Alih Bahasa : Idrus Abidin
Sumber : Syarah Riyadhu Shalihin, Syekh Sholeh al-Utsaimin
Allah subhana wata'ala berfirman (QS.An-Nisaa': 117-119).
وَعَنْ أَسْمَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ ابْنَتِي أَصَابَتْهَا اْلحِصْبَةُ، فَتَمَرَقَ شَعْرُهَا، وَإِنِّي زَوَّجْتُهَا، أَفَأَصِلُ فِيْهِ ؟ فَقَالَ : لَعَنَ اللهُ الوَاصِلَةَ وَاْلمُوْصُوْلةَ"َ. متفق عليه.
وفي رواية : "الواصلة والمستوصلة".
وفي رواية : "الواصلة والمستوصلة".
1650 – Dari Asma radiyallahu anha, bahwasanya ada seorang perempaun yang bertanya kepada Nabi shallahu alaihi wasallam dengan mengatakan, "Wahai Rasulullah ! Putriku terkena penyakit panas sehingga rambutnya rontok dan saya akan segera mneikahkannya, bolehkah saya menyambung rambutnya ?". Beliau menjawab, "Allah subana wata'ala mengutuk orang yang menyambung rambut dan orang yang disambung rambutnya". (HR.Bukhari dan Muslim). pada riwayat yan lain : "Orang yang menyambung rambut dan orang yang minta agar rambutnya disambung."
وَعَنْ عَائِشَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا نَحْوَهُ. متفق عليه.
1651 – Dari Aisyah radiyallahu anha dengan matan hadits seperti di atas . (HR.Bukhari dan Muslim).
وَعَنْ حُمَيْدٍ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَا وِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ –عَامَ حَجٍّ- عَلَى اْلمِنْبَرِِ وَتَنَاوَلَ قِصَّةً مِنْ شَعْرٍ كَانَتْ فِي يَدِ حَرَسِيٍ فَقَالَ : يَا أَهْلَ اْلمَدِيْةَِ، أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ ؟ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذَا وَيَقُوْلُ : "إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُوْ إِسْرَائِيْل حِيْنَ اتَّخَذَهَا نِسَا ؤُهُمْ". متفق عليه.
1652 – Dari Humaid bin Abdurrahman, bahwasanya –pada musim haji- ia mendengar Muawiyah radiyallahu anhu ketika sedang berkhutbah di atas mimbar, di mana ia menerima ikatan rambut dari pengawalnya, kemudian ia berkata, "Wahai penduduk Madinah ? Mana Ulama kalian ? Saya pernah mendengar Rasulullah shallahu alaihi wasallam melarang hal seperti ini dengan bersabda, "Bani Isra'il mendapatkan kehancuran karena wanitanya memakai sambungan rambut," (HR.Bukhari dan Muslim).
وَعَنِ ابْنِ عُمَرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ اْلوَاصِلَةَ وَاْلمُسْتَوْصَلَةَ، وَاْلوَاشِمَةَ وَاْلُمسْتَوْشِمَةَ". متفق عليه.
1653 – Dari Ibnu Umar radiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengutuk orang yang menyambung rambutnya dan meminta rambutnya disambung serta orang yang membuat tahi lalat dan meminta dibuatkan tahi lalat," (HR.Bukhari dan Muslim).
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ : لَعَنَ اللهُ اْلوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ. فَقَالَتْ لَهُ امْرَأَةٌ فِي ذَلِكَ، فَقاَلَ : وَمَا لِي لَا أَلْعَنُ مَنْ َلََعَنَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَهُوَ فِي كِتَابِ اللهِ ؟ قاَلَ اللهُ تَعَالىَ : وَمَا آتاَكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا (الحشر : 7)". متفق عليه.
1654 – Dari Ibnu Mas'ud radiyallahu anhu ia berkata : Allah mengutuk wanita yang membuat tahi lalat dan orang yang meminta dibuatkan tahi lalat, orang yang mengerok alisnya dan orang yang memangur giginya dengan maksud untuk memperindahnya sehingga ia merubah ciptaan Allah subhana wata'ala. Kemudian seorang perempuan menegurnya, maka Ibnu Mas'ud mengatakan, "Mengapa saya tidak mengutuk orang yang telah dikutuk oleh Rasulullah shallahu alaihi wasallam, sedang di dalam Al-Qur'an Allah telah berfirman : ”Apapun yang disampaikan Rasul kepadamu maka laksanakanlah dan apapun yang dilarangnya maka jauhilah," (QS.Al-Hasyr : 7). (HR.Bukhari dan Muslim).
TENTANG LARANGAN MENCABUT UBAN DARI JENGGOT, RAMBUT DLL SERTA LARANGAN BAGI REMAJA BELIA UNTUK MENCABUT JENGGOTNYA KETIKA BARU TUMBUH.
عَنْ عَمْرو بْنُ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "لَاتَنْتِفُوْا الشَّيْبِ فَإِنَّهُ نُوْرُ اْلمُسْلِمِ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ". رواه أبو داود والترمذي والنسائي بأسانيد حسنة. قال الترمذي : هو حديث حسن.
