Thursday, April 18, 2019

Ibadah; Bukti Kehidupan Jiwa dan Eksistensi Iman Manusia.


By. Idrus Abidin.

Banyak pedalaman yang telah dihuni manusia, tanpa ada sekolah, tak ada rumah sakit dan tak ada pasar. Namun, tidak ada pedalaman yang telah dihuni manusia tanpa tempat ibadah. Artinya, ibadah merupakan kebutuhan fitrawi manusia. Bahkan, ibadah merupakan kebutuhan eksistensial dan tujuan dari adanya wujud ini. Demi mendapatkan kebaikan dan terhindar dari keburukan, ibadah menjadi kebutuhan dasar manusia agar senantiasa terhubung dengan sumber segala  kebaikan dan tameng seluruh keburukan ; Allah Ta'ala. 

Allah Maha Kaya; Tak Butuh Ibadah Manusia.

Manusia tak hidup hatinya tanpa iman. Maka iman adalah tuas pengungkit ibadah. Iman bertumpu pada masalah-masalah ghaib. Sedang hal ghaib yang paling ghaib adalah Allah dan hari akhirat. Surga, neraka, kuburan, pahala, dosa, malaikat, jin, setan dll adalah masalah ghaib yang masuk dalam pembahasan iman. Untuk semua itu Allah menurunkan kitab suci, mengutus rasul, menugaskan malaikat, menjelaskan akhirat, qadha dan Qadar dll. Allah mengurus semua kebutuhan seluruh makhluk tanpa ada kebutuhan kepada mereka. Semua itu dilakukan oleh Allah murni sebagai wujud rasa cinta dan bentuk kasih sayangNya pada semua makhluk. Di saat yang sama, manusia menyembah Allah karena besarnya kebutuhan mereka padaNya. Maka tak heran, ahli spiritual seperti Ibnul Qayyim al-Jauziyah pernah berucap, "Bukanlah sesuatu yang istimewa dan mengagumkan jika manusia menyembah Allah, karena memang manusia sangat butuh padaNya. Tapi yang sungguh mengagumkan dan istimewa adalah ketika Allah mengurus seluruh makhlukNya, padahal Allah sendiri tidak membutuhkan mereka semua."

Matahari Menyinari, Tanpa Butuh Apa pun Dari Manusia. 

Layaknya matahari menyinari bumi, tapi matahari sendiri tak butuh apa pun dari bumi. Namun bumilah yang butuh pancaran sinar matahari, mengharap terangnya bulan, menunggu kucuran hujan. Maka jangan heran, dengan bekal cinta dan kasih sayang, seorang ibu mampu mengurus belasan anak. Tapi belasan anak tak mampu mengurus walau hanya seorang ibu. Itulah rahasia cinta dan makna dari sebuah pengorbanan. Jika makhluk Allah saja demikian, tentu Allah jauh lebih dari itu. (Qiyas Aulawi). 

Contoh lain, jika kita butuh ahli bangunan untuk sebuah proyek. Sedang kita mengetahui adanya 2 atau beberapa ahli bangunan yang handal. Namun, dari sekian ahli bangunan yang ada, ada seorang ahli bangunan yang tak tertandingi karena keahliannya. Sementara biaya dan ongkos kerja mereka sama, lalu kita lebih memilih ahli bangunan yang mana?! Tentu kita memilih yang paling ahli; kata-katanya didengar, tuntunannya dipenuhi, sekali pun menuntut biaya, waktu dan pengorbanan lebih dari kita. Semua itu menunjukkan bahwa mencari sesuatu yang sempurna, terutama dalam hal Tuhan yang pantas disembah, merupakan fitrah suci manusia. Jika demikian, lalu bagaimana dengan Allah yang maha sempurna, baik diri sisi perbuatan, sifat, nama dan zatNya. Maka, pantaslah jika kita menerima sepenuhnya apa pun yang dipilih untuk kita (Islam dan semua syari'atNya) dan tujuan hidup (ibadah dan tawakkal) yang telah ditentukan sebagai arah dan fokus hidup kita. Karena Dialah zat paling sempurna dari sisi karakteristik pribadi (sifah zatiyyah) seperti hidup yang tak mengenal kematian, ilmu yang tak dibatasi oleh kebodohan, kekuasaan yang tak mengenal kelemahan, kasih sayang yang tak mengenal kezhaliman. Dia pula yang zat yang paling sempurna dari sisi karakteristik perbuatan (sifat fi'liyah) seperti mengampuni jika Dia mau, mengazab bila Dia mau, menerima taubat mereka-mereka yang pantas, mengadili mereka yang pantas untuk diadili. Jika Allah demikian sempurnaNya, pantaskah kita cuek terhadap perintahNya dan tidak peduli pada semua laranganNya?! 

Ibadah; Bentuk Ihsan Allah kepada Makhluk.

