Alih Bahasa : Idrus Abidin
At-Tijani mengatakan pada sub judul "Ali lebih utama untuk diikuti" di antara sebab yang berperan dalam keputusanku meninggalkan jalur pendahuluku adalah perbandingan antara Ali dan Abu Bakar dari segi dalil-dalil naqli dan aqli. Saya sudah sebutkan pada bagian terdahulu bahwa saya berpedoman pada ijma' yang disepakati oleh Ahlu Sunnah dan Syi'ah. Saya sudah menelusuri literatur kedua belah fihak tapi saya tidak menemukan ijma' kecuali kepada Ali bin Abi Thalib. Ahlu Sunnah dan Syi'ah sepakat tentang kekhalifahannya sebagaimana yang terdapat dalam berbagai nash-nash yang ditegaskan oleh literatur kedua belah pihak sedang dipihak lain tidak ada yang mengakui kekhalifaan Abu Bakar kecuali sebagian kecil dari kaum Muslimin. Sebelumnya kami sudah jelaskan perkataan Umar tentang pembaitan Abu Bakar[1].
Jawaban saya (Ahlusunnah) :
Pertama: Kelihatannya At-Tijani telah dikuasai oleh kebohongan! Seandainya Ahlu Sunnah sepakat dengan Syi'ah tentang kekhalifahan Ali sebagaimana menurut At-Tijani ada dalam nash-nash, lalu mengapa ia memenuhi lembaran-lembaran ini demi membuktikan kekhalifaan Ali?! dan apa perbedaan kedua kelompok ini jika mereka sepakat tentang kekhalifahan Ali?! Bagaimana bisa terjadi ijma' terhadap kekhalifahan Ali padahal sejarah membuktikan bahwa ijma' hanya terjadi pada khalifah Abu Bakar. Bahkan tidak ditemukan adanya ijma' tentang kekhalifahan Ali, baik dari literatur Ahlu Sunnah maupun dari literatur Syi'ah Rafidhah[2], dengan berbagai pertentangan, kebohongan dan khurafat yang meliputi agama Rafidhah ini. Saya katakan kepada At-Tijani, "Jika Anda memiliki satupun literatur Ahlu Sunnah yang sepakat dengan kekhalifaan Ali bin Abi Thalib, saya harap Anda menunjukkannya kepada kami. Jika Anda tidak bisa, ketahuilah bahwa Anda adalah pembohong ulung."
Kedua: Kemudian ia mengatakan, "Dipihak lain, tidak ada yang mengakui kekhalifahan Abu Bakar kecuali sebagian kecil dari kaum Muslimin." Saya katakan, "Walupun demikian, Abu Bakar menjadi khalifah pertama dan didukung oleh orang-orang muslim dengan penuh keridhaan dan ketaatan. Adapun tentang perkataan Umar mengenai pembaitan Abu Bakar, itu telah kami bahas sebelumnya." Ia kemudian mengatakan, "Banyak keutaamaan-keutamaan dan perilaku terpuji yang disebutkan oleh orang Syi'ah terhadap Ali bin Abi Thalib yang mempunyai sanad, benar-benar keberadaannya dan terdapat pula dalam literatur-literatur Ahlu Sunnah yang mereka pedomani. Begitupun dari berbagai jalur yang tidak bisa diragukan lagi."[3]
Saya katakan :
Pertama: Insya Allah, kita akan melihat hujah yang dipakai oleh orang-orang Rafidhah, sanad-sandnya dan tingkat keshahihannya agar kita mengetahui riwayat yang shahih dan yang palsu.
Kedua: Bahwa hadits-hadits tersebut diriwayatkan dari berbagai jalur yang tidak bisa lagi diragukan. Ini sangat mengherankan, karena yang dimaksud At-Tijani adalah bahwa hadits-hadis tersebut mutawatir.[4] Apakah semua hadits yang diriwayatkan tentang Ali sampai kepada tingkat mutawatir? Kita lihat nanti!! saya mengatakan demikian karena walaupun saya bersumpah didepan Ka'bah bahwa At-Tijani mengatakan sesuatu yang ia tidak mengerti dan dia tidak memahami sedikitpun tentang dasar-dasar ilmu hadits pasti saya tidak melanggar sumpah !!.
