Tidak ada manusia hidup tanpa keinginan dan cita-cita. Bahkan, kehidupan manusia ditandai oleh semangat, harapan dan keinginan besarnya. Tanpa harapan, cita2 dan semangat, manusia hanyalah patung hidup; keberadaannya tak memberi nilai dan manfaat untuk kehidupan. Ujungnya, ia hanya dianggap onggokan sampah kehidupan.
Manusia, Dari Tiada Menjadi Ada.
Layaknya semua makhluk, manusia berasal dari ketiadaan. Hiduplah yang membuatnya memiliki identitas keberadaan. Gerak adalah identitas hidup. Dengan gerak, kehidupan sedang mengarah kepada kemajuan. Sedang diam adalah indikator kematian. Karenanya, bahagia manusia begitu sangat terasa ketika diam (istirahat) sejenak setelah keringat bercucuran dalam sebuah cita-cita dan demi secercah harapan. Gerak ini terus mengokohkan keberadaan dan kehidupannya. Sehingga ia menjadi mahluk yang keberadaannya sangat diharapkan dan kedatangannya sangat dinanti .
Ilmu, Dari Tidak Tau Menjadi Tau (Hidayah).
Sama dengan manusia yang lahir dari ruang ketiadaan, ilmu pun demikian. Tau itu adalah sebuah kondisi tentang adanya keahlian dari sebelumnya tak beroleh pengetahuan. Maka manusia ketika hendak memberi makna pada hidupnya, haruslah berjuang ekstra keras menghapus kebodohan dengan sejuta ilmu dan pengetahuan. Betul kata pepatah Arab,
من طلب العلا سهر الليالي
Siapa pun bermimpi mendapatkan kemuliaan maka tentu malam-malamnya sering keisi begadang.
Hidup ini hanyalah industri semangat, perusahaan cita-cita, pelabuhan harapan. Jika luput dari ilmu, jauh dari pengetahuan, serba minim keahlian maka dipastikan Manusia menjadi objek pasar, serba komsumtif, korban iklan dan komoditi industri. Betapa Islam menginginkan kita mandiri, tanpa jadi beban, bahkan kuat dan kokoh. Pantas dijadikan sandaran makhluk Allah yang lemah dan termarjinalkan.
Iman; Ruh Kehidupan.
Namun, bukan sekedar cita, tidak hanya semangat biasa dan bukan pula sebatas harapan duniawi semata. Tapi ia merupakan harapan, cita dan semangat yang dihasilkan oleh iman dan takwa. Ia..... ruhiyah dan iman itu adalah penggerak jiwa, pendorong semangat dan pencetus setiap langkah. Darinya pahala melimpah disertai nikmat dunia. Dengannya dosa berbaur ampunan, sehingga jiwa merasa lega. Bahkan, karenanya langkah semakin nyata, tujuan semakin jelas dan optimisme bertambah serta berlipat berganda.
Itulah hakikat yang membuat hidup semakin cemerlang. Itulah daya yang membuat yang jauh terasa dekat. Dia pula yang menjadikan tantangan sebagai peluang. Hingga yang gaib berasa semakin terang benderang. Malamnya kata sang Rasul, seperti terang dan jelasnya siang hari. Tiada lagi yang tersesat. Ga ada lagi yang celaka; kecuali mereka yang benar-benar pecundang.
Cinta Allah, Berharap Rahmat dan Takut azabNya; Subtansi Iman dan Taqwa.
Iman itu menjelma menjadi rasa cinta kepada Allah SWT. Keimanan yang membuktikan kekuasaan dan kehebatan sang maha pencipta yang tak terbatasi dan tak terhalang oleh apa pun dan siapa pun. Karenanya, Dia diakui sebagai otoritas yang maha kuat lagi hebat. Semua harapan makhluk bertumpu padaNya. Bahkan kemampunNya melebihi benak dan perkiraan semua makhluk. Karena itu pula azabNya perlu dikhawatirkan. Hanya orang-orang yang dikelabui setan, yang tidak mengerti alasan kenapa mesti mencintai Allah, kenapa dia harus diharap dan apa di balik rasa takut semua makhluk kepadaNya.
Cita Dan Impian; Setinggi Arasy Allah di Langit.
Karena kemampuanNya maha hebat, maka seluruh harapan dan cita2 makhluk hanya seperti butiran debu di tengah hamparan Padang pasir. Jika seluruh makhluk dari sejak awal keberadaan dunia hingga akhirnya kelak, dikumpulkan di sebuah area. Lalu mereka semua mengajukan proposal dan harapan2 tertinggi yang terlintas dalam puncak jangkauan harapan mereka. Setelah Allah memberi mereka semua segalanya, maka itu semua hanya seperti memasukkan benang ke dalam lautan. Seluruh harapan manusia hanya sebatas air yang menempel di ujung benang. Sedang potensi kekayaan Allah layaknya samudera lautan yang tersisa. Maka, gantungkanlah segala asa, cita dan harapamu setinggi Arasy Allah di langit tertinggi.
