4
BENTUK KEBAHAGIAAN DUNIAWI
Oleh : Ust. Idrus Abidin,
Lc., M.A.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu
Syari’ah (STIS) Al-Manar Jakarta
Bagi
seorang muslim, dunia merupakan lahan subur yang menjadi media utama dalam
menanam, menumbuhkan dan memelihara serta mengembangkan iman dan amal shaleh. Di
sinilah mereka menunjukkan kecintaan kepada Allâh dengan mensyukuri segala
macam karuniaNya dan bersabar terhadap berbagai rintangan dalam rangka
mewujudkan pengabdian dan ketulusan. Kecintaaan, harapan dan rasa takut kepada Allâh
inilah yang menjadi basis utama dan sarana mendasar bagi kebahagiaan seorang
muslim di dunia ini.
Sebagai
orang yang sangat mengerti tabiat dunia, Rasulullah juga tidak lupa berpesan
kepada ummatnya tentang makna dan bentuk kebahagiaan duniawi. Dari Sa’ad bin
Abi Waqqâsh r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Empat hal termasuk kebahagiaan
(duniawi) : istri yang shalehah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik
dan kendaraan yang nyaman. Dan, ada empat hal yang termasuk kesengsaraan
seseorang: tetangga yang jelek, istri yang tidak baik, kendaraan yang jelek,
dan tempat tinggal yang sempit.” (HR Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh al-Albani, ash-Shahihah,
no. 282)
Istri yang Shalehah.
Istri
shalehah memang menjadi dambaan semua kaum lelaki. Di samping secara fisik
menarik, mereka juga memiliki ahlak yang baik dan ketulusan serta ketaatan
kepada pasangan hidup mereka. Secara umum, kriteria keshalehan istri yang
membahagiakan di dunia ini seperti: mentauhidkan Allâh dengan mengabdikan diri
hanya kepadaNya tanpa menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Tunduk kepada
perintah Allâh. Terus menerus dalam ketaatan kepadaNya dengan banyak melakukan
ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah dan lainnya. Menjauhi segala hal yang
dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah yang bisa mengikis sifat-sifat
mulia. Selalu bertaubat kepada Allâh sehingga lisannya senantiasa dipenuhi
istigfar dan dzikir kepadaNya. Sebaliknya ia jauh dari kata sia-sia, tidak
bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta dan lainnya. Menaati suami dalam hal
kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allâh dan melaksanakan hak-hak suami sebaik
mungkin. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kesuciannya
dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang ingin melihat, atau dari
telinga yang mau mendengar, demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta
suaminya.
Termasuk
karakter wanita shalehah adalah penuh kasih sayang. Selalu kembali kepada
suaminya dan mencari maafnya. Melayani suami seperti menyiapkan makan minumnya,
tempat tidur, pakaian dan sejenisnya. Menjaga rahasia-rahasia suami,
lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Selalu
berpenampilan bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya
memandang akan menyenangkannya. Ketika suaminya sedang berada di rumah, ia
tidak menyibukkan diri dengan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suami untuk
bersenang-senang dengannya, seperti puasa, terkecuali bila suami mengizinkan. Pandai
mensyukuri pemberian dan kebaikan suami dan tidak mudah melupakan kebaikannya.
Bersegera memenuhi ajakan suami memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa
alasan yang syar'i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu
dan takut terhadap berita Rasulullah Saw. yang berbunyi, “Demi zat yang jiwaku
berada di tanganNya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur
lalu si istri menolak ajakan suaminya, melainkan Allâh Swt. murka terhadapnya
sampai si suami ridha padanya. (HR. Muslim, no. 1436)
Tempat Tinggal yang
Luas.
Salah satu unsur material yang dapat
menopang rasa syukur dan kebahagiaan manusia adalah adanya tempat domisili yang
memiliki beragam fungsi; terutama dalam hal menenangkan diri setelah lelah
mencari karunia Allâh. Fungsi menanangkan diri inilah yang menjadi sebab utama
penamaan rumah sebagai sakan dalam bahasa Arab. Karena kata sakan
berarti diam dan tenang setelah bergerak dan beraktivitas. Selain itu ada juga
fungsi lain sebagai tempat bermalam yang masih pecahan dari fungsi pertama.