Ia melanjutkan perkataanya, "Hadits-hadits" tentang keutamaan Ali telah diriwayatkan oleh sebagian besar sahabat hingga Ahmad bin Hambal berkata, "Kalangan shahabat tidak meriwayatkan keutamaan-keutamaan layaknya apa yang mereka riwayatkan tentang Ali bin Abi Thalib." Al-Qadhi Ismail, An-Nasa'i dan Abi Ali Al-Anshari mengatakan, "Tidak ada hadits dengan sanad yang baik yang menerangkan tentang keutamaan sahabat layaknya keutamaan Ali.[5]
Jawaban saya :
Pertama: Yang dimaksudkan bukanlah banyaknya hadits-hadits tentang keutamaan Ali, tetapi yang dimaksud adalah banyaknya perawi-perawinya. Artinya adalah bahwa perawi-perawi hadits banyak meriwayatkan keutamaan Ali, baik yang shahih maupun yang palsu, hingga satu hadis saja mempunyai banyak sanad seperti hadits:
مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ فَعَلِيٌُ مَوْلَاهُ
"Siapa yang menjadikan aku tuannya (pemimpinnya) maka Ali juga adalah tuannya (pemimpinnya)."
Hadits ini banyak sekali jalurnya padahal haditsnya cuma satu. Ini terjadi karena wafatnya Ali termasuk belakangan dan banyaknya kejadian-kejadian serta fitnah yang terjadi pada zamannya. Begitupula banyaknya tuduhan-tuduhan yang dialaminya. Olehnya itu, Ibnu Hajar berkata, "Tidak ada hadits dengan kwalitas sanad yang baik yang menerangkan keutamaan sahabat layaknya keutamaan Ali." Kelihatannya yang menyebabkan demikian adalah beliau termasuk sahabat yang wafatnya belakangan dan terjadinya pertentangan-pertentangan yang terjadi pada zamannya hingga ada yang keluar dari jamaah." Itulah yang menyebabkan tersebarnya keutamaan-keutamaan beliau dibanding dengan keutamaan shahabat lainnya sebagai wujud penolakan terhadap orang-orang yang berbeda dengan beliau.[6]
Kedua: Sebagai tambahan pembahasan sebelumnya, bahwa tidak semua hadits-hadits yang diriwayatkan tentang keutamaan Ali adalah shahih. Az-Zahabi berkata dalam kitab Talkhis Al-Maudhuaat, "Tidak ada hadits yang diriwayatkan tentang keutamaan sahabat yang menandingi banyaknya hadits-hadits tentang keutamaan Ali, yang mana ia tebagi dalam tiga kategori: Shahih dan hasan serta dha'if, yang terakhir ini sangat banyak. Bagian lain adalah hadis maudhu' ( palsu ) dan itu sangat banyak, bahkan sebagian termasuk menyesatkan dan zindiq."[7] Jadi tidak semua hadits yang diriwayatkan tentang keutamaan Ali itu shahih, tetapi pembohong-pembohong itulah yang banyak memalsukan hadits-hadits tentang keutamaan Ali. Hal ini diperkuat oleh Imamiyyah, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abi al-Hadid yang beraliran Syi'ah, "Asal mula kebohongan dalam hadits-hadits tentang keutamaan sahabat adalah orang-orang Syi'ah, merekalah yang pada awalnya yang membuat hadits yang berbeda-beda tentang keutamaan Ali. Yang menyebabkan mereka berbuat demikan adalah kebencian terhadap lawan-lawan mereka."[8] Al-Kabsy mengakui hal tersebut ketika menulis dalam bukunya "Rijal Al-Kasyi" dari Abu Maskan, dari orang-orang yang meriwayatkan darinya, dari sahabat-sahabat kami yang dari Abu Abdullah a.s. ia berkata, "Saya mendengarnya berkata, "Allah Swt melaknat Mughirah bin Zaid. Ia pernah membuat kebohongan atas nama ayahku. Allah membuatnya merasakan panasnya besi.[9] Ia juga menulis hadits dari Yunus, ia berkata, "Saya berangkat ke Irak lalu kutemukan disana sekelompot sahabat Abu Ja'far a.s. dan saya juga temukan sahabat Abu Abdullah yang begitu banyak. Lalu saya dengar hadits-hadits dari mereka dan mengambil kitab-kitabnya. Setelah itu saya tunjukkkan kepada Ali Abul Hasan ar-Ridha a.s, ternyata ia menolak banyak hadits yang terdapat didalamnya yang berasal dari Abu Abdullah a.s. lalu ia mengatakan kepadaku, "Abu Khattab berbohong atas nama Abu Abdullah a.s., Allah swt melaknat Abu Khattab demikian pula sahabat-sahabatnya. Mereka menyisihkan dan memasukkan hadits-hadits tersebut dalam kitab sahabat-sahabat Abu Abdullah hingga hari ini."[10] Apakah masih ada yang ragu setelah penjelasan ini?! bahwa banyak sekali hadits-hadits tentang keutamaan Ali adalah kebohongan dari orang-orang yang merasa sekelompok dengan beliau! dan literatur yang kalian jadikan rujukan, justeru kami pakai untuk menyerang kalian.
