Tuesday, April 10, 2012

HARAMNYA MEMAKAN HARTA ANAK YATIM.

Penulis : Syekh Shaleh al-‘Utsaimin Rahimahullah.
Sumber : Syarah Riyadhusshalihin
Alih Bahasa : Idrus Abidin

           
Allah ta'ala berfirman (QS.An-Nisaa' : 10).
Allah ta'ala berfirman (QS.Al-An'am : 152)
 Allah ta'ala berfirman (QS.Al-Baqarah : 220)

(1622)[1]  وعن أبي هريرة رضي الله عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : "اِجْتَنَبُوا السَّبْعَ اْلمَوْبِقَاتِ" قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَاهُنَّ ؟ قَالَ : اَلشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّابِالحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ اْليَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ اَلمُحَصَنَاتِ اْلمُؤْمِنُاتِ الْغَافِلَاتِ". متفق عليه.

(1622) Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari nabi Shallallahu Alaihi Wasallam beliau bersabda, "Jauhilah tujuh perbuatan yang akan membinasakan". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah ! Apa saja perbuatan itu ?". Beliau bersabda, "Yaitu menyekutukan Allah ta'ala, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah ta'ala kacuali karena hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari pada waktu berjihad dan menuduh orang-orang beriman yang selalu menjaga diri sebagai orang yang berzina. (HR.Bukhari dan Muslim).

PENJELASAN.

