By. Idrus Abidin.
Sebagaimana
fisik berkembang dengan pasti jika tercukupi menu dan kebutuhannya,
seiring dengan perputaran waktu, iman dan takwa pun demikian. Jiwa kita
akhirnya terus akan bertanya, untuk apa kehidupan ini dan akan ke mana
tempat berakhirnya?! Maka, jiwa pun memasuki petualangan spiritual untuk
berusaha memastikan keamanan dan jaminan masa depannya.
Awalnya Kupikir Hanya Cukup dengan Shalat.
Di
awal masa-masa balig, kita mengira surga itu bisa digapai dan neraka
bisa dihindari cukup dengan Shalat 5 waktu. Itulah garansi awal dan
harga surga dalam benak kita ketika itu. Bahkan, sebagian saudara muslim
kita menjaga identitas Islamnya hanya dengan Jum'atan tiap pekan. Tidak
lebih. Surga dan neraka blm banyak mereka pertimbangkan seperti mereka
yang menganggap shalat adalah jembatan menuju surga. Shalat pun
diprioritaskan, walau dengan perjuangan yang tiada terkira. Namun,
seiring dengan ceramah agama yang masih terbatas kita dengar; lewat
mimbar-mimbar khutbah di hari Jum'at, radio-radio yang kebetulan kita
dengar saat-saat setelah shalat subuh tiap ramadhan. Ditambah ceramah
tarawih dan Khutbah Iedul Fitri dan Iedul Adha, sadarlah kita masih
banyak amalan wajib yang belum kita amalkan sebagai tameng neraka dan
sarana menuju surga.
Ternyata Harus Melaksanakan Semua Amalan Wajib.
Puasa
ramadhan termasuk amalan wajib itu. Umumnya, bagi mereka yang shalat 5
waktu, puasa Ramadhan pasti ikut dijaga. Walaupun, banyak yang puasa
ramadhan, tapi belum tentu shalat 5 waktu. Dengan ilmu seadanya,
terkadang jiwa ini bertanya, kenapa banyak orang rajin shalat tarawih
tiap malam dengan rakaat maksimal hingga 23, siangnya dihiasi dengan
puasa, tapi orangnya tidak shalat 5 waktu?! Bukankah tarawehan hanya
sunnah sementara shalat 5 waktu bersifat wajib? Begitulah pertanyaan
sederhana timbul di benakku, saat belum mengerti banyak seputar
keislaman, di masa lalu.
Selain
puasa, zakat pun termasuk kewajiban. Walaupun hanya zakat fitrah. Zakat
harta dari penghasilan belum banyak dimengerti. Pajak bumi dan bangunan
lebih sering ditunaikan dibanding zakat penghasilan ini. Sebab utamanya
adalah minimnya pengetahuan keislaman. Bagitulah pemahaman seputar
Islam berkembang dengan sangat lambat di jiwa kita. Namun, petualangan
hidup belum berhenti di sini. Semakin hari, informasi seputar Islam
masih terus memanjakan telinga kita. Bahwa surga yang seluas langit dan
bumi itu masih perlu amalan tambahan; ibadah Sunnah namanya.
Amalan Wajib Saja Belum Cukup.
Merasa
surga itu makin menarik, sementara neraka makin terasa menakutkan,
padahal amalan wajib telah dirutinkan. Maka, amalan sunnah pun
direncanakan. Shalat rawatiblah yang diharapkan bisa menutupi
borok-borok shalat wajib. Namun, berasa itu pun belum cukup. Masih
perlu puasa Sunnah, terutama Senin atau Kamis atau Senin dan Kamis
sekalian. Bahkan, kalau kuat juga puasa ayamul bidh di setiap tgl 13,
14, 15 tiap bulan hijriah.
Infaq
berupa uang atau pun tenaga dan pikiran (keahlian) tak lupa diamalkan
demi memuaskan semangat iman dan gelora ketakwaan. Sampai-sampai perlu
sedikit memaksakan diri agar tilawah harian menjadi budaya keislaman,
walau hanya 1, 2, dan 3 halaman. Apalagi jika masih kuat sesekali baca
do'a pagi dan petang (Ma'tsurat).
Ternyata Butuh Ilmu yang Cukup.
Dengan
sejumlah amalan itu, kita mengira bahwa rasa khawatir akan ancaman
neraka dan peluang untuk menjadi penduduk surga sudah sedikit terjamin.
Namun ternyata, kita sadar bahwa butuh ilmu keislaman yang cukup untuk
bisa memastikan amalan-amalan kita sesuai standar diterimanya amal;
ikhlas dan sesuai petunjuk dan pengarahan Rasulullah. Sesuai syahadat
yang telah kita persaksikan. Sumpah yang telah kita ucapkan dan janji
setia yang pernah kita ungkapkan.
Ilmu
inilah yang mengarahkan kita kepada kemandirian dlm banyak hal.
Termasuk mandiri masuk surga dan terhindar dari neraka. Ilmu yang
merubah kita dari sekedar muslim biasa menjadi mukmin berdaya. Bahkan
potensial menjadi Muhsin yang penuh pesona. Ilmu yang menguatkan Azam
kita untuk lebih baik dari sebelumnya. Ilmu yang mengajarkan bahwa
amalan tidak sekedar berharap nikmatnya fasilitas surga dan terjauhkan
dari amukan siksa neraka, tapi lebih dari itu. Bahwa keridhaan dan
kecintaan Allah perlu dinomorsatukan sehingga Allah Ridha dan mencintai
kita; agar amalan-amalan itu benar-benar berfungsi sebagai tameng
(takwa) dari keburukan dan sarana (wasilah) menuju kebaikan.
Demikianlah
grafik Perkembangan Iman dan Taqwa kita. Semoga terus bertumbuh secara
maksimal; terutama di saat-saat kita memang sedang berada diambang
jemputan ajal. Aamiin.
Stasiun Manggarai, 9 April 2019.
Ikuti update status nasehat dari kami via :
1. FB : Idrus Abidin
2. Blog :http://idrusabidin.blogspot. com/?m=1
3. YouTube Channel : Gema Fikroh.
4. Telegram Channel : Gemah Fikroh.
0 komentar:
Post a Comment