Orang Beriman Tak Mengenal Kematian.
Karena semangat, cita dan harapan muslim selalu ke masa depan; Allah dan akhirat, maka tidak ada kata mati dalam kamus muslim. Konektivitasnya dengan Allah dan akhirat mengekalkan dirinya dalam kehidupan. Jika hidup duniawi dibatasi oleh raga dan materi, maka kini jiwa melambung ke ranah tinggi; belum dimengerti oleh nalar dan jiwa bagaimana hakikat dan nilainya. Yang jelas, mata belum ada yang pernah menatapnya. Telinga belum pernah ada yang mendengar semua totalitasnya. Bahkan jiwa belum pernah terbetik mengenai wujudnya.
Melihat Allah Dengan Jiwa, Puncak Bahagia Di Dunia.
Jiwa itu hanya puas dengan lautan potensi Rahmat, merinding dengan lautan azab, dalam kobaran cinta kepada yang maha hebat. Sehingga jiwanya terisi sepenuh hati dengan itu semua. Makanya, dia menjelma menjadi manusia profesional dalam hal ilmu dan amal. Atau pun profesional karena kamera Allah dia sadari senantiasa memonitor ke mana pun dan kapan pun dia ada. Ujungnya, dia melihat Allah dengan ilmu, keyakinan dan takwanya senantiasa aktual di setiap gerak hidup, pada semua detail kehidupan makhluk. Apa yang diketahui dari kitab suci dan Sunnah nabi berupa nama dan sifatNya terlihat dengan jelas dalam jiwa dengan segala hikmah dan tujuannya.
Dari Allah, Karena Allah dan Untuk Allah.
Jadinya, segala sesuatu tampak berawal dari yang maha hebat dengan tujuan dan hikmah yang sangat jelas. Senantiasa berproses dan bergerak dengan kawalan hikmah dan panduan manfaat; menuju tujuan yang penuh arah. Menuju sebuah vokus yang menjadi terminal akhir segala wujud. Dialah Allah; Rabbul 'alamin. DariNyalah segala sesuatu. KarenaNyalah semua hal. Hanya untukNyalah semua detak harapan, bunyi impian dan semua cita dan segala asa.
Surga Melebihi Ekspektasi Manusia.
Nama dan karakteristik kenikmatan dunia memang sama secara substansial dengan apa yang ada di akhirat. Makanya, tidak ada kebohongan. Semuanya puncak kejujuran. Karena Allah tidak mungkin ingkar janji, memalsukan ataupun berkhianat. Maha suci Allah dari semua betikan dan lintasan pikiran nakal demikian.
Namun, nama dan karakteristik bisa saja sama. Tapi rasa dan sejatinya melampaui bayangan manusia. Jika dunia berawal dari tiada jadi ada. Dari sederhana hingga sempurna. Lalu terus surut hingga maut. Maka di akhirat sana, dengan pergantian hari manusia makin mengarah ke puncak tanpa mengenal stagnasi dan kemunduran. Mungkinkah ada bosan pada semua perubahan ke arah yang jauh lebih baik?!
Melihat Allah, Puncak Kenikmatan Di Akhirat.
Setelah semua makhluk merasa puas melebihi harapan dan asa mereka. Tiba-tiba Allah mengumumkan kepada penduduk surga, "Apakah kalian sudah puas?. Maukah kalian tambahan nikmat?". "Bagaimana mungkin kami tidak puas, padahal segala sesuatu telah Engkau gelontorkan kepada kami, ya Allah?!," demikian kata penduduk surga. "Sungguh sejak hari ini, Aku tidak akan pernah marah kepada kalian lagi selamanya". Lalu, selubung wajah Allah disingkap. Sungguh penduduk surga tidak pernah merasakan puncak nikmat seperti saat ketika wajah Allah itu ditatap sepenuh jiwa. Wajah yang selama ini dicari dalam gelapnya lorong isme2 duniawi, kini dengan nyata tampak di depan mata. Tidak ada yang menghalangi sedikit pun kata Rasulullah. Itulah puncak tertinggi nikmat akhirat. Semoga mata yang penuh dosa dan maksiat ini diizinkan untuk menatapNya sepenuh jiwa. Amiiiin.
By. Idrus Abidin.
0 komentar:
إرسال تعليق