            Penulis Rahimahullah mengatakan dalam kitabnya (Riyadhusshalihin), bab haramnya harta anak yatim. Anak yatim adalah anak yang meninggal ayahnya sebelum Ia baligh. Baik laki-laki maupun perempuan. Mereka semua, yakni anak-anak yatim adalah ladang lemah lembut, perhatian, kasih sayang dan belas kasih. Karena hati mereka hancur akibat ayah mereka yang meninggal. Mereka tidak mempunyai penanggung kecuali Allah ta'ala, sehingga mereka patut diperlakukan dengan lembut dan dengan penuh perhatian. Karena itulah, Allah ta'ala mewasiatkan nabi-Nya dan mendorongnya untuk menyayangi mereka pada banyak ayat. Tidak halal bagi manusia untuk memakan harta anak yatim dengan cara yang zhalim, berdasarkan firman Allah ta'ala (QS.An-Nisaa" : 10). Sebagian orang ditemukan, wal'iyazu billahi, saudaranya meninggal dan mempunyai beberapa orang anak yang masih kecil, yang mana ia mengurusi hartanya dan meggunakannya untuk keperluan pribadi. Wal'iyazu billah, ia memperlakukannya dengan tanpa alasan yang bisa dibenarkan dan tidak membawa manfaat apa-apa bagi anak-anak yatim. Mereka-mereka itu berhak mendapatkan ancaman itu, bahwa mereka memakan api di dalam perutnya. Kita memohon kepada Allah ta'ala agar kita dijauhkan dari sikap demikian.
            Allah ta'ala berfirman (QS.Al-An'am : 152), yakni jangan menggunakan harta anak yatim kecuali dengan cara yang baik. Jika dihadapan Anda terdapat dua proyek yang hendak Anda danai dari harta anak yatim, maka lihatlah mana yang paling dekat dengan kemaslahatan, menguntungkan dan jauh dari kerugian, lalu laksanakan. Tidak boleh Anda memilih yang lebih kecil peluangnya karena adanya keinginan pribadi atau karena kerabat Anda atau yang semisalnya. Tetapi lihatlah yang paling baik. Kalau Anda bingung, apa ia memiliki kemaslahatan terhadap anak yatim atau tidak maka Anda jangan melakukannya. Tetap peganglah uangnya, karena Allah ta'ala berfirman (QS.Al-An'am : 152). Jika Anda ragu maka jangan investasikan. Anda tidak dibolehkan meminjamkan harta anak yatim kepada seseorang. Misalnya ada seseorang datang dan mengatakan, "Pinjamkan saya 10.000 Riyal atau 100.000 Riyal misalnya. Sedang Anda memegang uang anak yatim, maka Anda tidak dibolehkan meminjamkannya. Karena bisa saja ia tidak mampu untuk mengembalikannya sedang tidak ada manfaatnya bagi anak yatim. Jika Anda tidak dibolehkan meminjamannya kepada orang lain maka apalagi jika Anda sendiri dan kerabat anak yatim yang meminjamnya. Wal-iyazu Billah. Mereka menggunakan harta anak yatim dalam berbisnis. Meminjamnya sendiri dan digunakan untuk kepentingan pribadi, sedang usahanya usaha sendiri dan untungnya juga untuk pribadinya sendiri. Padahal harta anak yatim tidak memperoleh apa-apa. Padahal Allah ta'ala berfirman (QS.Al-An'am : 152). Jika Anda melihat bahwa proyek itu bagus hingga Anda menanamkan saham, lalu takdir Allah menghendaki proyek itu rugi maka Anda tidak mendapatkan dosa apa-apa. Karena Anda telah mencurahkan segenap kemampuan, sedang mujtahid jika benar maka dia mendapatkan dua pahala dan jika salah maka ia tetap mendapatkan satu pahala. Tetapi jika Anda sengaja meninggalkan yang baik lalu memilih yang berkwalitas rendah maka itulah yang haram Anda lakukan.
            Allah ta'ala berfirman (QS. Al-Baqarah : 220). Ayat ini turun sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang dilontarkan sahabat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka mengatakan, "Wahai Raslullah ! Kami memegang harta anak yatim, sedang kami tinggal bersama dan komsumsi pun bersama, lalu apa yang kami harus lakukan ?. Jika kami pisahkan makanan mereka pada tempat khusus maka tentu itu bikin kami capek, jadi apa yang harus kami lakukan ? Maka turunlah firman Allah ta'ala (QS. Al-Baqarah : 220). Yakni, lakukanlah yang terbaik bagi mereka dan tetaplah bergabung. Tidak masalah panci dan piringnya satu. Selama kalian menghendaki yang terbaik, maka Allah ta'ala maha mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Akan tetapi Allah ta'ala maha mengasihi orang-orang mukmin.
            Kemudian beliau menyebutkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Jauhilah tujuh perbuatan yang akan membinasakan". Tujuh hal yang menghancurkan dan merusak agama –nauzubillah-. Mereka bertanya, "Apa saja perbuatan itu wahai Rasulullah ?". Beliau bersabda, "Yaitu menyekutukan Allah". Ini adalah penghancur terbesar, yaitu jika Anda mempersekutukan Allah ta'ala, padahal Dialah yang menciptakan dan memberikan Anda rezeki saat Anda berada dalam perut ibumu dan saat Anda telah dilahirkan ketika masih bayi.  Allah ta'ala mengaanugrahkan nikmat yang begitu banyak lalu Anda menyekutukannya dengan lainnya –wal'iyazu Billah-! ini adalah kezhaliman yang paling zhalim. Kezhaliman yang paling tinggi adalah jika Anda menjadikan tandingan bagi Allah ta'ala padahal Dialah yang mencitakan dirimu. Inilah penghncur paling besar, mempersekutukan Allah ta'ala.
            Menyekutukan Allah ta'ala memiliki banyak bentuk, diantaranya :
Seseorang menghormati sesuatu layaknya menghormati Allah ta'ala. sikap ini ada pada sebagian pembantu, baik yang merdeka maupun yang tidak. Anda melihat dia sangat mengagungkan pimpinannya, mengagungkan kerajaannya, mengangungkan para menterinya lebih dari pengagungannya terhadapa Allah ta'ala –wal'iyazu billah-. ini adalah syirik besar. Anda mengagukan manusia seperti Anda lebih dari pengagungan Anda terhadap Allah ta'ala ! yang menunjukkan sikap demikian adalah bahwa ketika pimpinannya atau menterinya atau rajanya atau tuannya, jika mengatakan lakukan begini pada waktu shalat maka ia meninggalkan shalat dan melaksanakan perintah mereka. Bahkan hingga waktunya keluar mereka tidak peduli. Artinya ia menjadikan pengangungan terahadap makhluk lebih besar dibanding pengagungannya terhadap pencipta.