Karenanya, orang Arab menyebutnya sebagai bait; sebab konotasinya adalah
tempat bermalam (mabit). Terkadang rumah berfungsi layaknya tempat
persinggahan.Yakni seolah bekerja bagi manusia adalah sesuatu yang asasi sedang
istirahat di rumah hanyalah bersifat sementara untuk kemudian berlanjut kepada
pekerjaan lainnya. Dengan ini, orang Arab sering menyebut rumah dengan istilah manzil
(tempat singgah).
Intinya, rumah merupakan karunia
yang perlu dinikmati dengan penuh rasa syukur kepada Allâh. Karena dengan rumah
kita dapat beristrahat, berkumpul dengan sanak keluarga, menjauh dari terik
matahari, berlindung dari tusukan hawa dingin, memproteksi diri dari serangan
binatang buas dan orang-orang yang bermaksud jahat, serta mengamankan kita dari
hujan dan tiupan angin kencang. Allâh berfirman, “Dan Allâh menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat
tinggal.” (QS. An-Nahl [16]: 80).
Rumah tanpa tempat tidur dan perabot
lainnya tidak akan lengkap dan sempurna. Allâh Swt. telah menyediakan semua
bahan-bahan untuk tempat tidur kita dengan menumbuhkan pohon kapas di
perkebunan, menumbuhkan rambut dan bulu di kulit ternak yang dengannya kita
dapat membuat karpet, sajadah, seprei, bed cover, jaket dan berbagai jenis
pakaian. Bahkan, dari kulit hewan ternak kita bisa membuat kemah yang dapat
kita gunakan melindungi tubuh kita dari udara dingin.Di daerah padang pasir
yang tidak terdapat bebatuan atau kayu, kulit-kulit binatang dan bulunya
berubah menjadi kemah, tempat tidur, perabot dan pakaian. Hal ini juga
dilakukan oleh para prajurit yang tidak menetap di tempat tertentu (sering
berkemah). (Lihat: QS. an-Nahl [16] ayat 80)
Tetangga yang Baik.
Keberadaan tetangga yang baik sangat
membantu hadirnya rasa bahagia bagi setiap manusia. Mereka adalah orang-oarng
yang senantiasa dekat secara fisik kepada kita sehingga jalinan muamalah dan
interaksi sosial sangat mudah terjadi. Jika jalinan sosial bertetangga ini berjalan
dengan baik maka dipastikan beragam kebaikan bisa diperoleh dan banyak
keburukan yang bisa diminimalisir.
Kriteria tetangga yang baik, yang
potensial menghadirkan kebahagian bagi tetangganya seperti adaya sikap saling
menyapa antar tetangga dengan ucapan salam dan senyuman yang tulus, berbicara
dengan penuh kelembutan dan keakraban, menjaga silaturahmi, saling mendo’akan
agar sama-sama mendapatkan keridha’an Allâh, saling memberikan dan membagikan
makanan, sayuran dan lauk pauk jika memasak masakan yang terhitung istimewa,
menjamu dengan baik tetangga yang berkunjung dengan wajah yang berseri-seri,
memberikan bantuan dengan ikhlas saat-saat dibutuhkan seperti ketika hajatan
atau saat ditimpa musibah dan bencana, jujur dalam berinteraksi dengan
tetangga.
Termasuk bentuk kebahagian
bertetangga adalah mengetahui perkembangan tetangga dengan baik sehingga
tanggap ketika ada kejadian atau momentum yang baik, mengucapkan selamat kepada
tetangga jika mereka mendapati kebahagiaan seperti ketika membeli kendaraan
baru, kenaikan jabatan di kantor dll, menjenguk mereka ketika sedang sakit,
berusaha menundukkan pandangan dari istri/suami tetangga yang bukan termasuk
mahram, menjaga rumah tetangga saat pergi, berlemah lembut kepada anak-anak
tetangga, berusaha semaksimal mungkin memberikan pengarahan keagamaan bagi
tetangga, terutama pada hal-hal yang belum diketahui, dll.