Ketiga: At-Tijani berusaha membuat pembaca menjadi bingung dengan mengangkat perkataan imam Ahmad bahwa beliau melihat Ali lebih utama dibanding Abu Bakar dan Umar. Padahal sebenarnya imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang paling utama setelah Rasulullah Saw adalah Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata, "Saya dengar ayahku berkata, "Adapun masalah siapa yang lebih utama, maka saya katakan, "Abu Bakar kemudian Umar, lalu Usman kemudian Ali."[11] Ia juga berkata, "Saya pernah bertanya kepada ayahku tentang keutamaan antara Abu Bakar, Umar, usman dan Ali r.a.?" Ia lalu menjawab, "Abu Bakar kemudian Umar, kemudian usman lalu Ali, khalifah keempat dari khulafa ar-rasyidin." Saya berkata kepada ayahku, "Ada sekolompok orang yang mengatakan bahwa Abu Bakar bukanlah khalifah? Ia menjawab, "Itu adalah perkataan buruk."[12] Dalam kitab Masa'il Ibnu Hani' ia berkata, "Saya dengar Abu Abdullah mengatakan tentang keutamaan, "Abu Bakar kemudian Umar kemudian usman. Kalau ada yang mengatakan setelah itu Ali maka saya tidak membentaknya." Kemudian anaknya bertanya kepadanya tentang kekhlifahan, "Saya bertanya kepada ayahku tentang kekhalifaan?" Ia menjawab, "Abu Bakar kemudian Umar, kemudian usman lalu Ali."[13] inilah pendapat imam Ahmad tentang keutamaan dan kekhalifahan.
At-Tijani melanjutkan, "Adapun tentang Abu Bakar, saya juga sudah menelusuri dalam literatur kedua belah pihak tapi saya tidak menemukan dalam literatur Ahlu Sunnah yang mengakui keutamaannya yang bisa menandingi atau menyamai keutamaan imam Ali."[14]
Jawaban saya: "Penelusuran At-Tijani tidak bisa dijadikan pegangan karena saya yakin sepenuhnya bahwa dia tidak objektif. Walaupun ia mengklaim dirinya objektif. Belum lagi ia tidak bisa membedakan antara hadits Mutawatir dan hadits maudhu (palsu ) !! Saya juga mengerti kenapa ia beberapa kali menolak pendapanya sendiri.
Padahal baru saja ia menulis "Syi'ah dan Sunni sepakat atas kekhalifahan Ali r.a. sebagaimana dalam literatur kedua golongan tersebut." Sekarang perhatikan! Bukankah tidak ada yang mengakui kekhalifahan Abu Bakar kecuali kelompok tertentu dari kalangan umat Islam. Coba lihat pembaca sekalian! kemudian perhatikan perkataan dia selanjutnya: "Adapun mengenai Abu Bakar, saya telah menelusuri litertur kedua kelompok, tapi saya tidak menemukan dalam literatur Ahlu Sunnah yang menjelaskan keutamaan Abu Bakar dan penghormatan Ahlu Sunnah Wal Jama'ah terhadap kekhalifahan Abu Bakar yang bisa menandingi kekhalifaan Ali."
