Rencana dan proyeksi (takdir) Allah lahir dari pengetahuanNya yang meliputi masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Sehingga tidak mungkin salah, tanpa tujuan, tanpa hikmah, tanpa maslahat dan tanpa manfaat. Semuanya sudah dihitung, ditimbang dan dipikirkan. Lalu rencana itu dicatat di sebuah papan terjaga (lauh Mahfuz) sebelum terjadi di muka bumi ini 500 tahun sebelumnya.
Setelah proses perencanaan dan pencatatan ini, giliran izin dan perkenaan Allah terhadap sesuatu itu; diciptakan (dibiarkan) terjadi ataukah tidak (qadha). Terakhir, masalah kemudahan sesuatu terjadi; baik berupa kesalahan atau kebaikan. Semuanya dimudahkan terjadi oleh Allah sesuai kecenderungan dan pilihan manusia; kepada kebaikan atau untuk keburukan.
Manusia Bebas Tanpa Paksaan.
Sekali pun takdir telah ditetapkan, tidak berarti Manusia kehilangan kebebasan. Takdir persis layaknya langit dan bumi ini. Manusia tentu tidak bisa keluar dari kolong langit dan bumi, tapi langit dan bumi sendiri tidak pernah memaksa manusia untuk baik ataupun untuk buruk. Demikian pula takdir, manusia tidak bisa lepas darinya. Namun, takdir tidak pernah memaksa manusia baik atau buruk. Semua hal tetap dalam kendali dan kebebasan manusia sepenuhnya. Walaupun, tidak mungkin rencana manusia terjadi tanpa izin Allah.
Keburukan Terjadi karena Izin Allah, Sekali pun Allah Tidak Suka dan Tidak Lalai.
Di antara bentuk Rahmat Allah di dunia ini adalah memberikan izin dan membiarkan keburukan untuk terjadi walau Allah sendiri tidak senang. Hal ini karena dunia ini memang tempat ujian. Kalau keburukan tidak diizinkan terjadi maka dunia ini berubah menjadi surga semata. Manusia tidak lagi diuji, tapi persis seperti malaikat tanpa ada pilihan.
Dengan izin ini, manusia terbukti bebas, walaupun banyak manusia tidak bertanggung jawab. Di situlah kebebasan menjadi dosa dan maksiat. Artinya, manusia benar2 memilih keburukan tanpa paksaan pihak mana pun, termasuk Allah sendiri. Itulah kenapa Allah menegaskan, "Tidak ada paksaan dalam hal keagamaan." Karena agama (keislaman) itu adalah pilihan ikhlas (cinta Allah) demi menggapai Rahmat (raja') Allah dan menghindari azabNya (khauf); di saat ada peluang untuk memilih selain Allah (thagut) sebagai sesembahan. Dicintai, diharapkan dan ditakuti bahayanya.
Dengan Kebebasan, Manusia Benar-Benar dalam Ujian.
Dengan adanya kebebasan ini, manusia benar-benar dalam pilihan dan ujian. Dia diberikan hak untuk memilih yang baik atau yang buruk; tanpa paksaan sama sekali. Dengan ujian ini, manusia terbukti keasliannya sebagai orang beriman atau orang kafir. Jika tanpa kebebasan atau Allah segera mengadili setiap kejahatan dan keburukan tanpa siaran tunda, maka takkan ada manusia yang bisa hidup di dunia ini dalam waktu lama setelah fase Aqil balig.
Artinya, jika manusia melanggar lalu diadili secara langsung oleh Allah maka manusia habis dan punah tanpa sempat berkembang biak dan beranak pinak. Akhirnya, manusia menyembah Allah bukan lagi karena cinta, harapan dan rasa takut kepadaNya, tapi murni karena takut semata. Di sini, tidak ada bedanya antar yang kafir, munafik dan muslim. Hilanglah hikmah, manfaat dan maslahat kehidupan ini.
Takdir Allah ada dua ; takdir kauni (alami) dan takdir syar'i (agama)
Takdir alam (kauni) pasti terjadi; baik ataupun buruk. Di situ, berlaku hukum Kun fayakun. Hujan baik ataupun hujan yang bikin banjir pasti terjadi, selama Allah telah menetapkan. Tidak ada pilihan bagi alam kecuali taat dan patuh pada Allah. Takdir agama (syar'i) tidak pasti terjadi. Semuanya kembali kepada keimanan dan ketaqwaan manusia. Namun, jika terjadi pasti baik. Karena dilakukan atas dasar cinta Allah, penuh harap kepadaNya dan penuh rasa takut kepadaNya pula.
Takdir Allah, Pasti Terbaik.
Bagi muslim terdidik, semua takdir Allah; baik berupa takdir syar'i atau pun takdir alami (kauni) pasti baik. Jika takdir alam itu berupa musibah, maka ia berusaha bersabar dan mengharap pahala dari Allah (ihtisab). Kalau takdir alam itu baik, seperti biasanya (rahmat), maka dia bersyukur. Bentuk syukurnya berupa totalitas mengesakan Allah dg tahmid dan tasbih; dalam ibadah dan do'a. Inilah makna informasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi :
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh mengagumkan kondisi seorang mukmin. Seluruh sikapnya baik. Hal demikian tidak didapati kecuali pada diri seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itulah yang terbaik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pula sikap terbaik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)
Manusia Masuk Surga atau Masuk Neraka Karena Pilihan Mereka, Tidak Melulu Karena Takdir.
Dengan penjelasan ini, maka terbukti bahwa surga dan neraka itu pilihan manusia sendiri. Takdir hanyalah penjelasan seputar pengetahuan Allah tentang masa depan manusia yang dengan pilihan bebasnya, memilih kebaikan atau keburukan.
Tidak Boleh Beralasan dengan Takdir Untuk Melagalisasi Maksiat.
Akhirnya, mengatasnamakan takdir untuk suatu kemaksiatan adalah bentuk kegagalan manusia memahami Islam. Itu hanya sikap tidak bertanggungjawab atas kesalahan, lalu menuduh pihak lain sebagai sumber masalah. Seperti yang pernah dilakukan Iblis kepada Allah di masa lalu.
Do'a Terbaik Seorang Mukmin.
Inilah doa terbaik seorang mukmin yang dilantunkan setiap pagi dan sore (ma'tsurat)
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ ، وَابْنُ عَبْدِكَ ، وَابْنُ أَمَتِكَ ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ ، أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي ، وَنُورَ صَدْرِي ، وَجِلَاءَ حُزْنِي ، وَذَهَابَ هَمِّي
"Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu, keputusan-Mu kepada pasti berlaku, ketetapan-Mu terhadapku sangat adil. Aku mohon kepada-Mu dengan seluruh nama yang Engkau sendiri tetapkan sebagai nama bagi-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang makhluk-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau simpan dalam ilmu gaib yang ada pada-Mu. Mohon Engkau jadikan Al-Quran bersemi di hatiku, bercahaya di dadaku dan pengusir kesedihan serta gundah gulanaku." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam As-Sisilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (199)."
Ridhai kami ya Allah dan Arahkan kami menuju cinta dan ridhaMu; di dunia dan di akhirat kelak. Amiiiin.
By. Idrus Abidin.
0 komentar:
إرسال تعليق