1655 – Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya radiyallahu anhu dari Rasululah shallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, "Janganlah kalian mencabut uban kalian karena itu adalah cahaya seorang muslim pada hari kiamat," (HR.Abu Daud, Tirmidzi dan An-Nasa'I dengan sanad yang baik. At-Tirmidzi mengatakan, "Ini adalah hadits hasan".)
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَرَدُّ". رواه مسلم.
1656 – Dari Aisyah radiyallahu anha, bahwasanya ia berkata : Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunan kami maka perbuatannya itu tidak akan diterima," (HR.Muslim).
MAKRUHNYA BERSUCI DENGAN TANGAN KANAN DAN MEMEGANG KEMALUAN DENGAN TANGAN KANAN TANPA ADANYA UZUR.
وَعَنْ أَبِي قَتَادَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّّمَ قَالَ : "إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ، وَلاَ يَسْتَنْجِ بِيَمِيِْنِهِ وَلاَ يَتَنَفَسُ فِي اْلإِنَاءِ". متفق عليه.
وفي الباب أحاديث كثيرة صحيحة.
وفي الباب أحاديث كثيرة صحيحة.
1657 – Dari Abu Qatadah radiyallahu anhu, bahwasnya Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda, "Jika seseorang di antara kalian kencing maka jangan memegang kemaluannya dengan tagan kanan, jangan pula bersuci dengan tangan kanan dan jangan bernapas dalam gelas," (HR.Bukhari dan Muslim).
Pada bab ini terdapat banyak hadits shahih yang membahasnya.
PENJELASAN.
Penulis rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Riyadhu Ash-Shalihin, Bab tentang makruhnya bersuci dengan tangan kanan. Istinja adalah membersihkan kemaluan dan dubur dari najis, baik kencing atau air besar. Hal ini dilakukan dengan batu atau dengan air. Yakni dengan menggunakan batu atau apa saja yang bisa menggantikan posisinya berupa kapas, kayu tanah dll, atau dengan air.
Hanya saja bersuci dengan batu atau semisalnya memiliki beberapa syarat yang disebutkan oleh ulama rahimahullah. Adapun air, syaratanya adalah : Bisa menghilangkan bekas-bekas najis. Bekas-bekas najis telah kita ketahui bersama. Jika bekasnya telah hilang dan tempatnya kembali seperti sedia kala maka itulah yang disebut thaharah.
Kemudian penulis menyebutkan hadits Abu Qatadah, bahwasanya Rasulullah shallahu alaihi wasallam besabda, "Janganlah ada yang bersuci dengan tangan kanannya". Yakni jangan memegang kemaluannya untuk digunakan membersihkannya, karena tangan kanan dimuliakan. Kerena itulah ulama –rahimahumullah- mengatakan, "Tangan kanan digunakan kecuali pada tempat-tempat kotor". Jadi tangan kiri digunakan untuk kotoran, sedang tangan kanan digunakan pada selainnya. Atas dasar ini maka seharusnya seseorang bersuci dengan tangan kiri dan meyiramkan air dengan tangan kanannya. Karena Rasulullah shallahu alaihi wasallam melarang orang bersuci dengan tangan kanan. Kemudian beliau mengatakan, "Janganlah seseorang bersuci dari kotoran dengan tangan kanannya". Demikia pula dengan batu, jika ia hendak membersihkan tempat kotoran maka jangan memegang batu dengana tangan kanannya, tetapi dengan tangan kiri.
Jangan pula ada yang bernapas dalam gelas. Maksudnya, jika sedang minum disunnahkan bernafas tiga kali kemudian ia minum lalu dihentikan. Kemudian minum kedua kalinya lalu berhenti, kemudian minum lagi ketiga kalinya. Demikianlah yang disunnahkan. Itu sangat bermanfaat bagi anggota tubuh maupun bagi perut. Karena haus adalah rasa panas dalam perut, jika air menyiramnya sekali teguk maka akan berefek padanya. Jika ia menghisapnya sedikit demi sedikit dan bernafas tiga kali maka tentu lebih tenang dan lebih cepat terasa menghilangkan rasa haus, sebagaimana sabda Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Tetapi jika ia mau bernafas maka jangan melakukannya di dalam gelas. Ia harus menjauhkan gelas dari mulutnya kemudian ia bernafas, karena bernafas dalam gelas membahayakan orang yang sedang minum. Karena nafas sedang naik sedang air turun, keduannya lalu bertemu sehingga kesemat Juga hal itu bisa menyebabkan terjadinya penyakit bagi orang setelahnya. Karena bisa jadi penyakit keluar darinya ketika bernafas –yang sering mereka sebut sebagai mikroba- lalu masuk ke air sehingga berpengaruh terhadap orang yang menggunakan gelas itu setelahnya. Karena itulah, Rasulullah shallahu alaihi wasallam melarang seseorang bernafas di dalam gelas. Wallahu Al-muwaffiq.
0 komentar:
Post a Comment