Jika niat, keinginan, harapan dan semangat adalah citra muslim maka segala pencetus, motivasi, dorongan dan cita yang lahir bukan karena dan untuk Allah hanyalah kesia-siaan. Itulah fatamorgana. Tampak seolah harapan dan solusi serta tujuan yang sudah lama dicari dan dirindukan. Tapi sejatinya hanya bayangan, utopia, tipuan mata dan belitan iblis. Demikian realitas kehidupan manusia ingkar dan pelaku syirik serta pengasong kekufuran.
Tertipu, terkecoh terkhianati dan dibohongi habis-habisan. Membeli dunia dengan akhirat. Menukar hidayah dengan kesesatan. Sibuk dengan bangkai namun lalai dari emas dan daging yang halal. Jika demikian halnya, lalu bagaimana mungkin bisnis akhirat bisa beruntung?! Yaaah..... akhirnya buntung tiada kira; dunia akhirat. Sungguh, dunia jika dibandingkan dengan akhirat, tidak ada apa-apanya sama sekali. Demikian, Allah menegaskan.
Tiada (Mati) Karena Kufur.
Di samping tertipu, buntung, bunting dari pasangan yang tidak halal, orang kafir juga sebenarnya telah mati. Hidup versi Islam adalah bersemainya iman dan takwa dalam jiwa. Sehingga Allah makin dicinta, rahmatNya makin dipinta, azabNya makin meresahkan jiwa. Demikian iman menghidupkan hati, setiap hari, sepanjang waktu; di semua lokasi pada semua sekat-sekat ruang duniawi. Jika jiwa dipenuhi berhala, dihiasi oleh thagut; dicinta sepenuh hati, ditakuti begitu hebat dan diharap sepanjang waktu; maka itulah hakikat kematian. Sekali pun fisik sedang makan, nafas masih tetap jalan. Mata, telinga dan semua ruas persendian tetap dalam kondisi sehat dan penuh afiat.
Inilah keberadaan yang tidak memberi nilai pada kemanusiaan dan tidak juga memberi manfaat pada kehidupan. Namun, itu tidak berarti tak ada peluang untuk hidup kembali. Karena Islam memiliki pintu taubat dan ruang keselamatan yang tidak mungkin tertutup kecuali jika nafas terengah-engah atau matahari telah menunjukkan diri di ufuk barat; di pagi hari. Mati secara biologis memang menakutkan bagi semua orang. Tapi mati secara spiritual hanya dikhawatirkan oleh orang-orang yang mengerti iman saja.
Gelap Gara-Gara Jauh dari Sumber Cahaya.
Selain rugi dan tertipu, orang-orang kafir juga benar-benar dalam gelap dan gulita. Memang dunia ini punya matahari dan rembulan yang menerangi bumi. Tapi cahaya itu tidak menunjukkan kebenaran. Hanya menunjukkan detil bumi dan lekuk-lekuk jalan dan sekitarnya yang penuh pesona keindahan. Qur'an dan Sunnah lah sumber cahaya sepenuhnya. Iman adalah cahaya. Wudhu, tidur, Bekerja, bisnis, olahraga dan semua sektor, jika diberlakukan sebagai mana petunjuk dua cahaya utama Islam maka itulah cahaya yang menerangi dunia dan segala aktivitas manusia menuju Kebenaran.
Bagi orang kafir, semua aktivitasnya dalam kegelapan. Karena tidak ada yg sesuai tuntunan ikhlas, apalagi yang searah dengan petunjuk Rasulullah. Bahkan, orang munafik, sekali pun ikut beserta kaum muslimin dalam setiap kegiatan keislaman; bahkan terlihat dalam jihad fisik, (sebagaimana petunjuk sang Nabi) tetap saja tidak dianggap cahaya karena hilangnya keikhlasan.
Itulah kenapa Allah mengumpamakan mereka seperti orang yang menyalakan api (cahaya). Ketika cahaya api itu menerangi sekitarnya, tiba-tiba dia sendiri hilang cahayanya sehingga dilingkupi dengan kegelapan sempurna. Sampai-sampai mereka tidak mampu melihat amalan yang mereka lakukan bersama kaum muslimin sebagai cahaya kebenaran.
Buta Sebab Tidak Memiliki Daya Serap Terhadap Kebenaran.
Cahaya sudah hilang, orangnya juga buta. Sempurnalah segala jenis kerugian yang menimpa orang-orang kafir. Manusia biasanya tersiksa karena hilangnya cahaya. Padahal matanya tetap melek tanpa cacat. Atau cahaya tetap terang, tapi mata sudah buta. Kini, cahaya tak terlihat, mata pun buta tak terkira. Inilah hikmah kenapa kita dianjurkan berdo'a, "Tunjukkanlah Kebenaran itu benar dan beri kami kemampuan untuk mengikutinya. Perlihatkanlah keburukan itu salah dan beri kami kekuatan untuk menghindarinya."
Tuli Karena Banyak Dosa.
Kekafiran memang sumber segala maksiat dan dosa. Mematikan hati. Membutakan mata. Menjauhkan cahaya. Padahal, masuknya cahaya keimanan ke hati awalnya via telinga. Namun, kekafiran menyumbat telinga dari daya dengarnya terhadap sumber kebenaran. Yang terdengar begitu dekat hanyalah bisikan setan, nada kefasikan dan irama kemaksiatan. Begitu nasehat keimanan yang terdengar; tampak seolah hanya pita kusut, suara sayap lalat dan bunyi nyamuk yang memekakkan nyeyaknya waktu tidur.
Bisu Dan Tak Bisa Mengucapkan Kebenaran.
Dosa itu terus berkembang pesat layaknya kangker ganas stadium empat. Karena tak terlihat oleh mata, walaupun cahaya berkelebat tiada kira, apalagi memang mata telah buta, Kebenaran tidak bisa menjadi buah bibir, apalagi sebagai zikir dan bahan serta materi dalam dunia dakwah.
Bodoh Karena Tidak Tau Standar Kebenaran, Kemuliaan dan Kecerdasan.
Jika memang demikian adanya, kekafiran beserta keburukan yang menjadi turunannya hanyalah kumpulan kebodohan dan saripati ketololan. Alasannya, karena dunia yang hina ini menjadi puncak cita-cita dan tumpuan harapan. Tak mampu melihat cahaya kekuasaan Allah di balik semua wujud fisik dunia materi. Tidak bisa menemukan nilai rasionalitas kebenaran di balik indahnya penuturan kitab suci dan penjelasan Sunnah nabi. Ketetapan Allah taala akhirnya berlaku sepenuhnya untuk mereka.
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ
Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti. (QS al-Munafiqun [63]: 3)
Kemuliaan dan Kecerdasan termasuk kebahagiaan, bagi orang-orang kafir hanya ada pada kekayaan, popularitas dan kedudukan. Naudzubillah. Semoga kita tidak demikian adanya. Amiiiin.
Jum'at berkah di Jakarta, 18 Januari 2019.
0 komentar:
إرسال تعليق