Oleh : Idrus Abidin
SINOPSIS.
Sebagai manusia, cobaan hidup menjadi realitas kita sehari-hari. Cobaan ini sesungguhnya merupakan alat uji bagi manusia dalam menempuh perjalanan menuju Allah swt. Jika disadari dengan baik, siapa pun akan mengalami cobaan, baik karena ditinggal orang yang dicintai atau benda yang digemari. Hal ini karena, hidup kita memang banyak dikelilingi dan dipengaruhi oleh manusia dan benda-benda.
Mengingat kedatangan cobaan yang begitu nyata, untuk menyikapinya dengan baik, tentu membutuhkan pembelajaran. Pembelajaran yang dapat mengarahkan manusia untuk memiliki imunitas pribadi. Pembelajaran ini sesungguhnya bisa diperoleh dengan cara mengumpulkan berbagai data-data formal yang bisa memberikan pandangan dalam mengarahkan sikap kita kepadanya. Sebut saja, misalnya, hadits Rasulullah saw. yang menggambarkan betapa orang yang tercelup imannya dengan nuansa Rabbani dan hatinya memiliki ketundukan kepada-Nya, dapat mendulang keuntungan dari setiap situasi yang melingkupinya. Kala cobaan datang menyapa, kesabaran menjadi senjata utama baginya, sehingga ia mampu menahan diri dari ekses negatif. Demikian pula ketika kenikmatan berpihak kepadanya, syukur menjadi bahasa verbalnya, yang pada gilirannya mengantarkan dirinya pada hal-hal yang diridha'i oleh Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda :
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن : إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له ، وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له . (رواه مسلم)
Betapa agungnya hidup orang mukmin. Semua keadaanya baik. Dan tidak ada yang bisa demikian kecuali hanya orang mukmin : Jika ia mendapatkan nikmat maka ia bersyukur, dan jika ditimpa musibah maka ia bersabar. (HR.Muslim).
Sebagai hamba Allah swt., tentunya kita berharap untuk mendapatkan kedudukan yang dimaksud dalam hadits di atas. Cara yang tepat tentunya dengan berusaha mengasah keimanan kita kepada Allah swt. Karena kadar keimanan akan menentukan besarnya kadar pahala yang bisa didulang pada setiap keadaan. Di samping itu, keimanan pula mengarahkan orang bersikap dengan sikap yang tepat kala menghadapi sebuah kondisi. Olehnya itu, sebelum mengurusi bagaimana sikap kita terhadap hal-hal yang melingkupi, sebaiknya kita memeriksa dulu besarnya keimanan dengan memperhatikan besarnya posisi Allah dalam hati kita.
KETIKA COBAAN DATANG MENYAPA.
Ketika seseorang menghadapi cobaan, adab yang harus segera dipenuhi adalah kesabaran. Sabar merupakan rezki yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya, selama sang hamba berusaha untuk menggapainya. Bukankah reseki berupa materi, kesehatan, dan keterampilan memang harus diupayakan keberadaanya? Karenanya, Allah akan menguatkan hamba-Nya dalam menghadapi berbagai cobaan hidup, selama ia sendiri memiliki azam untuk menghadapainya dengan penuh kesabaran. Allah swt menegaskan :
واصبر وما صبرك إلا با لله
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah (QS.An-Nahl : 127).
Hal demikian juga ditegaskan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya :
من يستعفف يحفه الله ، ومن يستغن يغنه الله ، ومن يتصبر يصبره الله . وما أعطي أحد عطاء خيراوأوسع من الصبر ( متفق عليه )
Barang siapa yang menjaga dirinya (dari zina) maka Allah akan menjauhkan zina darinya. Barang siapa yang merasa cukup (dari harta orang lain) maka Allah akan memberinya rasa cukup. Barang siapa yang berusaha bersabar maka akan diberikan kesabaran oleh Allah. Tidaklah seseorang diberikan sebuah karunia yang lebih baik dan lebih luas cakupannya kecuali kesabaran. (Muttafaq Alaihi).