            Diantaranya pula adalah masalah Mahabbah (kecintaan). Seseorang mencintai orang lain dari kalangan makhluk seperti mencintai Allah ta'ala atau lebih dari cintanya kepada-Nya. Anda melihat ia mesra terhadap seseorang dan menuntut cintanya lebih dari cintanya kapada Allah ta'ala. sikap ini ditemukan dikalangan orang-orang yang –nauzubillah- ditimpa gelora asmara. Orang-orang yang ditimpa asmara, baik kasmaran terahadap wanita atau … hatinya dipenuhi oleh kecintaan kepada selain Allah ta'ala dibanding kecintaanya kapada Allah ta'ala. padahal Allah ta'ala telah berfirman (QS.Al-Baqarah : 165). Diantaranya adalah sesuatu yang sangat tersembunyi. Yaitu Riya'. Ia tergolong syirik. Seseorang bangkit shalat lalu shalatnya diperbagus karena dilihat oleh fulan. Fulan melihat kepadanya. Ia berpuasa agar dikatakan orang yang ahli ibadah dan rajin berpuasa. Ia bersedeqah agar dikatakan orang yang pemurah dengan banyak bersedeqah. Ini adalah riya'. Padahal Allah ta'ala telah befirman dalam hadits qudsi "Saya adalah serikat yang paling anti terhadap kesyirikan. Barang siapa yang melakukan sebuah amalan, yang mana ia menyekutukan aku dengan yang lain maka aku membiarkan ia dengan kesyirikannya".[2]
            Diantaranya pula, bentuk kesyirikan, juga tersembunyi, adalah dunia yang menguasai hati dan akal manusia. Anda mendapati akal, pemikiran, badan, tidur dan bangunnya semuanya untuk dunia. Berapa penghasilannya hari ini dan berapa pula kerugiannya. Karena itulah Anda mendapatinya berusaha untuk dunia, baik dengan cara yang halal maupun dengan cara yang haram serta dengan kebohongan dan kelicikan terhadap pihak yang berwenang. Ia tidak peduli karena dunia telah memperbudaknya wal'iyazu billah. dalil tentang syiriknya hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, "Celakalah hamba dinar" apa Anda mengira orang itu bersujud kepada dinar ? Tidak, tetapi dinar telah menguasai hatinya, "Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba al-khumaisah, yakni pakaian, celakalah hamba al-khumailah, yakni permadani". Tidak ada yang menguasai pikirannya kecuali memperindah pakainnya. Mempercantik permadani lebih utama baginya dibanding melaksanakan shalat atau kewajiban lainnya. "Jika ia dikasih maka ia ridha tetapi jika tidak mendapatkan apa-apa maka ia menggerutu". Jika Allah ta'la mrmberikan nikmat kepadanya maka ia berkata, "Dialah Allah yang maha pemurah, yang maha agung dan maha mulia yang berhak atas segala sesuatu". Jika tidak mendapatkan rezki maka ia marah. Wal'iyazu billah. (QS.Al-Hajj : 11). Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "jika ia dikaruniai rezki  maka ia ridha dan jika tidak maka ia marah". Ia rugi dan celaka. Permasalahan makin ruwet dan Allah ta'ala mengacaukan urusannya. "Jika tertusuk duri maka ia tidak bisa mencabutnya". Sebelumnya telah ditakhrij.
            Yakni, artinya bahwa Allah mempersulit permasalahannya sehingga duri pun tidak mampu ia cabut dari badannya. "Jika ia tertusuk duri" artinya, jika tertusuk duri, "Maka ia tidak mampu mencabutnya". Kemudian beliau menjelaskan kebalikannya, "Beruntunglah orang yang memegang tali kendali untanya di jalan Allah ta'ala". Thubaa artinya kehidupan yang baik di dunia dan akhirat bagi orang tersebut. "Bagi hamba yang memegang tali kekang untanya di jalan Allah. Rambutnya acak-acakan dan ke dua kakinya berdebu". Lihatlah yang pertama, hamba pakaian dan permadani. Adapun yang ke dua, ia tidak memperdulikan dirinya. Yang terpenting baginya adalah beribadah kepada Allah ta'ala dan berusaha mendapatkan keridhaan-Nya. "Rambutnya acak-acakan dan kedua kakinya berdebu. Jika kebaikan terdapat pada tugas membagikan air minum kepada pasukan jihad maka ia melakukanya".[3] Yakni, ia tidak peduli dengan posisinya, jika pada posisi itu terdapat maslahat jihad maka ia akan berada di sana. Inilah orang yang akan mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat.
            Walhsil. Bahwa diantara manusia ada yang menyektukan Allah ta'ala sedang ia tidak menyadari. Anda wahai saudara-saudarku, jika Anda merasaka bahwa dunia telah mengusai hatimu dan Anda tidak lagi memperdulikan hal lain selain itu, Anda bangun karenanya dan tidur karenanya maka ketahuilah bahwa hari-hari Anda telah terisi dengan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersada, "Celakalah hamba dinar".[4] Yang menunjukkan hal ini adalah bahwa ia sangat semangat untuk mendapatkan harta, baik dengan cara yang halal maupun dengan cara yang haram. Orang yang menyembah Allah ta'ala dengan sebenarnya tidak mungkin mengambil harta dengan cara yang haram. Karena harta yang haram mengandung kebencian Allah ta'ala, sedang yang halal mengandung keridhaan-Nya. Orang yang menyembah Allah ta'ala dengan sebenarnya maka ia kan mengatakan "Saya tidak mungkin mendapatkan harta kecuali dengan cara yang halal dan tidak menggunakannya kecuali dengan cara demikian.
            Walhasil, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  bersabda, "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan". Mereka bertanya, "Apa saja hal itu wahai Rasulullah ! Beliau menjawab, "Menyekutukan Allah ta'ala". Insya Allah kelanjutan hadits ini akan kita bahas pada kesempatan lainnya. Wallahu Al-Muwaffaq.

