Tuesday, June 25, 2019

Menyelami Makna dan Totalitas Ibadah. (Saatnya Kita Jadi Ahli Ibadah)







 By. Idrus Abidin.

Ibadah adalah istilah yang begitu akrab di telinga kita. Ia adalah ketaatan dan kepatuhan yang menyatu dengan rasa cinta kepada Allah. Itulah ibadah secara bahasa. Taat dan patuh tanpa rasa cinta kepada Allah bukanlah ibadah. Seperti ketaatan dan kepatuhan orang munafik. Mereka kehilangan cinta Allah yang disebut ikhlas. Maka, Islam mereka hanya permukaan tanpa substansi iman. Secara komprehensif, Ibadah adalah sebuah istilah yang merangkum segala hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah; baik ucapan atau pun perbuatan; lahir maupun batin. 

Mau Ibadah Kita Diterima Allah ? Penuhi Syaratnya. 

Ibadah adalah substansi keislaman kita. Tanpa ibadah Islam kita hanya sebuah kepalsuan. Agar Islam itu utuh ibadahlah isinya. Diterimanya ibadah kita bukti benarnya Islam kita. Agar ibadah diterima, harus memenuhi dua syarat utama : (1). Ikhlas kepada Allah, (2). Ikuti cara ibadah Rasulullah. Ikhlas adalah intisari kalimat tauhid; la Ilaha Illallah. Sedang mengikuti prosedur ibadah Rasulullah adalah wujud syahadat; Muhammadun Rasulullah. Maka, la Ilaha Illallah, Muhammadun Rasulullah merupakan kunci ibadah. Jika ikhlas saja, tanpa mengikuti Rasulullah ibadah pasti tidak diterima Allah. Seperti ibadahnya Yahudi dan Nasrani. Tidak ada ibadah yang sah di luar jalur Rasulullah. Maka, tidak ada pula jalan ampunan selain ajaran beliau. Di luar ajaran Islam hanya langkah-langkah setan yang menyesatkan; tanpa ibadah, tiada ampunan dan bukan jalur menuju Allah. Islam adalah totalitas ibadah yang dibenci setan; baik kalangan manusia maupun kelompok jin. Maka, berislam secara total merupakan konsekwensi logis kalau kita mau diterima amal ibadahnya. (Al-Baqarah 208)

Bagaimana Supaya Ibadah Kita Ikhlas?

Ikhlas adalah pencetus awal, penggerak yang senantiasa diharapkan mengawal setiap kegiatan dan menyampaikan kita kepada Allah. Ikhlas adalah wujud totalitas cinta manusia kepada Rabnya. Agar ikhlas ini tercipta dan terjaga, tiga hal berikut mutlak adanya :

(1). Cinta Allah. Dengan hadirnya cinta akibat pengenalan manusia terhadapNya melalui nama dan sifatNya yang senantiasa berderet pada setiap ayat dalam Al-Qur'an dan pada umumnya penuturan Rasulullah, maka ikhlas akan senantiasa bernapas panjang dalam hati setiap insan; tentunya dengan izin dan Taufik dari Allah.

(2). Harapan yang tinggi terhadap Rahmat Allah. Semua yang ada di sekitar kita dan diri kita adalah bagian kecil dari rahmatNya. Apa yang diinginkan oleh seluruh manusia ada semua di sisiNya. Bahkan banyak hal yang dimiliki Allah sebagai rahmatNya belum kita mengerti sehingga tidak mungkin terbetik dalam jiwa dan angan manusia. Itulah surga.

(3). Takut terhadap azabNya. azabNya tiada terkira. Walaupun rahmatNya mengalahkan azabNya. AmpunanNya lebih luas dibanding keadilanNya. Jika KeadilanNya itu disegerakan Allah di dunia ini, takkan ada manusia dan jin yang bisa hidup lama setelah mereka balig. Karena jika dosa dan maksiat berbalas langsung, manusia akan punah tanpa bisa berkembang biak via pernikahan. Namun, Dia lebih banyak mengampuni daripada mengazab. Itulah kebijakan ilahi yang menjadi rahmat yang membuat lalai para pecundang. Seolah Allah tidak tahu menahu kezaliman dan kesesatan mereka. Padahal, itu hanya ampunan sementara. Ia hanya siaran tunda. Tetap saja ada batasnya. Hanya Allah yang maha tahu kapan saatnya; penundaan itu berakhir murka.