Saya katakan kepada At-Tijani, "Kelompok manakah yang Anda pilih? Apakah Ahlu Sunnah yang telah sepakat atas kekhalifahan Ali atau Ahlu Sunnah yang mengakui kemuliaan Abu Bakar!?" Oleh karenanya, saya menasehati Anda, mudah-mudahan Anda mempertimbangkan dengan bijak, ketika anda mencetak buku ini selanjutnya, hendaklah mengoreksi spesialisasi Anda dengan menulis di sampul depan "Tsumma ihtadaitu" karangan DR. Muhammad At-Tijani Al-Samawi, doktor dibidang ilmu semrawut."
Kemudian ia berkata, "Walaupun Abu Bakar adalah khalifah pertama dan ia memiliki peran besar yang tidak asing lagi bagi kita, walaupun Daulah Umayyah memberikan paket khusus dan sogokan terhadap siapa saja yang meriwayatkan keutamaan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, bahkan kalaupun Daulah sengaja mengarang-ngarang keutamaan dan kelebihan bagi Abu Bakar yang menghiasi lembaran-lembaran literatur, akan tetapi semua itu tidak dapat mengimbangi keutamaan Ali sedikit pun.[15]
Komentar saya: "Mudah-mudahan laknat Allah menimpa para pendusta! Bagaimana pembual ini mengetahui bahwa Daulah Umayyah memberikan paket khusus dan sogokan terhadap orang-orang yang meriwayatkan keutamaan Abu Bakar, Umar, dan Usman. Mengapa dia tidak menisbatkan kebohongannya kepada At-Thabari dan Al-Kamil dan literatur sejarah agar ia bisa mempertegas kebenaran ocehannya atau ia hanya menampakkan kedengkian dan kezholimannya terhadap pembesar sahabat dengan membuat kebohongan yang tidak bisa diterima oleh anak kecil, apalagi orang dewasa. Apa dia tidak tahu bahwa periwayat hadits keutamaan Ali adalah sahabat juga? perkataan ini adalah tuduhan terhadap pembesar sahabat yang meriwayatkan hadits bahwa mereka meriwayatkan hadits palsu dari Rasulullah saw. Apakah Al-Qur'an yang kita warisi dari para sahabat juga penuh kebohongan? semoga Allah melaknat Ar-Rafidah dan koleganya atas tuduhan mereka terhadap para sahabat yang telah menemani Rasulullah saw. Celaan apa lagi yang lebih hebat dari celaan mereka terhadap Rasulullah SAW?! Menurut mereka, sahabat nabi adalah orang-orang zhalim, perampok, munafiq, pengecut, pembohong, suka sogokan dan mengadakan kebohongan terhadap Rasululllah SAW demi mendapatkan harta dan sogokan !!.
Semoga Allah merahmati Imam Malik ketika ia mengatakan, "Mereka melemparkan tuduhan terhadap para sahabat Rasulullah SAW dengan maksud agar dianggap bahwa Rasulullah SAW adalah orang hina dan sahabatnya adalah orang hina pula, jika seandainya Muhammad adalah orang baik, pastilah sahabatnya orang baik pula.[16]
Hendaklah pencari kebenaran melihat tuduhan Ar-Rafidah tersebut agar mereka tahu siapa sebenarnya mereka dan yakin bahwa meraka hanyalah perpanjangan tangan Abdullah bin saba', orang Yahudi yang selalu ingin menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Kebohonganpun dilakukan demi menunjukkan kecintaan mereka terhadap Ahlul Bait yang mulia, padahal Ahlul Bait berlepas tangan dari mereka sebagaimana Srigala sama sekali tidak menyentuh darah nabi Yusuf.
Selanjutnya orang muharahan ini berkata, "Apalagi jika anda meneliti hadits keutamaan Abu Bakar, maka Anda menemukan ketidak sesuaian dengan apa yang tertulis dalam lembaran sejarah, yaitu bahwa perbuatannya bertolak belakang dengan keutamaan tersebut. Bahkan akal sehat dan agamapun sulit menerimanya.[17]
Lihatlah pembaca budiman, orang yang tidak waras dan tidak memahami masalah ini hendak memperselisihkan hal mendasar dalam Islam yang telah kokoh. Ia hendak membedah hadis keutamaan Abu Bakar, padahal ia tidak menelusuri sanad atau matannya. Lalu dengan apa ia bisa membedah hadis tersebut?!. Apa dengan akalnya atau katakanlah dengan segala waktunya dan objektifitasnya. Lalu ia meneliti hadis keutamaan Abu Bakar, padahal hadits tersebut tidak hanya satu. Saya kemudian bertanya-tanya, "Apa ia menanamnya diatas tanah yang subur agar ia bisa melihat apakah tumbuh atau tidak, agar ia lihat seberapa jauh tingkat keshahihannya, atau mungkin ia hendak mencelupnya dengan kebohongan lalu ia menghiasinya dengan permainan Dajjal. Lalu ia tinggal menunggu hasilnya."
