الأربعاء، 28 ديسمبر 2011

AGAR CINTA TAK LAYU (Bag.2)

Alih Bahasa : Idrus Abidin
PILAR-PILAR KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA


Rumah tangga memiliki pilar-pilar yang harus dipenuhi oleh suami istri, berupa :
A.    AGAMA :
Dalam hadits Nabi, agama menempati urutan pertama ketika memilih pasangan hidup bagi kedua calon pengantin. Karena agama merupakan dasar semua kebaikan dalam segala wujud ini. Ia merupakan modal dan alat bantu dalam beribadah dengan benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalehah," (HR.Imam Muslim).
Diantara faktor utama dalam mencapai kebahagiaan keluarga adalah bahwa hendaknya seorang wanita dipenuhi rasa kasih sayang dan tidak sering mengingkari pemberian suami serta tidak mandul. Karena sikap perempuan yang tidak mensyukuri pemberiaan suami akan melahirkan kebencian dan permusuhan.

B.     AMANAH.
Amanah adalah kesadaran jiwa yang membentuk akhlak yang membingkai hubungan seseorang dengan Rabnya. Maksudnya bahwa ia selalu memiliki kesadaran penuh. Dengan adanya sikap amanah ini maka terciptalah rasa saling mempercayai antara kedua suami istri. Kepercayaan diri maksudnya adalah munculnya ketentraman jiwa dalam hati masing-masing pasangan.
Jika saja amanah menjadi karakteristik kedua pasangan maka puncak kebahagiaan akan digapai dan keluarga mampu menempati posisinya yang agung. Genersi akan mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan akan tampak nyata, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Cukuplah amanah mendapatkan posisi yang agung ketika Rasulullah saw menjadikannya sebagai inti dari seluruh keimanan dengan sabdanya, "Tidaklah ada keimanan bagi orang yang tidakmemiliki sikap amanah."


C.    IKHLAS.
Ikhlas merupakan rahasia kebahagiaan orang-orang yang saling mencintai. Ia berarti bebasnya rumah tangga dari penipuan dan kemunafikan. Ia merupakan kebeningan hubungan suami istri dalam rangka menghadapi berbagai masalah yang sebenarnya dan berusaha menempatkan segala macam persoalan pada tempatnya masing-masing serta bekerja untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut tanpa adanya tipu daya atau sikap dongkol atau keterlambatan.
Jika keikhlasan terwujud maka keluarga akan meperoleh penyelesaian dari semua rasa kesal yang biasanya menghambat kesucian hidupnya. Ikhlas berarti keterbukaan secara mutlak antara suami istri dan adanya transparansi antara mereka.
Jadi keikhlasan merupakan rahasia yang akan menyelesaikan masalah bagi orang-orang yang saling mencintai dan pada gilirannya akan mengantar mereka menuju rumah tangga yang dihiasi dengan kebahagiaan yang menyeluruh.

D.    PRILAKU YANG BAIK.
Yaitu menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji, ucapan dan perbuatan yang baik serta sikap-sikap yang utama.
Ia juga berarti adanya sikap lemah lembut antara suami istri dan usaha untuk menjauhi sikap keras, kasar, tinggi hati dan sombong yang nantinya dapat mewujudkan rasa damai dan kasih sayang. Dengan demikian, masing-masing dapat memaafkan kesalahan dan kekhilafan pasangannya dan berusaha mencarikan alasan yang baik terhadap kesalahan-kesalahan serta memafkan kekurangan-kekurangan yang ada.
Ia juga berarti berusaha meniggalkan sikap jelek, ucapan rendahan, kufur nikmat, ungkapan keras dan perbuatan yang keji. Betapa benar sabda Rasulullah saw ketika mengatakan, "Kebaikan adalah sikap yang baik.", (HR.Muslim).
Kata kebaikan di sini mencakup semua jenis keutamaan dan kemuliaan dalam sifat, ucapan dan perbuatan. Sikap yang baik dan akhlak terpuji merupakan hikmah dibalik diutusnya Rasulullah saw, sebagaimana tercermin dalam sabdanya, "Saya diutus dalam rangka menyempurnakan akhlak yang baik".

