Friday, December 14, 2018

Islam Taat Vs Islam Filsafat.

Pembuka.

Seringkali  puncak prestasi intelektual dibanggakan ketika bulan telah dikunjungi, mars sedang diteliti, bahkan bisa jadi matahari katanya telah disambangi (gosong deh.....hehehe). Padahal, muslim dg imannya bertamasya ke langit setiap waktu. Menelusuri bumi dg iman; dengan terus meneliti segala keajaiban Allah di alam semesta.. Terus melangit melewati ruas2 angkasa hingga langit ke-7, menuju ke kursi, melewati air, mencapai Arasy hingga bertemu (jiwa) dengan Allah. Bukankah itu prestasi spiritual/intelektual yang sebenarnya dicari di dunia dan di akhirat kelak ?!


Nasehat, Subtansi Islam.

Kalau ia, tentu awalnya berasal dari nasehat langit (Wahyu), yang turun ke bumi via nabi2 yang berbekal kitab suci. Satu pesan dan nasehat Allah, sebelum melepas kepergian Adam dan Hawwa dari surga, ke pentas dunia, "Siapa pun mengikuti NasehatKu (petunjuk/hidayah), pasti dia tak akan cemas dg masa depan (optimis) dan takkan sedih dengan (kesalahan) masa lalu (karena sudah taubat)." (QS Al-Baqarah : 38)
Nasehat adalah pemurnian orientasi, pengarahan visi dan penegasan misi. Nasehat mencakup tujuan, praktik, tata cara ibadah dan pengelolaan bumi dg khilafah; dengan penuh amanah demi tegaknya keadilan di bumi, untuk menyingkirkan kezaliman dan menyebar Ihsan Allah di mana-mana ('imarah).

Nasehat dalam kacamata pendidikan adalah ranah afektif, ranah psikomotorik dan ranah kognitif sekaligus. Bukan hanya kepuasan intelektual semata, namun sepi praktek dan miskin perasaan (wijdani); sebagaimana umumnya intelektualitas yang Kebablasan.
Untuk apa dan siapa pemurnian (nasehat) itu?!, "Agar murni orientasi kita kepada Allah, ikhlas belajar kepada kitabullah (al-Qur'an),  kita jujur berittiba kepada Rasulullah (sang suri tauladan dunia akhirat), murni sikap taat kita kepada pemimpin muslim dan  persahabatan kita semua dengan masyarakat muslim, jujur dan apa adanya," demikianlah ucap sang Rasul.
Dari Telinga, Turun ke Nalar, Hingga Menggoda Jiwa.

Nasehat langit yang membumi via lisan Rasul itu menyentuh telinga, membasuh nalar, menjernihkan jiwa. Tumbuhlah keimanan dan keyakinan akan perkara ghaib. Tergeraklah fisik untuk shalat, terbetiklah dalam jiwa untuk berinfaq (zakat). Mereka juga sangat percaya pada al-Qur'an dan kitab suci yang ada sebelum era Rasulullah. Mereka akhirnya disebut pribadi-pribadi sukses dunia akhirat.
Mereka juga dipuji Allah sebagai orang-orang berhati suci (Ulul Al-Baab), bernalar Cerdas (ulun Nuha), bermata jeli (Ulul Abshar) dan semua bentuk pujian yang membanggakan dan memuaskan jiwa (optimis)
Sami'na Wa Atha'na Cermin Muslim Sejati.
Pantaslah kalau sikap resmi mereka, sami'na wa Atha'na (siap patuh dan siap taat); bukan sami'na wamikirna wa makarna (dengar, mikir dan bikin makar). Hehehe....
Jika melihat sesuatu yang sedikit memberatkan hati, mengerutkan dahi, mereka cuman berseloroh; sami'na wa Atha'na, gufranaka rabbana, wa ilaikal mashir. (Kami dengar, kami patuh, tapi mohon ampunanMu ; kemana lagi kami  pergi meminta solusi, memohon keringanan, kalau bukan padaMu, wahai rabbku). Maka,  mereka terus melantunkan senandung do'a, "Janganlah siksa kami atas segala kealpaan dan khilaf. Janganlah Bebani kami dengan tugas berat yang pernah engkau bebankan kepada mereka yang ngeyel di masa lalu. Janganlah Bebani kami wahai Rabbku dengan tugas yang berat kami pikul. Ampuni, maafkan dan sayangi kami. Engkaulah Tuhan kami (Maulana), karenanya bantulah kami agar bisa mengungguli orang-orang kafir itu; dunia akhirat. (QS Ali Imran : 285 - 286).

Nasehat Itu, Amar Makruf Nahi Munkar.
Langit tak tinggal diam karena berharap manusia tidak salah jalan (tersesat) dan tidak dimurkai Allah (magdub). Larangan bertubi-tubi diperdengarkan. Jangan bikin kerusakan di bumi dg kekafiran, kemunafikan, kedurhakaan dan segala bentuk kemaksiatan.  Jangan tumpahkan darah dan kehormatan !!! Demikianlah titah langit.
Perintah berkali-kali disampaikan. Uruslah imanmu, sebagaimana rasul dan para sahabat memeliharanya dengan penuh perjuangan. Itulah bukti kecerdasanmu. Demikianlah amar makruf dan nahi Munkar senantiasa menggema lewat mimbar, via tweet, lewat FB, via Yahoo, lewat YouTube dll. Namun, hanya mereka yg beriman seperti nabi dan sahabat saja; yang siap merapat.
Tak Mempan Nasehat, Awal Malapetaka.

