1633 – Dari Jabir radiyallahu anhu, ia berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam tentang pandangan tiba-tiba, lalu beliau mengatakan, "Alihkan pandanganmu".[1] (HR.Muslim).
1634- وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : كُنْتُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ مَيْمُوْنَةِ، فَأَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمِ، وَذَلِكَ بَعْدَ أَنْ أُمِرْنَا بِالْحِجَابِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيُهِ وَسَلَّمَ : "اِحْتَجِبَا مِنْهُ" فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَلَيْسَ هُوَ أَعْمَى لاَيُبْصِرُنَا وَلاَ يَعْرِفُنَا ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "أَفَعَمْيَاوَانَِ أَنْتُمَا، أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ ؟" رواه أبو دود والترمذي وقال : حديث حسن صحيح.
1634 – Dari Ummu Salamah radiyallahu anha, ia berkata,"Saya pernah berada di dekat Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Ketika itu, Maimunah berada di samping beliau. Lalu Ibnu Ummi Maktum datang. Peristiwa ini terjadi setelah turunnya perintah hijab. Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan, "Berhijablah kalian darinya". Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah dia buta. Ia tidak melihat dan tidak mengenal kami". Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan, "Apakah kalian berdua buta. Bukankah kalian berdua melihatnya".[2] (HR.Abu Daud dan Tirmizi. Ia mengatrakan : "Hadits ini hasan shahih".}
1635- وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "لاَ يَنْظَرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ اْلمَرْأَةَ إِلىَ عَوْرَةِ اْلمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرًّجَلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلاَ تُفْضِي اْلمَرْأَةُ إِلَى اْلمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ اْلوَاحِدِ". رواه مسلم.
1635 – Dari Abu Said radiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, "Janganlah seorang laki-laki melihat aurat sesamanya. Jangan pula seorang perempuan melihat aurat sesamanya. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama laki-laki dalam satu selimut. Demikian pula seorang perempuan tidak boleh bersentuhan dengan perempuan lainnya dalam satu selimut".[3] (HR.Muslim).
PENJELASAN.
Penulis rahimahullah menyebutkan, sebagaimana ia nukil dalam kitabnya Riyadhu Ash-Shalihin pada "Bab tentang larangan memandang wanita bukan mahram dan pemuda tampan tanpa adanya kebutuhan yang dibenarkan oleh syari'at", hadits dari Ibnu Jarir bin Abdullah radiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu alaihi wasallam ditanya tentang pandangan tiba-tiba, lalau beliau menjawab, "Alihkan pandanganmu".
Pandagan tiba-tiba adalah yang terjadi secara tiba-tiba, seperti ada seorang wanita yang lewat di dekatnya, sedang ia menampakkan wajahnya. Maka Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan, "Alihkan pandanganmu". Maksudnya, alihkan ke kiri atau ke kanan hingga anda tidak melihatnya. Dari hadits ini kita bisa mengambil faedah berupa haramnya seorang laki-laki memandang wanita. Tapi jika itu terjadi secara tiba-tiba maka itu dimaafkan, karena itu terjadi di luar kehendak manusia. Semua kejadian yang terjadi di luar kehendak manusia maka Allah ta'ala akan memaafkannya.
Adapun hadits kedua adalah hadits Ummu Salamah. Bahwasanya ia pernah berada di sisi Nabi shallahu alaihi wasallam, sedang di dekat beliau terdapat Maimunah. Lalu Abdullah bin Ummi Maktum -dia adalah orag buta- masuk. Hal ini terjadi ketika perintah hijab telah diturunkan. Rasulullah shallahu alaihi wasallam lalu meminta keduanya untuk berhijab. Maksudnya, Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan kepada Ummu Salamah dan Maimunah, "Berhijablah darinya". Yakni, dari Ibnu Ummi Maktum yang batu. Keduanya berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah dia buta. Ia tidak melihat dan tidak mengenal kami". Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan, "Apakah kalian berdua buta. Berhijjblah darinya". Rasulullah shallahu alaihi wasallam memerintahkan mereka berdua untuk berhijab dari laki-laki, walaupun laki-laki tersebut orang buta.
Akan tetapi hadits ini dhaif, karena semua hadits-hadits shahih bertentangan denganya. Rasulullah shallahu alaihi wasallam pernah mengatakan kepada Fathimah binti Qais, "Beriddahlah di rumah Ibnu Ummi Maktum, karena dia adalah orang buta, engkau bisa menanggalkan hijabmu di dekatnya". Hadits ini terdapat dalam kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim. Adapun hadits yang disebutkan oleh penulis rahimahullah ini, Imam Ahmad mengatakan, "Me-marfu'kan-nya kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam adalah shalah". Maksudnya, hadits ini tidak benar berasal dari Rasulullah shallahu alaihi wasallam.