Ia berkata, "Telah dijelaskan pada hadits yang berbunyi: "Jika seandainya keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan semua umatku, niscaya keimanan Abu Bakar masih lebih berat ." Jika seandainya Rasulullah saw mengetahui posisi Abu Bakar yang sedemikian itu, maka tidak mungkin Rasulullah saw mengangkat Usamah bin Zaid menjadi panglima pasukan yang Abu Bakar salah diantaranya, dan tidaklah Rasulullah saw menolak untuk menjadi saksi atasnya sebagaimana Rasulullah saw menjadi saksi terhadap syuhada Uhud. Belaiu berkata kepadanya, "Saya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah aku tiada nanti", hinggga Abu Bakarpun menangis.[18]
Jawaban saya, "Pandangan ini telah saya jawab di beberapa tempat di buku ini. Jadi silahkan Anda periksa kembali." Sayapun menjelaskan bahwa dia sebenarnya tidak menjelaskan hadits-hadits tersebut sebagaimana ia katakana disini, akan tetapi ia malah menghalalkan dan mengharamkan. Apalagi ia beberapa kali merubah nash hadits ini. Disini ia menulis: "..dan beliau (Rasulullah) mengatakan kepadanya, "saya tidak tahu apa yang akan terjadi setelah aku tiada!" Padahal Rasulullah saw mengatakan saya tidak tahu apa yang akan kalian lakukan setelah aku tiada." dengan redaksi yang menujukkan "kalian" tapi saya katakan, "Kedengkian mengalahkan objektifitas.'
Ia menambahkan, "Dan tidak pula Rasulullah saw mengutus Ali bin Abi Thalib di belakangnya untuk mengambil surah At-Taubah dari Abu Bakar dan Rasulullah saw melarang ia untuk menyampaikannya."[19]
Saya katakan, "ini adalah kebohongan yang nyata! Karena Rasulullah saw tidak melarang Abu Bakar untuk menyampaikan surah At-Taubah, Sebagaimana pandangan At-Tijani dan tidak disebutkan dalam hadits dengan redaksi yang demikian. Padahal sudah diketahui secara pasti bahwa Rasulullah saw menjadikan Abu Bakar sebagai pemimpin kelompok yang akan menunaikan haji pada tahun kesembilan hijriyah." At-Tabari tidak meriwayatkan hadits ini, begitupun Ishak dalam musnadnya, An-Nasa'i dan Ad-Darimi juga tidak meriwayatkan dari keduanya, Ibnu Khusaimah dan Ibnu Hibban tidak mensahihkannya. Dari Ibnu Juraij, Abdullah bin Usman bin Qasim bercerita kepadaku, dari Zubair dari Jubair bahwa Rasulullah saw ketika pulang dari umrah Jiranah mengutus Abu Bakar bersama rombongan untuk berhaji, maka kami berangkat bersamanya. Ketika kami dekat dengan Al-Araj dan waktu subuh hampir tiba, tiba-tiba terdengar langkah kaki unta Nabi saw. Ternyata Ali yang mengendarainya. Abu Bakar lalu berkata kepadanya, 'Anda diutus sebagai pemimpin atau sekedar utusan saja?" Ia menjawab, "Rasulullah saw mengutusku untuk menyampaikan surah At-Taubah kepada penduduk Mekkah, maka kami tiba di Mekkah. Ketika sehari sebelum hari Tarwiyah, Abu Bakar berkhutbah di depan penduduk. Setelah selesai, Ali lalu membacakan surah At-Taubah sampai habis. Begitupula ketika hari Nahar dan Nafar.[20]
Abu Bakar ketika itu mengumumkan, "orang-orang musyrik tidak dibolehkan lagi menunaikan haji tahun depan dan tidak boleh lagi tawaf sambil telanjang." Bahkan Abu Bakarpun meminta kepada sahabat-sahabatnya untuk mengumumkan hal yang sama. Hadits ini diperkuat lagi dengan riwayat Imam Bukhari dari Abu Hurairah ia berkata, "Abu Bakar mengutus saya pada musim haji tersebut bersama para sahabat- sahabat yang lain untuk mengumumkan hal tersebut pada hari an-Nahr di Mina bahwa orang-orang musyrik tidak diperkenankan lagi menunaikan haji tahun depan dan tidak boleh lagi thawaf sambil telanjang." Humaid berkata, "Lalu Rasulullah saw membonceng Ali bin Abi Thalib dan memintanya membaca surah At-Taubah." Abu Huraiah melanjutkan, "Ia pun mengumumkan hal tersebut kepada penduduk Mina pada hari An-nahar sambil membacakan surah At-Taubah dan tidak boleh lagi orang musyrik haji tahun depan dan tawaf sambil telanjang."[21]