E.     HUBUNGAN YANG BAIK.
Maksudnya adalah eratnya hubungan antara kedua saumi istri. Artinya bahwa seorang suami menjalani kehidupan berumah tangga bukan karena pilihan yang harus ia terima tanpa adanya kesempatan baginya untuk memilih sendiri calon pasangannya. Atau keinginan untuk berumah tangga yang akhirnya menuai kegagalan. Alasan yang diungkapkannya adalah : Dia bukan pilihan saya, tetapi dia adalah pilihan ayah, ibu, dan saudara-saudara saya, atau pun alasan-alasan serupa. Ini merupakan kesalahan besar dan alasan yang paling buruk yang pernah ada.
Wajib bagi kedua pasangan untuk memilih pasangannya masing-masing berdasarkan kehendak dan pilihan mereka. Dengan demikian, ikatan jiwa dan rasa antara pasangan dapat terwujud. Pilihan demikian tentunya tetap dibingkai dengan syari'at Allah Swt..

F.     WAWASAN AGAMA.
Wawasan agama berarti pemahaman suami istri terhadap agama yang mereka anut dan pengetahuan keduanya tentang aturan-aturan Allah Swt., halal dan haram, baik dan buruk dan wawasan tentang hak-hak suami terhadap istrinya dan hak-hak istri terhadap suaminya. Maksudnya, keduanya memahami hak dan kewajiban masing-masing.
Suami istri saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Mereka berdua bukanlah  dua insan yang saling berlawanan. Firman Allah Swt., "Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu."[1]
Jika keduanya mengetahui posisinya masing-masing dan mengetahui kewajibannya dalam agama maka kehidupan akan bermuara pada sikap istiqamah dan keluarga akan memperoleh kebahagiaan yang sumbernya berasal dari ketakwaan kepada Allah Swt..
Jadi, pilar-pilar kehidupan yang baik adalah merupakan amal shaleh yang disertai dengan keimanan kepada Allah Swt.. Dengan demikian, kebahagiaan, ketentraman dan rasa cinta antara suami istri  dapat segera terwujud. Fitrah ajaran Muhammad menghendaki keseimbangan dalam melaksanakan sesuatu maupun meninggalkannya yang dapat melahirkan keseimbangan antara ibadah dan pemenuhan hak dan kewajiban.
Kebahadiaan berumah tangga tidaklah tumbuh dan tidaklah langgeng kecuali jika kedua suami istri berusaha untuk mewujudkannya. Ia merupakan buah dari perpaduan antara kehendak suami dan kehendak istri. Ia bagaikan bayi, yang mana, kedua suami istri bekerja sama dalam rangka mewujudkan keberadaanya atas izin Alah Swt..
Jadi suami melakukan tugasnya dalam rangka mengayomi, bersikap baik dan memperlakukan anggota keluarga dengan baik. Sementara itu, istri tampil sebagai penyejuk sehingga lahirlah kasih sayang antara keduanya atau apa yang disebut sebagai kebahagiaan.
Sebagaimana bayi membutuhkan pengayoman, pengorbanan dan sikap untuk diutamakan, maka demikian pula kebahagiaan.  Usaha suami istri untuk tetap menjaga keberadaannya dan selalu menumbuhkannya serta memeliharanya berarti itu merupakan usaha untuk melestarikan dan mengembangkannya.
Kebahagiaan suami istri membutuhkan jiwa pengorbanan yang mengeratkan ikatan antara kedua orang tua dengan anak-anaknya. Jika saja kedua orang tua bersabar dalam menghadirkan rasa pengorbanan itu maka kebahagiaan suami istri akan menjelama menjadi keceriaan, ketentaraman dan kegembiraan.
Untuk hal demikian, suami istri hendaknya selalu terus menerus mengembangkan sikap tenggang rasa, baik dalam satu kesempatana atau dengan cara bergantian.
Dan suami hendaknya selalu menjadi pionir dan memimpin istrinya dalam segala hal. Hal pertama dan utama dalam hal ini adalah kebahagiaan. Wanita selalu membutuhkan orang yang dapat mengarahkannya, sebagaimana pepatah Jerman berbunyi, "Sapi dan wanita tidak dapat ditundukkan tanpa adanya tali kendali".
Kebahagiaan hendaknya selalu dimonitor, khususnya pada tahun-tahun pertama. Dan sesegera mungkin mengobati hal-hal yang menimpanya agar tidak menjadi akut sehingga sulit untuk disembuhkan.