280-BAB TENTANG MAKRUHNYA MENARIK KEMBALI PEMBERIAN YANG BELUM DISERAHKAN KEPADA YANG HENDAK DIBERIKAN DAN JUGA PEMBERIAN YANG DIBERIKAN KEPADA ANAKNYA, BAIK TELAH DISERAHKAN ATAU PUN BELUM DISERAHKAN. JUGA MAKRUH MEMBELI PEMBERIAN KEPADA ORANG YANG DIBERIKAN ATAU IA MENGANGGAPNYA SEBAGAI ZAKAT ATAU KAFFARAH ATAU SEMISALNYA. TIDAK ADA MASALAH JIKA MEMBELINYA DARI ORANG LAIN.

(1620)[5] وعن بن عباس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : اَلَّذِي يَعُودُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ". متفق عليه.
            وفي رواية : مَثَلُ الَّذِي يَرْجِعُ فِي صَدَقَتِهِ كَمَثَلِ اُلكَلْبِ  يَقِيْءُ ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ فَيَأكُلُهُ.
            وفي رواية : العَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالعَائِدِ فِي قَيْعِهِ.

(1620) Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Orang yang menarik kembali pemberianya itu adalah seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya". (HR.Bukhari dan Muslim).
Pada riwayat yang lain dikatakan, "perumpoamaan orang yang menarik kembali seekahnya adalah seperti anjing yang muntah lalu ia mencari-cari muntahnya kembali untuk dimakan". Pada riwayat lainnya dikatakan, "orang yang menarik kembali pemberiannya adalah seperti orang yang memakan muntahnya sendiri".


(1621) Dari Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu ia berkata, "Saya menyedekahkan seekor kuda kepada orang yang berjihad di jalan Allah ta'ala, tetapi kuda itu disia-siakan olehnya maka saya bermaksud untuk membelinya dan saya mengira bahwa ia mau menjualnya dengan harga murah kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau lantas bersabda, "janganlah kamu membelinya dan janganlah kamu menarik kembali sedekahmu itu walaupun ia menberikan kepadamu dengan harga satu dirham, karena sesungguhnya orang yang menarik kembali sedekanya seperti orang yang memakan kembali muntahnya". (HR.Bukhari dan Muslim).