Kendaraan yang Nyaman.
Kendaraan adalah salah satu nikmat
yang dihalalkan oleh Allâh sebagai sumber kebahagiaan duniawi yang dapat
mengantar kepada kenikmatan ukhrawi. Pada kendaraan pun; baik yang sifatnya
hewan ternak maupun hasil tekhnologi saintifik seperti yang kita saksikan hari
ini, terdapat hamparan tanda-tanda rububiyah Allâh yang juga seringkali
dijadikan argumen untuk menegaskan hakNya untuk disembah dengan beragam ibadah.
(Lihat: QS al-Mukminun [40] ayat 79-80).
Dengan karunia Allâh Swt., manusia diberikan kemudahan untuk bisa
memanfaatkan laut dengan beragam potensi yang terdapat di dalamnya. Terkait
sarana transportasi, Allâh menghadirkan kapal laut ini sebagai alat untuk
mencari rezeki berupa ikan, perhiasan, dan beragam karunia Allâh Swt. (Lihat: QS
al-Jatsiyah [45] ayat 12)
Bahkan terkadang Allâh menyebutkan kelemahan manusia di atas kapal
laut ketika terancam oleh bencana berupa tiupan angin yang keras, yang
menyebabkan datangnya ombak besar dan mengancam keselamatan kapal dan seluruh
penumpang dan muatannya. Dalam kondisi demikian, manusia kembali kepada
fitrahnya dan menyatakan dirinya sebagai hamba yang hanya berserah diri kepadaNya semata. (Lihat:
QS Yunus [10] ayat 22)
Tak
luput pengarahan Allâh kepada manusia agar setiap menggunakan sarana
transportasi yang ada agar mereka senatiasa mengingat-ingat nikmat Allâh sambil
memahasucikanNya dari beragam kelemahan yang dipersangkakan manusia kepadaNya,
atas perkenanNya sehingga kendaraan bisa melaju dan dikuasai serta dimanfaatkan
oleh manusia.
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasang dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu kendarai. Supaya kamu duduk di atas
punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di
atasnya; dan supaya kamu mengucapkan, "Maha Suci Tuhan yang telah
menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami." (QS
az-Zukhruf [43]:12-14).
Mutiara Do’a.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي ، وَوَسِّعْ لِي
فِي دَارِي ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا رَزَقْتَنِي.
Ya Allâh, ampunilah
dosaku, dan luaskanlah tempat tinggalku, berkahilah aku pada rizki yang telah
Engkau berikan." (HR.
Tirmidzi, no. 3422. al-Albani menghasankannya dalam kitab Dhaif
at-Turmudzi, no. 3794)
Mutiara Hadits
Dari Abu Dzar r.a., beliau berkata:
إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ
انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
“Kekasihku, Rasulullah Saw. telah berwasiat
kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya kemudian lihat
keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka dengan baik”. (HR. Muslim, no. 6632)
Ali bin Abi Thalib r.a., berkata, “Dunia adalah wahana
kejujuran bagi siapa saja yang mau bersikap jujur di dalamnya. Dunia merupakan
tempat keselamatan bagi yang mengerti tentangnya. Ia adalah ruang kekayaan bagi siapa pun yang berusaha
mengumpulkan bekal darinya. Dunia ini adalah tempat wahyu Allâh diturunkan,
ruang shalat bagi para malaikat-malaikatNya, masjid tempat beribadah para
nabi-nabiNya dan ruang perniagaan bagi para wali-waliNya. Di sinilah mereka
merenggut rahmatNya dan di sini pula mereka mendapatkan peluang memasuki
surgaNya.”
0 komentar:
إرسال تعليق