Di al-Fatihah, bismillah dan Al-Hamdulillah wujud cinta Allah. Ar-Rahman dan ar-Rahim adalah bukti harapan terhadap rahmatNya. Maliki yaumiddin merupakan rasa takut terhadap azabNya; terutama di akhirat kelak. Kira-kira jika semua pilar ibadah (ikhlas) ini sudah terpenuhi, lalu pernyataan apa yang pantas setelahnya?! Hanya iyyaka na'budu (hanya Engkau yang  pantas kami sembah, ya Allah)

Ibadah Khusus (mahdah) dan ibadah umum (gairu mahdah). 

Ibadah khusus seperti shalat, puasa, zakat dll punya prosedur khusus pula; Ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah. Prinsip dasarnya adalah dalam hal ibadah haram adanya kreativitas. Berbeda dengan ibadah umum, hukum asalnya adalah kreativitas manusia sendiri, selama tidak ada larangan dan kezaliman terhadap diri dan orang lain. Ibadah umum cukup dengan niat, maka kebiasaan itu (adat) segera menjadi ibadah. Makan misalnya, hatimu cukup engkau tujukan agar dengan makan, fisikmu kuat dalam ketaatan. Lalu baca basmalah, maka itulah ibadahmu. Tapi jangan pakai tangan kiri, nanti menyerupai setan. Setelah selesai, jangan lupa baca Al-Hamdulillah. Tidur lain lagi. Dengan berharap agar tidur, engkau kuat ibadah setelah bangun, lalu bismika allahumma ahya wa amutu, kamu baca. Apalagi jika kiblat di hadapanmu, bagian kanan kau tindih dan kiri di bagian atas, maka sempurnalah ibadah tidur itu. Terutama jika disertai wudhu dan do'a setelah bangun; Al-Hamdulillah alladzi ahyani ba'da maa amatani wailahin nusyur. Demikian seterusnya. 

Cakupan Ibadah.

Ibadah mencakup diri manusia seutuhnya. Berawal dari hatinya yang penuh dengan keterbukaan menerima hidayah Allah. Sehingga Allah dibenarkan sebagai Rabb dengan semua nama dan sifatNya. Akhirnya, Dia menjadi satu-satunya Tuhan yang harus disembah. Hati demikian akan percaya adanya hari Keadilan; kiamat namanya. Para nabi dan rasul, kitab suci dan ketetapan takdir; semuanya diterima sebagai keyakinan yang disebut iman. Karena hati sedemikian adanya, lisan akhirnya bersyahadat; siap mewujudkan ibadah lisan dengan segala jenisnya. Hati yang dipenuhi iman, lisan basah dengan zikir, tentu fisik mewujudkan keyakinan dan ucapan itu pada setiap yang mungkin dilakukan. Shalat, puasa, zakat dan haji termasuk amalan fisik utama dan unggulan.

Hati, lisan dan perbuatan menjadi ibadah pribadi seutuhnya. Dengan keluarga, ia menjadi pribadi dengan sejuta manfaat. Ekonominya jauh dari riba, kecurangan dan semua jenis penipuan. Pendidikannya berbasis rabbaniyah; tak ada demarkasi antara ilmu dunia dan ilmu akhirat. Politiknya berbasis kejujuran, Keadilan, bahkan bernuansa Ihsan. Maka utuhlah dia dalam ibadah dan dalam keislaman; berkembang dalam keimanan, hingga berhasil mendaki puncak tertinggi ketakwaan. Itulah perjalanan ibadah yang melewati jalur keislaman, keimanan dan keihsanan. Semoga kita termasuk bagian dari golongan ahli ibadah dengan kucuran ampunan dan keridhaan dari Allah Ta'ala. Allahumma amiiiin. 

Depok, 15 Mei 2019 (Tengah malam) 

🌷🌷🌷🌵🌵🌵🍄🍄🍄

Ikuti update status nasehat dari kami via :

1. Telegram Channel : Gemah Fikroh.
2. YouTube Channel : Gema Fikroh.
4. Facebook Sudah Full Pertemanan.

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form