Beberapa hal disinggung oleh Rasulullah saw dalam hadits di atas untuk menegaskan pentingnya kita bersikap positif sebelum Allah mendukung sikap kita tersebut dengan penegasan dan bantuan-Nya. Dalam hal cobaan berupa kecintaan kepada wanita yang bukan mahram, Rasulullah saw menunjukkan bahwa sikap seseorang yang berusaha untuk menghindarkan dirinya dari unsur perzinahan, baik berupa zina mata, zina hati dan zina yang sebenarnya, akan mengundang dukungan dan penegasan dari-Nya hingga ia mampu menjaga dirinya dari perbuatan mesum. Merasa cukup dengan karunia yang diberikan oleh Allah swt, sambil mencari tambahan karunia lainnya, akan menghadirkan perasaan cukup pada kedalam hati manusia. Itu semua merupakan bentuk dukungan dan penegasan Allah swt terhadap orang-orang yang mengusahakan kebaikan dalam hidupnya. Kesabaran juga demikian. Jika seseorang dengan kesabarannya mampu untuk menerima cobaan yang dihadapi, maka kesabaran itu akan terakumulasi menjadi kekuatan baru yang memberikan imunitas luar biasa pada dirinya. Olehnya itu, Rasulullah saw menunjukkan bahwa karunia terbesar yang diperoleh seseorang adalah jika ia diberikan kesabaran, yang dengannya ia menghadapi hidup yang serba tidak menentu dan penuh dengan tantangan yang membutuhkan stok kesabaran yang cukup lumayan.
Sikap demikian penting untuk diketahui, mengingat orang munafik ketika memilih untuk tetap dalam kemunafikan, setelah adanya penjelasan dan peringatan, maka Allah swt menambah penyakit nifak itu dalam hatinya (QS.al-Baqarah : 10). Hal ini merupakan bentuk balasan terhadap orang yang memilih kejelekan, padahal kebenaran terpampang dengan sangat jelas dihadapannya. Bahkan sikap orang munafik ini diserupakan dengan orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan cahaya terang. Sikap yang membuat pelakunya merugi dunia akhirat, karena tidak dapat menemukan hidayah, dan perniagaannya pun menui kegagalan (QS.Al-Baqarah : 12).
Apa yang dialami orang kafir juga tidaklah berbeda dengan orang munafik di atas. Ketika sikapnya terhadap kebenaran acuh tak acuh, bahkan cendrung untuk memusuhinya dan mencari jalan agar dapat membendung datangnya kebenaran, baik dengan menutup telinga darinya dan menutup mata dari pakta yang sebenarnya, serta menutup celah hatinya untuk sekedar disinggahi oleh cahaya kebenaran, maka Allah swt. menutup hati dan telinganya, dan membuat matanya terhalangi dari kemampuan untuk melihat kebenaran dan menyumbat hatinya dari kemampuan untuk mengecap nikmatnya keimanan (QS. al-Baqarah : 7)
MENGASAH KEIMANAN DAN BERPEGANG TEGUH PADA AGAMA ALLAH SWT.
Tetap berada dalam koridor keimanan saat ditimpa musibah merupakan indikasi kesuksesan. Karena dengan kesabaran itu, tangga kemulian sedang dijajaki, prasasti kemenangan sedang dipancangkan, roda perjuangan sedang direkonstruksi ulang untuk menyiapkan langkah selanjutnya, dan shirat al-mustaqim sedang ditempuh dan dijalani. Allah swt menegaskan :
ومن يعتصم با لله فقد هدي إلى صراط مستقيم
Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Ali Imran :101).