Komentar saya, "Rasulullah saw membonceng Ali hanya karena hal ini tidak boleh disampaikan oleh selain Rasulullah saw atau salah seorang dari keluarganya." Sebagaimana riwayat At-Tabrani dari Abu rafi' ia mengatakan, "Tidak boleh ada yang menyampaikan kecuAli kamu atau salah seorang dari keluargamu.[22] Jadi Rasulullah saw mengutus Ali hanya karena hal tersebut dan sama sekali bukan melarang Abu Bakar menyampaikannya. Padahal Abu Bakarlah yang diminta oleh Rasulullah saw memimpin rombongan tersebut dan Ali salah seorang anggota rombongan.
Adapun perkataan At-Tijani : tentu Rasulullah saw tidak mengatakan pada hari penyerahan bendera perang badar : bendera ini akan kuserahkan besok kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan iapun dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, ia banyak menyerang musuh dan tidak pengecut dalam perang. Hatinya penuh dengan keimanan. Lalu Rasulullah saw menyerahkan bendera itu kepada Ali bukan kepada Abu Bakar.[23] Kemudian ia menisbatkan periwayatannya ke Shahih Muslim
Saya menjawab : hadis ini tidak saya temukan dalan Shahih Muslim dengan redaksi yang demikian, tapi yang ada dalam Shohih Muslim adalah hadis riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw berkata pada hari haibar : akan aku serahkan bendera ini kepada orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya dan Allah akanmembukakan sebuah negeri dengan perantaraannya. Umar bin khattab berkata : saya tidak pernah menginginkan kepemimpinan kecuali hari itu. ia melanjutkan : lalu saya berlomba untuk mendapatkan bendera itu dengan harpan agar aku yang dipercayakan . lanjut Umar : lalu Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Tholib dan menyerahkan bendera itu kepadanya sambil bersabda : majulah dan jangan menoleh hingga Allah membukakan khaibar untukmu. Umar melanjutkan : maka Ali maju tanpa menoleh dan berteriak : ya Rasulullah saw , dengan apa aku memerangi mereka ? Rasulullah saw menjawab : perangilah mereka hingga mengucapkan la ilaha iallallahu muhammadun Rasulullah saw. Jika mereka menerima itu maka darah dan hartanya haram kalian sentuh kecuali dengan cara yang benar dan Allahlah yang akan menghisab mereka.[24]
Hadits ini menjelaskan keutamaan Ali bin Abi Tholib r.a tetapi tidak sedikitpun mengurangi keutamaan Abu Bakar. Benderapun tidak berada dalam genggaman Abu Bakar hingga ia harus menyerahkan kepada Ali. Tidak masuk akal jika Abu Bakar dikhususkan dengan suatu keutamaan tanpa menyertakan sahabat yang lain dan memonopoli semua keistimewaan, sementara sahabat yang lain tidak memeiliki keistimewaan apapun. Bahkan seandainya kemuliaan itu diberikan kepada seseorang selain Abu Bakar maka hal itu menjadi penghinaan terhadap dirinya. Padahal sabda nabi berbunyi " saya akan serahkan bendera ini kepada orang yang Allah akan membuka suatu negeri dengan tangannya, ia mencintai Allah dan rasul-Nya "