PENJELASAN.

            Pada bab ini penulis rahimahullah menyebutkan hal yang menunjukkan haramnya menarik kembali pemberian. Yakni bahwa jika Anda memberikan seseorang sesuatu dengan gratis, sebagai bentuk tabarru' dari Anda, maka Anda tidak diperbolehkan untuk menariknya kembali. Baik jumlanya sedikit atau pun banyak. Karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyerupakan orang yang menarik kembali sumbangannya seperti anjing. Anjing yang memuntahkan isi perutnya kemudian ia menjilatnya kembali. Ini adalah perumpamaan yang jelek. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyerupakan orang yang menarik kembali pemberiannya dengan hal itu sebagai wujud kejelekan dan upaya agar orang-orang menjauh darinya. Dan tidak ada perbedaan antara orang yang Anda kasih itu orang dekat atau orang jauh. Jika Anda memberikan sesuatu kepada saudara Anda, jam atau pulpen atau mobil atau rumah maka Anda tidak dibenarkan untuk menariknya kembali, kecuali jika Anda mengikhlaskan diri Anda menjadi anjing. Dan tidak ada orang yang suka menjadi anjing. Demikian pula seorang anak jika memberikan sesuatu kepada ayahnya maka ia juga tidak boleh manariknya kembali, seperti anak yang kaya yang memiliki ayah yang miskin, lalu ia memberinya rumah maka ia tidak boleh menariknya kembali, walaupun itu adalah ayahnya. Adapun sebaliknya, jika ada seseorang yang memberikan sesuatu kepada anaknya maka ia tidak bermasalah jika menariknya kembali. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, "Tidak halal bagi seorang yang telah menyedekahkan sesuatu lalu menarik kembali pemberiannya, kecuali bagi ayah yang memberikan sesuatu kepada anaknya". Karena orang tua mempunyai hak untuk mengambil harta anaknya yang tidak diberikan kepadanya selama tidak membahayakan anaknya sendiri.
            Kemudian beliau juga menyebutkan hadits Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu bahwa ia mambawa kuda pada jalan Allah ta'ala. yakni ia memberikan seekor kuda kepada seseorang yang hendak berjihad di jalan Allah ta'ala. tetapi silaki-laki tadi menyia-nyiakannya dan tidak mengurusnya. Umar mengira bahwa ia kan menjualnya dengan harga murah dan ia yakin mampu untuk menanggung segala biayanya. Lalu ia menyampaikan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maka beliau bersabda, "Janganlah kamu membelinya walaupun ia menjualnya kepadamu sebanyak satu dirham". Karena engkau mengeluarkannya karena Allah ta'ala. Seseorang tidak mungkin membeli sedekahnya, karena apa yang dikeluarkan oleh seseorang karena Allah ta'ala maka tentu ia tidak menariknya kembali. Karena itulah beliau mengatakan, "Orang yang menarik kembali pemberianya itu adalah seperti anjing yang menjilat kembali muntahnya". Maka umar Radhiyallahu Anhu meninggalkannya. Hal ini jika orang yang hendak diberikan telah menerima pemberian itu. Adapun sebelum serah terima maka tidak haram baginya untuk menariknya kembali, tetapi ia harus menepati janjinya.  Seperti jika ada seseorang yang mengatakan kepada orang lain, "Saya akan memberimu jam tangan" misalnya, tetapi ia belum menyerahkan kepadanya maka ia boleh menariknya kembali, tetapi ia harus memenuhi janjinya. Karena orang yang tidak menepati janjinya maka ia memiliki potensi kemunafikan. Sedang seseorang tidak boleh menyAndang karakter orang-orang munafik. Wallahu Al-Muwaffaq. 


[1] Shahih Bukhari (2766) dan Shahih Muslim (89).
[2]  Telah ditakhrij pada lembaran sebelumnya.
[3]  Shahih Bukhari (2887) hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.
[4]  Shahih Bukhari (2887, 6435) dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.
 [5] Shahih Bukhari (2589, 2621) dan Shahih Muslim (1622).

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form