penglima mereka. Abu Bakar mengatakan kepada Umar, "Kamu hanya ingin menyelisihi pendapatku". Umar menjawab, "Saya tidak bermaksud berbeda denganmu". Lalu keduanya meninggikan suara di hadapan Rasulullah saw, maka turunlah ayat kedua pada surah ini.[7]
Dalam kitab tersebut ditemukan pula persi lain berupa informasi dari Anas bin Malik bahwa suatu ketika Rasulullah saw mencari Tsabit bin Qais. Lalu ada seseorang mengaku mengetahui keberadannya hingga ia mendtangi rumahnya. Di sana ia menemukannya sedang menutup kepala. Sehingga orang tersebut menanyakan tentang permaslahan yang dihadapi. Tsabit bin Qais mengatakan, "Saya lagi bermaslah. Saya pernah meninggikan suara di hadapan Rasulullah sehingga pahalaku hilang dan termasuk penduduk neraka. Orang itu pun kembali menemui Rasulullah dan mengabarkan tentang Tsabit. Rasul pun memintanya mendatangi kembali Tsabit dan mengatakan kepadanya bahwa ia termasuk penduduk sorga.[8]

KESATUAN TEMA DALAM AL-HUJURAT

Berdasarkan pengamatan Dr.Nashir Sulaiman al-Aql, kesatuan tema yang tercakup dalam surah al-Hujurat, di antaranya sebagai berikut :
1)       Merekonstruksi bangunan iman dengan merevisi pemahaman yang salah, yang mencampurkan antara makna iman dan makna islam.
Di antara pemahaman yang diluruskan adalah penegasan makna keimanan dengan mengkritis sikap-sikap yang bertentangan dengan keimanan. Baik sikap itu menciderai keimanan atau pun berpotensi mengeluarkan pelakunya dari wilayah keimanan. Sikap-sikap yang dianggap mengurangi nilai keimanan adalah :
A.       Melangkahi Allah dan Rasulnya dalam menetapkan hukum.
B.       Mengeraskan suara melebihi suara Rasulullah saw.
C.       Sikap ceroboh dalam menerima berita dari orang-orang fasik. (ketergesaan dalam menerima berita).
D.       Sikap Keempat dan kelima adalah larangan terhadap beberapa fenomena yang tidak pantas terjadi bagi orang yang mengaku beriman, seperti, Memandang enteng sesama muslim, meberikan gelar-gelar jelek kepada sesama, memetai-matai, dan menggosip.
2)       Mengkritis kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam masyarakat muslim. Bahkan surat ini, secara khusus, diturunkan dalam mengarahkan pembentukan masyarakat muslim yang masih membutuhkan penyesuain dalam perjalanannya menuju masyarakat kaum beriman yang sesungguhnya. Oleh karena itu, ayat-ayat yang turun pada surah ini, masing-masing memiliki latar belakang, berupa kejadian nyata yang menjadi penyebab turunnya. Sebagai bukti :
A.      Ayat pertama tentang mendahului Allah dan Rasulnya dalam menetapkan hukum. Hal ini telah terjadi dari orang-orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
B.       Ayat 2 dan 3 terjadi pada Abu Bakar dan Umar.
C.       Ayat 4 dan 5 tentang memanggil Rasulullah dengan namanya.
D.      Ayat 9 dan 10 tentang terjadinya pertengkaran antara kaum mukmin dan orang-orang munafik.
E.       Ayat 11 sampai 13 tentang sikap ghibah, memata-matai, dll.
F.        Ayat 14 sampai 17 tetang pengakuan keimanan kaum arab badwi dari Bani Asad.
G.      Ayat 18 tentang Allah dan ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu.
3)        Pembentukan akhlakul karimah yang tercermin pada :
A.      Akhlak dan adab terhadap Allah swt.
B.       Akhlak dan adab terhadap Rasul.
C.       Orang-orang fasiq.
D.      Akhlak dan adab terhadap Orang-orang beriman yang ada dalam pertemuan (majlis).
E.       Akhlak dan adab terhadap Orang-orang beriman ketika tidak ada dalam pertemuan.[9]

TEMA-TEMA POKOK DALAM SURAT AL-HUJURAT.

Surah al-hujurat membahas beberapa tema utama yang kesemuanya terkait dengan tipikal masyrakat muslim. Tema-tema yang muncul terkait dengan persolan ang dimaksud adalah seperti :
1.       Berhukum dengan selain hukum Allah swt.
2.       Adab terhadap para ulama.
3.       Taqwa dan ujian terhadap hati.
4.       Mericek kebenaran berita.
5.       Ukhuwah islamiyah.
6.       Islam dan iman.
Untuk lebih jelasnya, kita melihat pandangan ulama terkait dengan tema-tema tersebut di atas :

BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH SWT.