Dengan ibadah, manusia senantiasa menjaring semua jenis kebaikan dari Allah. Karena mereka yang senantiasa beriman, beribadah, taat dan patuh penuh cinta akan mendapatkan kucuran karunia dan kasih sayang lebih dari Allah (Ihsan dan rububiyah khusus). Itulah makna rahim Allah. Namun, mereka yang tidak taat dan tak patuh, apalagi jauh dari cinta Allah, cukup bagi mereka karunia material. Wahyu, rasul, mubaligh dan semua karunia hidayah, di akhirat kelak hanya menjadi bumerang. Karena mereka tidak berkembang secara spiritual. Mereka hanya mengenal Allah sebagai Rabb yang dimintai fasilitas duniawi. Tapi Allah sebagai Zat yang harus disembah; dicintai, diharap dan ditakuti azabNya, tidak dipedulikan sama sekali. Padahal itulah rahasia wujud dan tujuan keberadaan makhluk di dunia ini.

Dengan IhsanNya, Allah terus menerus menebar manfaat dan menjauhkan bahaya dari semua makhlukNya. Karena di antara bentuk kesempurnaan Allah adalah terwujudnya semua bentuk kesempurnaan dan keagungan sifat dan namaNya itu pada diri semua makhluk. Jika semua makhluk tunduk patuh padaNya dengan penuh rasa cinta, tanpa adanya pilihan dan kebebasan; tentu efek dan pengaruh kesempurnaan itu tidak terjadi pada diri mereka. Bila semua makhluk tak ada yang berdosa, tidak ada yang zhalim dan tidak ada yang menyimpang, lalu bagaimana bisa kita mengetahui kasih sayang, ampunan, kelembutan dan keadilan sang maha pencipta?! Bila tidak ada yang taat dengan tingkat tertinggi layaknya para nabi dan rasul, lalu dari mana kita mengetahui hidayah khusus, kasih sayang lebih dan hidayah Taufik yang ditebar Allah kepada mereka?! Bahkan, para nabi dan rasul itu diproteksi dari kesalahan-kesalahan dan dosa (ma'sum) sebagai bentuk karunia khusus Allah bagi manusia terpilih dan layak untuk itu. 

Ibadah, Jalan Kesempurnaan dan Kebahagiaan Manusia Satu-Satunya.

Itulah cara Allah memuliakan hamba-hambaNya yang taat dan patuh penuh cinta. Itulah hamba yang amanah dalam setiap pilihan-pilihan mereka. Amanah yang pernah ditawarkan kepada langit, bumi dan pegunungan. Namun mereka semua menolak amanah itu dan manusialah yang menerimanya. Yaitu, amanah untuk memilih antara taat atau maksiat. Memilih yang halal di saat ada peluang memilih yang haram. Memilih jujur manakala ada peluang berbohong. Memilih benar saat ada peluang bersalah. Sebuah amanah yang berat untuk dipertanggungjawabkan secara penuh dan dilaksanakan dengan sempurna. Namun manusia menerimanya sekalipun sadar sangat berat untuk memenuhi tuntutan-tuntunannya. Karena mereka adalah makhluk lemah dari sisi ilmu dan semangat. Sehingga kesalahan mutlak terjadi. Maka, manusia berusaha untuk meminimalkan kesalahan dengan selalu berdoa agar diarahkan, dibimbing, dibantu, ditunjuki, diurusi oleh Allah sang maha pembimbing dan maha pengarah (Maulanaa). Manusia terus memohon ampunan, meminta perkenaan dan keridhaan sang pencipta langit dan bumi. Tentunya disertai pengangungan, pujian, sanjungan dan pemuliaan kepada zat yang maha agung, maha terpuji, maha tersanjung dan maha mulia. 

Jika saja seorang raja/ presiden mengurus rakyatnya dengan penuh kasih sayang, disertai keadilan, dibuktikan dengan tersebarnya kemakmuran, lalu kira-kira apa yang pantas dilakukan oleh rakyat terhadap presiden dan rajanya kalau bukan pujian, sanjungan, penghormatan dan penghargaan?!  Sehingga kesimpulannya bahwa Allah menyuruh kita ibadah sama sekali bukan karena butuh pada hambaNya, tapi murni karena tabiat hubungan kita denganNya menuntut hal demikian. Maka, tak mengherankan jika tabiat hubungan itu berupa pernyataan penghambaan secara total dengan ucapan iyyaka na'budu (hanya Engkau yang kami sembah) dan kebutuhan total kepadaNya dengan ucapan iyyaka nasta'in (hanya kepadaMu kami minta bantuan). Itulah rangkaian tugas utama manusia yang menunjukkan ketergantungan mereka kepada Allah secara total; ibadah dan tawakkal. Semoga kita amanah dalam ibadah dan tawakkal serta jauh dari khianah pada keduanya. Aamiin.

Depok, 28 Februari 2019

🌷🌷🌷🌵🌵🌵🍄🍄🍄

Ikuti update status nasehat dari kami via :
1. FB : Idrus Abidin
3. YouTube Channel : Gema Fikroh.
4. Telegram Channel : Gemah Fikroh.

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form