Atas dasar ini, maka wanita tidak haram memandang laki-laki, walaupun sang laki-laki itu bukan mahram. Tetapi dengan satu syarat, ia melihatnya tidak dengan syahwat atau tidak untuk bersenang-senang. Maksudnya, pandangannya biasa saja. Karena itulah, kita mendapati laki-laki sedang berada di pasar degan wajah terbuka,. sedang wanita memandang wajah mereka. Demikian pula wanita pada zaman Nabi shallahu alaihi wasallam. Mereka datang ke masjid, sedang laki-laki tidak berhijab dari mereka. Kalau saja laki-laki tidak boleh dilihat oleh wanita, pasti mereka harus memakai hijab sebagaimana wanita berhijab dari mereka. Yang benar adalah bahwa wanita boleh memandang laki-laki selama tidak dengan syahwat dan menikmatinya. Adapun laki-laki, mereka diharamkan memandang wanita sebagaimana hadits yang kita bahas dan seperti hadits-hadits sebeblumnya.
Adapun hadits terakhir adalah hadits Abu Said Al-Khudri radiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu alaihi wasallam berkata "Jangan pula seorang perempuan melihat aurat sesamanya. Seorang laki-laki tidak boleh bersentuhan kulit dengan sesama laki-laki dalam satu selimut. Demikian pula seorang perempuan, mereka tidak boleh bersentuhan dengan perempuan lainnya dalam satu selimut". Sabda beliau "Janganlah seorang perempuan melihat aurat sesamanya" adalah larangan bagi wanita untuk melihat aurat sesamanya. Maksudnya, jika aurat wanita yang dilihat sedang tersingkap karena angin atau karena buang air atau sebab serupa, maka wanita lainnya tidak dibolehkan melihat auratnya. Yaitu, antara lutut dengan puser. Demikian pula laki-laki, jika auratnya tesingakap karena angin atau selainnya, maka lelaki lainnya tidak dibenarkan melihat aurat sesamanya.
Hadits ini banyak dicampakkan oleh kaum wanita. Mereka mengatakan, "Wanita tidaklah diharuskan menutup badannya kecuali antara lutut dengan puser". Ini adalah pemahaman yang salah, karena Rasulullah shallahu alaihi wasallam tidak memberikan rukhsah bagi wanita untuk memakai pakaian yang hanya sebatas antara lutut dan puser. Rasulullah shallahu alaihi wasallam hanya melarang wanita untuk melihat aurat wanita lain. Perbedaan antara kedua masalah ini sangat jelas. Perampuan yang berpakaian haruslah menutupi semua anggota tubuhnya. Para istri-istri sahabat radiyallahu anhum menutup mulai telapak kaki hingga telapak tangan mereka. Semua itu tertutup rapat. Tatapi jika misalnya ada wanita tersingkap auratnya karena kebutuhan tertentu atau tersingkap karena pengaruh angin atau selainnya, maka wanita lain tidaklah boleh melihat antara lutut hingga pusernya.
Demikian pula berlaku terhadap laki-laki. Seorang laki-laki tidak dibolehkan melihat aurat sesamanya, yaitu antara lutut dengan puser. Bagi laki-laki, ia boleh membuka dada dan legan kepada saudaranya. Sebagai bukti, laki-laki bisa saja hanya memakai sarung, sebagaimana pada hadits orang yang meminta kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam agar dinikhkan dengan wanita yang menyerahkan dirinya kepada beliau. Seorang wanita mendatangi Rasulullah shallahu alaihi wasallam sambil mengatakan, "Wahai Rasulullah. Saya menyerahkan diriku padamu". Rasulullah shallahu alaihi wasallam lalu memandang tubuhnya dari kaki hingga bagian atas. Tetapi beliau tidak merasa tertarik kepadanya hingga beliau diam saja. Wanita itu lalu duduk.
Kemudian ada seseorang dari kalangan sahabat mengatakan, "Nikahkan aku dengannya wahai Rasulullah". Beliau bertanya, "Mahar apa yang engkau miliki ?". Ia mengatakan, "Saya hanya memiliki sarung". Sahal sebagai perawi hadits mengatakan : Ia tidak mempunyai pakaian. Ia hanya memiliki sarung saja. Rasulullah shallahu alaihi wasallam lalu mengatakan lepadanya, "Jika engkau memberikan sarungmu maka engkau tidak mempunyai sarung. Jika saya biarkan sarung itu padamu maka ia tidak mendapatkan mahar. Cari dan cari lagi. Carilah walaupun hanya sebuah cincin besi saja". Ia pun pergi mencari, tetapi ia tidak menemukan sesuatu walaupun hanya sekedar cincin besi. Dia adalah orang yang miskin. Rasulullah shallahu alaihi wasallam bertanya kepadanya, "Apa engkau memnghafal beberapa ayat Al-Qur'an ?". Ia menjwab, "Ia, saya menghafal surah begini….". Beliau mengatakan, "Saya nikahkan engkau dengannya dengan ayat yang engkau hafal". Maksudnya, ajarilah dia dengan surah-surah yang engkau hafal. Itulah maharnya.
Sebagai bukti pendukung adalah bahwa sang laki-laki tidaklah bermasalah jika ia hanya memakai sarung. Adapun perempuan, tentu mereka tidak mungkin cukup dengan hanya memakai sarung saja. Itu bukanlah budaya istri-istri para sahabat raduyallahu anhum. Wallahu Al-muwaffiq.
PERTANYAAN SEKALIGUS JAWABANNYA.
0 komentar:
إرسال تعليق