Semua itu dilaksanakan tanpa adanya sikap memaksakan diri, tetapi dengan penuh kesungguhan dan kesederhanaan. Hal demikian, karena suami ketika melihat pada wajah istrinya tanda-tanda kebahagiaan, rasa cukup, rasa senang dan rasa tentram, sedang bibirnya menampakkan senyuman yang manis, matanya memancarkan pandangan lembut yang dipenuh dengan kasih sayang, maka ketika itulah perasaan yang  sedang dinikmati oleh pasangannya terpantul kepadanya diseratai dengan perasaan tenang dan rasa syukur terhadap nikmat Allah Swt..
Bisa dikatakan bahwa suami istri mampu melahirkan kebahagian jika keduanya memang menghendakinya, sebagaiamana terdapat pada kisah berikut :
Diceritakan bahwa ada seseorang dari suku quraisy yang memiliki kekayaan dan sangat dermawan. Hanya saja tabiatnya keras jika ada yang menyebabkannya marah. Karena iatulah, setiap kali ia menikah maka setiap kali itu  pula istrinya minta cerai kepadanya karena sifat kerasnya itu. Lalu ia meminang seorang wanita mulia dari kalangan suku quraisy. Wanita tersebut telah mengetahui karakternya dan sikap kerasnya. Keitka laki-laki itu menyerahkan maharnya, ia mengajaknya berbicara empat mata dan mengatakan kepadanya : "Wahai wanita yang menjadi calon istriku ! Saya memiliki sikap keras yang dapat engkau terima dengan kemualiaan dan kelapangan dadamu. Semoga kamu memiliki stok kesabaran yang banyak untuk hal tersebut. Kalau tidak, maka saya tidak usah menyembunyikan hal tersebut darimu."
Dengan penuh percaya diri, sebagai wanita yang penuh kasih sayang dan yakin akan kemampuannya untuk mewujudkan kebahagiaanbersamanya, ia mengatakan : Sifatku lebih jelek darimu. Siapa yang membuatmu tergantung kepada sifat jelek itu !! Ia lalu mencumbunya dan tidak terdengar kata-kata kasar antara keduanya hingga kematian memisahkan mereka.
Lihatlah ! Betapa semangat kuat dari kedua pasangan itu untuk menghadirkan kebahagiaan telah membuahkan kehidupan yang baik dan penuh dengan teladan.
Jadi, kebahagiaan bukanlah hal yang jauh dari realita dan sulit terwujud, sebagaimana kemalangan bukanlah hal yang mutlak adanya. Kemampuan sumi istri untuk melahirkan kebahagiaan dan kemalangan sama besarnya. Penjelasannya adalah bahwa masing-masing dari suami maupun istri memiliki potensi untuk mewujudkan kebahagiaan maupun kemalangan pada waktu bersamaan. Hanya saja kebahagiaan  akan muncul jika saja sebab-sebabnya dihadirkan sehingga peluang kemalangan dalam diri masing-masing dapat terkubur dan tersisih.
Kebahagian sumi istri yang berlandaskan pada petunjuk, hikmah, keridhaan, kesabaran, shalat, tawakkal dan rasa syukur adalah merupakan pengantar menuju kebahagiaan secara mutlak dan menyuluruh pada hari akhirat nanti insya Allah.
Juga bahwa ketulusan kepada Allah Swt. dan kesungguhan untuk terbebas dari kepenatan dapat merubah keluarga dari neraka yang tak tertahankan menjadi sorga, yang mana tiap anggota keluarga dapat merasakan kenimatan di dalamnya.
Hal yang menunjukkan bahwa masalah ini lebih sederhana dan lebih dekat dibanding apa yang diasumsikan orang adalah kisah seorang wanita yang datang menemui seorang ulama yang shaleh untuk mengungkapkan kepadanya bahwa : Saya membenci suamiku. Bahkan saya pernah hampir meminta cerai darinya karena saya merasa sangat ingin mencelakainya siang malam. Ulama tersebut mengatakan kepadanya : Dalam kondisi seperti ini, saya menyarankan anda untuk memulai menampakkan kecintaanmu dan kebanggaanmu kepadanya. Jika ia telah merasakan bahwa tidak bisa lepas darimu maka mulailah unutk minta talak. Nah, itulah cara terbaik untuk menyakiti perasaanya !
Setelah berlalu beberapa bulan, wanita itu kembali menemui sang ulama dan memberitahunya bahwa ia telah mengikuti nasehatnya. Ulama tersebut langsung memotong percakapannya dengan mengatakan : Sekaranglah waktunya untuk meminta talak.
Tiba-tiba wanita itu berteriak dengan penuh penolakan : Talak !? Mustahil. Saya benar-benar telah mencintainya. Apa yang terjadi bagi suami istri jika berusaha menampilkan faktor-faktor kebahagiaan berupa rasa cinta, rasa bagga, rasa lembut dan kasih sayang pada kedalaman diri masing-masing !?


[1]  QS.Al-Baqarah : 237.

0 komentar:

إرسال تعليق

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

نموذج الاتصال