Ketabahan untuk memegang teguh tali Allah dalam kondisi demikian merupakan nikmat tersendiri bagi orang yang memiliki nyali yang kuat dan keimanan yang tidak sekedar hiasan kartu nama dan tanda pengenal. Tentunya pada saat demikian, mengharapkan pahala dari Allah juga tidak boleh dilupakan. Mengingat bahwa kesabaran sesungguhnya juga memiliki nuansa pengap yang membutuhkan kesiapan dan ketabahan. Olehnya itu, Rasulullah saw menegaskan bahwa الصبرضياء , yakni bahwa kesabaran merupakan cahaya. Tetapi bukan sekedar cahaya saja layaknya shalat الصلاة نور) ), tetapi ia juga merupakan cahaya yang mengandung unsur panas yang agak menyengat. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Allah swt dengan firman-Nya : والشمس ضياء (Matahari sebagai cahaya yang mengandung hawa panas).
Selain tetap bertahan dalam koridor keimanan, berdo'a dan berbuat hendaknya dilakoni dengan baik. Adapun do'a, ia merupakan rintihan kepada zat yang memang menghendaki kita merintih. Rintihan yang makin mempertegas posisi kita sebagai mahluk lemah dihadapan yang maha kuat lagi perkasa. Dengan kekuatan dan keperkasaan-Nyalah kita harapkan cobaan yang menimpa dapat dilewati dengan penuh kesabaran. Dan dengan rahmat-Nya pula kita menunggu jalan keluar yang dapat menegaskan keimanan dan mengokohkan status kehambaan kita di hadapan-Nya. Do'a yang direkomendasikan Rasulullah saw saat kita dirundung duka dan nesatapa adalah berikut ini :
اللهم إني عبدك واين عبدك وابن أمتك ، ناصيتي بيدك ، ماض في حكمك ، عدل في قضا ؤك ، أسألك بكل اسم هو لك ، سميت يه نفسك ، أوعلمته أحدا من خلقك ، أو أنزلته قي كتايك ، أو استأثرت به قي علم الغيب عندك ، أن تحعل القرآن ربيع قلبي وجلاء حزني وذهاب همي
Yaa Allah ! Sungguh aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu (Adam) dan anak hamba perempuan-Mu (Hawwa). Ubun-ubunku di tangan-Mu. Keputusan-Mu berlaku mutlak bagiku. Takdir-Mu sangat adil bagiku. Saya meminta kepada-Mu dengan segala nama (baik) yang Engkau sandangkan pada diri-Mu, atau nama yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari mahluk-Mu, atau nama-nama yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau khusukan bagi diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu, hendaknya Engkau menjadikan al-Qur'an sebagai penawar hatiku, pembersih rasa sedihku dan pemadam bagi kekalutan yang membalut diriku. (HR. Ahmad dengan kwalitas hadits yang shahih).
Terkait dengan tindakan, sebaiknya kita mengikuti anjuran Rasulullah saw. Dalam hal ini, meghindari sikap marah merupakan cara yang telah digambarakan oleh beliau. Marah ketika mendapatkan musibah merupakan bentuk kekerdilan jiwa dan merupakan manipesatasi lain dari ketidaktundukan terhadap taqdir Allah swt. Marah tidaklah memberikan apa-apa kecuali jiwa yang memberontak, perasaan yang menggugat daan terkadang mengundang ungkapan yang tidak pantas serta sikap kekanak-kanakan. Semua gambaran psikologis dan fsikis di atas merupakan tipikal orang-orang yang jauh dari nilai-nilai keislaman. Jiwanya hampa dan menjadi sarang nafsu amarah yang setiap waktu siap mejerumuskannya dalam kobaran jiwa yang tak bertepi. Prilaku ini sesungguhnya karakter kaum jahiliah yang hanya pantas disematkan kepada orang-orang pendalaman. Yaitu orang-orang yang tidak mengenal bahasa interaksi yang bijak walaupun hanya terbatas pada dirinya sendiri.
Sikap amarah ini menjadi salah satu perhatian Islam dan merupakan sikap yang ingin disemai pada kedalaman jiwa kaum muslimin. Rasulullah saw berpesan kepada salah seorang sahabatnya :
لا تغضب ، لا تغضب ، لا تغضب .