Sebagian kaum muslimin memandang bahwa berhukum dengan selain hukum Allah hanya terkait dengan masalah amaliah saja tanpa melihat adanya hubungan dengan masalah akidah. Selain itu, mereka memandang bahwa segala yang terkait dengannya hanya sekedar dosa yang tidak berpotensi membuat pelakunya keluar dari rel keislaman. Padahal hubungan antara berhukum dengan selain hukum Allah dengan masalah akidah sangatlah jelas, karena wujud syahadat kita terhadap Allah dan Rasul-Nya adalah kesiapan untuk berhukum dengan segala yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun demikian, ulama menetapkan beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang masuk  ke dalam lingkup kekafiran yang sesungguhnya seperti :
a)     Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah mengingakari kepatutan hukum Allah dan Rasul-Nya untuk diterapkan dalam bingkai kenegaraaan.
b)        Seseorang tidak mengingakari kepatutan sayariat Allah untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara, tetapi ia meyakini bahwa produk hukum lain lebih bagus dibanding dengan hukum Allah swt. Baik keyakinan ini secara mutlak atau hanya terhadap beberapa masalah baru yang timbul berdasarkan tuntunan zaman.
c)        Seseorang tidak meyakini bahwa hukum lain lebih baik dibanding dengan hukum Allah swt, tetapi ia berkeyakinan bahwa hukum lain menyamai hukum syari’at, maka ia juga termasuk orang yang telah kafir.
d)     Seseorang tidak meyakini bahwa hukum lain menyamai hukum syari’at, tetapi ia meyakini bolehnya berhukum dengan hukum yang menyelisihi syari’at.
e)        Orang yang meyakini bahwa hukum Islam tidak pantas untuk diterapkan pada zaman moderen ini.
f)     Orang yang meyakini bahwa pelaksanan syari’at islam merupakan penyebab keterbelakangan dan kepicikan.
g)      Orang yang meyakini bahwa hukum islam hanya terkait dengan hubungan manusia dengan Allah semata dan tidak memiliki keterkaitan dengan berbagai aspek kehidupan lainnya.
h)     Orang yang meyakini bahwa pelaksanan hukum potong tangan dan merajam pezina tidak sesuai dengan zaman sekarang maka ia juga kafir.
i)          Orang yang membolehkan pelaksanaan hukum selain hukum Allah swt.

ADAB TERHADAP ULAMA.
Adab terhadap Rasulullah berupa ketidakberanian menentukan hukum suatu persoalan sebelum adanya keterangan dari Allah dan Rasul-Nya menjadikan para sahabat memperluas cakupannya hingga melingkupi para ulama yang merupakan pewaris para nabi. Sebagai contoh, Ibnu Abbas ketika pergi menemui sahabat lainnya untuk mengambil hadits maka ia berusaha duduk menunggu hingga sang guru keluar dari pintunya dan tidak mengetuk pintu rumahnya sebagai wujud sopan santunnya terhadap orang-orang yang membawa warisan kanabian berupa hadits. Hal ini dilakukan oleh Ibnu Abbas berdasarkan pada surah al-hujurat ayat 5 yang berbunyi, “Jika seandainya mereka bersabar hingga engkau (Muhammad) keluar menemui mereka maka tentu itu baik bagi mereka”.

Penyebab timbulnya pelecehan terhadap ulama.
·      Terlau semangat dan suka menyebarkan komentar ulama tertentu terhadap dengan ulama lain yang seangkatan dengannya.
·      Hasad
·      Hawa nafsu
·      Taklid buta.
·      Ta’assub.
·      Berusaha tampil sebagai ulama.
·      Kemunafikan dan kebencian terhadap kebenaran.
·      Mendukung program musuh-musuh islam seperti proyek sekularisasi.

Bahaya melecehkan ulama :
·      Pelecehan ulama menjadi sebab penolakan terhadap kebenaran yang mereka bawah.
·      Pelecehan terhadap ulama merupakan pelecehan terhadap ilmu yang melekat padanya.
·      Melecehkan ulama menyebabkan jauhnya seorang penuntut ilmu dari ulama itu sendiri.
·      Pelecehan terhadap ulama menyebabkan jatuhnya pamor dan kehormatannya di hadapan kaum awam.




[1] Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata'amal Ma'a al-Qur'an, ( Mesir : Dar al-Syuruq), cet.1, th.1999, hal.109-113.
[2]  Setiawan Budi Utomo, Doktrin Khairu Ummah Sebagai Landasan Filosofis Pembentukan Masyrakat Islam (Pengantar Terjemahan Kitab Anatomi Masyrakat Muslim Karya al-Qardhawi), ( Jakarta : Pustaka al-Kautsar), cet.1,th.1993.
[3] Ibid.
[4]  Wahbah az-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir Fi Al-Aqidah wa Al-Manhaj wa Al-Syari'ah, ( Bairut : Dar Al-Fikr), cet.1, th.1991, vol.25-26, hal.211.
[5] Said Hawwa, Al-Asas Fi Al-Tafsir, ( Kairo : Dar al-Salam), vol.7, cet.2, th.1989, hal.5396-5397.
[6] Ibid.
[7]  Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ( Saudi Arabia : Bait al-Afkar al-Dauliah), cet.1, th.1998, hal.952.
[8]  Ibid.
[9] Nashir bin Sulaiman Umar, Surah al-Hujurat : Dirasah Tahliliyah  wa Maudhuiyyah, ( KSA : Dar al-Wathan), Cet.2, hal.105-113.

0 komentar:

إرسال تعليق

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

نموذج الاتصال