Ketika telinga tak lagi berguna. Saat mata tak lagi mencerap kebenaran. Ketika nalar tak lagi bersinergi dengan kitab suci. Maka hati tinggal bangkai dalam fisik tanpa arti. Innalilahi wa innailaihi Raji'un. Mayat pun gentayangan di setiap pelosok negeri. Walaupun tak disebut pocong millenial. Tak dikenal dg genderuwo yang sedang menyamar. Tak pula disebut sontoloyo.....
Hati telah tergembok, begitupun mata, telinga dan  nalar. Kebenaran menjadi batil. Ketenaran menjadi impian. Kebohongan jadi hobi. Sedang kejujuran mati suri, keadilan tampak Begitu sepi dan ampunan Allah tidak lagi banyak yg peduli. Pantaslah bagi orang kafir, nasehat tak lagi berarti. Sedang orang munafik divonis oleh Allah sebagai orang bisu (tidak bisa ngomong kebenaran), buta, tuli. Ujungnya, mereka tidak bisa kembali kepada kebenaran (taubat). Padahal sumber kebenaran itu mengitarinya, membersamainya, melingkupinya; setiap saat, tiap-tiap bergulirnya waktu. Mukjizat katanya sihir. Giliran sihir dianggap mukjizat. Ustaz dianggap dukun, saat dukun beneran dipanggil pak ustadz. Persatuan Islam dianggap makar, persaudaraan iman  dianggap intoleran. Lengkap sudah kedunguan itu dibela-bela.

Agama Iblis; Hawa Nafsu Berbungkus Rasionalitas (Filsafat Sekuler).
Bagi mereka, Islam hanyalah wawasan budaya masa lalu. Islam tak punya dan tak diharapkan di masa depan. Islam hanyalah intelektualitas. Islam tak perlu diyakini, tidak butuh dibela dengan kata-kata, apalagi senjata. Kalau pun Islam itu dicatut, cukuplah disebut Islam liberal, Islam kiri, Islam Nusantara dan Islam politik yang menyembah Allah saat pemilihan sudah mendekat, ketika foto dipajang di spanduk2 Propaganda. Bagi mereka, kemajuan Islam bagai halilintar yang menyambar-nyambar. Perkembangan Islam, bagi mereka seperti kilat yang membuat mata silau. Mereka tidak peduli hujan (Islam) yang membasahi bumi dan menumbuhkan tanaman yang beragam jenis, cantik penuh pesona; tiada dua (termasuk iman di hati).

Filsafat dijadikan standar kecerdasan, pisau analisa dalam penelitian, kaca mata dalam pengamatan. Hasilnya, iman hanya sebatas membenarkan (tasdiq); tidak perlu ucapan lisan, tak butuh praktek lapangan (fisik). Islam hanya wawasan. Tak ada lisan kebanggaan, tak perlu aksi menuntut keadilan. Islam dipahami hanya lewat nalar intelektual;  tidak ada fitrah suci, tidak pula ada rasa spiritual (wijdani). Hasilnya, Islam filsafat hanya teori. Maksiat tidak membahayakan iman nalar intelektual, menurut teori ini. Iman tidak mengenal fluktuasi. Itulah Islam jumud, sekalipun dipasarkan dengan istilah Islam progresif, Islam rasional, Islam ingklusif dll..... Bahkan dipasarkan di universitas Islam bergengsi, atasnama studi interdisipliner. Padahal, semuanya hanya diabolisme pemikiran. Seperti ketika Iblis dulu menipu Adam dan Hawwa dengan pohon kekekalan dan kekuasaan yang tak berujung (syajaratul khuldi wa mulkin la yablaa)

Yahudi, Korban Rasionalitas Iblis.
Yahudi di masa lalu bukti yang tak perlu duplikasi. Mereka dapat karunia nabi yang melimpah. Tapi apa mau dikata, mereka para nabi-nabi itu, semua diperdaya, dimusuhi, dikriminalisasi, diframming habis-habisan sebagai musuh negara, musuh agama musuh kemanusiaan. Itu semua dokumen sejarah dalam kitab suci; yang kini diputar lagi di pentas negeri ini.
Nasrani, Spiritualitas Tak Membumi.
Nasrani lahir dengan konsep kependetaan. Adanya hanya akhirat melulu. Tidak mengenal tekhnologi untuk membela negeri. Tak mau nimbrung di politik demi tegaknya kitab suci. Enggan berbicara ekonomi dan peduli pada nasib kaum marginal. Akhirnya, riba yang merupakan perekonomian Yahudi itu; dg semua institusi perbankannya menguasai dunia, tanpa ampun.

Islam; Fitrah Suci, Bernalar Nabi (aqlii), Berbekal Bukti (Burhani) dan Semangat Ilahi (Wijdani)
Islam adalah agama fitrah; akidahnya, fikihnya, Akhlaknya. Sebelum dikenal lewat nalar rasional, Islam sudah bersemi lewat fitrah suci. Jika Islam hanya sebatas nalar intelektual, maka orang miskin yang tak berakses ke sekolah-sekolah mewah, tidak pantas berislam dan beriman?! Itulah bumerang Islam intelektual versi Muktazilah lama dan Muktazilah baru. Islam hanya sebatas intelektualitas yang hanya pantas untuk kalangan elit, tanpa realitas praktis dan tak memberi solusi. Maka jangan heran, jika lulusan syari'ah tapi anti syari'ah. Jebolan usuluddin tapi benci Islam.
Islam adalah jiwa, lisan, nalar dan praktek sekaligus; pada pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara; pada sains, tekhnologi, politik, budaya, akademik; dengan rasa keimanan yang melangit.

Penulis : Ust. Idrus Abidin, Lc, MA

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form