Janganlah marah, jangan marah, jangan marah. (HR.Muslim).
Gambaran lain diberikan oleh Rasulullah saw dengan memperkenalkan orang yang sesunguhnya perkasa dalam pandangan Islam. Beliau menyatakan :
ليس الشديد با لصرعة ، إنما الشديد الذي يملك نفسه عتد الغضب
Orang yang perkasa itu bukanlah yang mampu menundukkan lawannya dalam pergulatan, tetapi orang yang perkasa sesungguhnya adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika sedang marah. (Muttafaq Alaihi).
Kendali diri ketika sedang marah menjadi tolak ukur keperkasaan seseorang dalam Islam. Karena sesungguhnya ia sedang menundukkan dirinya sendiri sebelum ia mampu melumpuhkan musuh eksternalnya. Secara internal, sikap marah merupakan musuh dalam selimut yang terkadang tidak disadari keberadaanya oleh banyak orang. Keimananlah yang mampu mendeteksi eksistensinya dan keimanan pula yang mampu menundukkannya pada hal-hal positif.
Sikap amarah merupakan sikap yang melekat pada diri manusia. Ia merupakan salah satu karunia yang diberikan oleh Allah swt. agar manusia mampu mempertahankan eksistensinya. Islam datang tidak dalam rangka menghapus dan menghilangkan sikap marah dalam diri manusia. Islam hanya memberikan pengarahan agar energinya bisa diberdayakan pada hal-hal positif. Tanpa nafsu marah, manusia cendrung lemah dan tidak memiliki semangat bertahan dalam lautan kehidupan ini. Arus yang sedang mengganas di sungai tidaklah boleh dibendung dengan berbagai cara. Karena memang perbuatan itu mustahil mampu dilakukan oleh manusia. Tetapi dengan kesadaran penuh, manusia dapat memanfaatkan arus tersebut dan mengarahkannya ke sawah dan ladang sehingga menumbuhkan berbagai tanaman, tumbuh-tumbuhan dan pepohonan. Jika tidak, memfungsikannya sebagai alat untuk menggerakan generator sebagai pembangkit listrik merupakan kecerdasan tersendiri. Demikianlah Islam mengarahkan kita untuk menyikapi kemarahan. Pengarahan yang merefleksikan kecerdasan tanpa berusaha melawan tabiat manusia yang mustahil diingkari apalagi dihilangkan.
HANYA KEPADA ALLAH SWT. TEMPAT MENGADU.
Menerima ketentuan Allah swt merupakan kebaikan iman. Bahkan ia merupakan pilar utama dari sekian tonggak keimanan. Sunattullah pasti berlaku bagi kita, manusia, baik kita mau, siap ataupun tidak. Jika kita menerima karena megakui takdir Allah swtt berarti kita adalah orang yang mengenal-Nya dengan baik. Dengan pengetahun itu, manusia menyadari bahwa tidak ada tempat mengadu kecuali kepada-Nya. Dalam gengaman-Nyalah segala kejadian di jagat raya ini. Ia telah menuliskannya sejak 50.000 tahun yang lalu sebelum Ia menciptakan langit dan bumi. Rasulullah menginformasikan :
كتب الله مقادير الخلا ئق قبل أن يخلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة ، وكان عرشه على الماء
Allah telah menuliskan takdir semua mahluk 500.000 tahun sebelum ia menciptakan langit dan bumi. Dan aras-Nya berada di atas air.
Sesungguhnya manusia tidak memiliki pilihan saat menghadapi cobaan kecuali tunduk kepada-Nya, mengadu kepada-Nya dan mengharap pahala dari-Nya. Karena memang, ditinjau dari segi manapun, sikap itulah yang terbaik baginya. Tetapi Allah dengan keluasan rahmat-Nya memberikan kesempatan untuk memilih bagi manusia. Dari pilihan ini terlihat siapa sesungguhnya yang memiliki sikap terbaik berdasarkan kesadaranya sebagai seorang hamba. Dan siapa yang memilih kejelekan berdasarkan ketidaksadarannya akan posisinya sebagai hamba. Bahkan terkadang ada yang sok menantang dengan alasan klise untuk menjastifikasi pilihan-pilihannya. Padahal, sejatinya itu adalah rasionalisme setan yang ditiupkan kepada para calon-calon buruannya untuk menentang hak progeratif Allah swt. Pilihan yang diikuti oleh kesadaran penuh dan tanpa paksaan apa-apa inilah yang merefleksiakan posisi seseorang di hadapan Allah swt. Dan di sanalah sesungguhnya cobaan itu terjadai, yaitu ketika hak memilih diberlakukan bagi semua manusia. Bagi yang memilih sikap terbaik berupa kesabaran, mengharapkan pahala kepada Allah dan meminta kemudahan hanya kepada-Nya maka ujian itu telah dilewatinya dengan sukses. Pengalaman untuk melewati cobaan demikian menjadi modal selanjutnya dalam menghadapi sesi kehidupan berikutnya. Sebaliknya, bagi mereka yang memilih opsi kedua, maka ia tidak lulus. Ia membutuhkan penataan ulang terhadap struktur kepribadiaanya plus struktur keimanannya dengan ilmu-ilmu keislaman. Sehingga pada ujian selanjutnya ia bisa melewatinya dengan mendulang prestasi. Jika tidak, dikhawatirkan pengalaman serupa akan membuatnya berkarakter emosional, bertempramen tinggi dan bersikap kerdil detiap kali cobaan datang di kemudian hari.
NABI DAN WALI PUN TAK BERHAK TERHADAP MASALAH INI.
Kalaulah ada yang mengadu kepada selain Allah, hingga wali, nabi, atau malaikat sekalipun, tetap saja tidak ada untungnya. Bahkan dengan itu, seseorang rentan untuk terjerumus dalam kubangan kesyirikan. Karena itulah, terhadap orang yang menganggap Rasulullah punya peluang untuk maksud demikian, Allah memerintahkan beliau untuk meralat anggapan mereka :
قل لا أملك لكم ضراولا رشدا
Katakanlah (Wahai Muhammad), sesunggunya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemampaatan. (QS al-Jinn : 21).
Bahkan terhadap diri Rasulullah sendiri, Allah memintanya untuk mengumumkan kepada manusia :
قل لا أملك لنفسي نفعا ولا ضرا إلا ما شاء الله ولو كنت أعلم الغيب لأكثرت من الخير
Katakanlah (wahai Muhammad), Saya tidak bisa memberi manfaat kepada diriku sendiri dan tidak pula bisa menolak bahaya, kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya." (al-A'raf : 188).
Demikianlah Rasulullah saw yang tidak melampaui kadarnya sebagai hamba Allah. Beliau di hadapan Allah dengan ummatnya sama sebagai hamba. Tidak lebih. Sehingga ummatnya pun tidak boleh mengangkat kedudukan beliau melebihi possisinya sebagai hamba. Karena kondisi demikian rentan dengan kesyirikan. Keagungan beliau terletak pada posisi nabi sebagai pembawa risalah. Sebuah profesi yang tidak berada dalam pilihan manusia, tetapi murni berdasarkan pilihan Allah swt. Sehingga takdir Allah yang berlaku umum, seperti musibah, cobaan, dll, juga dialami oleh Rasulullah saw. Bahkan cobaan demikian terjadi beberapa saat sebelum Rasulullah memenuhi pangilah rab-Nya, dengan tujuan agar beliau mendapatkan pahala tertinggi kesabaran. Pahala yang tidak dapat dicapai kecuali dengan cobaan. Wallahu A'lam.
0 komentar:
إرسال تعليق