Tidak ada keraguan bahwa ini merupakan keutamaan Ali, tetapi orang berakal tidak mengatakan bahwa itu khusus untuk Ali, atau dengan kata lain : karena ia mencintai Allah dan rasul-Nya maka sahabat yang lain tidak mencintai Allah dan rasul-Nya. Bahkan jelas sekali Rasulullah saw menetapkan keutamaan kepada Abdullah bin Himar padahal ia pernah berbuat dosa dengan meminum khomar beberapa kali. Lalu tiba-tiba seseorang berkata : laknatlah ia ya Allah. Sering sekali ia berbuat demikian. Rasulullah saw langsung menimpali : jangan kalian melaknatnya. Demi Allah, ia mencintai Allah dan rasul-Nya.[25]
Apa orang waras mengatakan bahwa keutamaan ini khusus untuknya ? padahal sudah masyhur bahwa sahabat nabi begitu banyak. Tentu tidak bisa diterima jika semua persoalan, pujian dan keutamaan dikhususkan kepada seorang sahabat saja .akan tetapi semua sahabat adalah orang terdekat Rasulullah saw. Masing-masing punya tempat disisi Rasulullah saw .Tidak ada keraguan bahwa orang-orang yang Allah akui sebagai sahabat Rasulullah saw semuanya mencintai Allah dan rasul-Nya . Olehnya itu berhujjah dengan hadis ini demi mengunggulkan Ali atas Abu Bakar adalah batil. Sayapun tidak lupa mengingatkan At-Tijani bahwa perawi hadis ini adalah seorang sahabat yang mulia. Abu hurairah yang anda tuduh seagai pemalsu hadis tentang keutamaan Abu Bakar dan termasuk sahabat yang memiliki rasa dendam terhadap Ali. Bagaimana anda memadukam periwayat hadis keutamaan Ali ( Abu huraira ) dengan tuduhan anda terhadap dirinya akan kebohongan dan kedengkian kepada Imam Ali?!
Adapun pekataannya : seandainya Allah mengetahui keimanan Abu Bakar yang demikian dan melampaui keimanan para sahabat lainnya, tentulah Rasulullah saw tidak mengingatkan akan terhapusnya pahalanya jika mengeraskan suaranya lebih dari Rasulullah saw.[26]
Saya jawab : ayat ini turun untuk menjelaskan kepada para sahabat dan semua orang muslim tentang adab-adab bersama Rasulullah saw dan tatacara memuliakan beliau . ayat inipun umum maknanya sampai ada yang mengkhususkannya . bagaimana mungkim seorang At-Tijani mengklaim bahwa Allah mengancam Abu Bakar dengan terhapusnya pahalanya. Padahal sangat jelas bahwa seba turunnya ayat ini banyak, diantaranya adalah bahwa Abu Bakar dan Umar saling bersitegang tentang suatu, masalah hingga ayat ini turun dan diawali dengan ( wahai orang-orang beriman…) dari sini kita tahu bahwa turunnya ayat ini dengan tujuan mendidik para sahabat tentang masalah ini, agar mereka tampil sebagai orang-orang yang terbaik dalam menemani Rasulullah saw. Ayat ini sama sekali tidak dikhususkan untuk Abu Bakar . pada riwayat muslim dijelaskan bahwa ayat ini turun untuk Tsabit bin Qais. Anas bin Malik berkata : ketika ayat ini turun Tsabit bin Qais duduk dan berkata : saya termasuk ahli neraka. Dan ia berusaha menghindari nabi. Lalu Rasulullah saw bertanya kepada Saad bin Muaz : wahai Abu amr, apa yang terjadi pada Tsabit ? apa ia mengeluhkan sesuatu ? Saad menjawab : saya bertetangga dengannya tapi saya tidak tau kalau dia ada masalah. Ia berkata : maka sa'ad menemuinya dan menyampaikan perkataan Rasulullah saw. Maka stsabit berkata : ayat ini turun dan kaliantahu bahwa suara sayalah pAling tinggi disisi Rasulullah saw, olehnya itu saya adalah ahli neraka. Saadpun menyampaikan hal itu kepada rasulillahsaw lalu beliau bersabda : dia ahli sorga.[27]
Lalu bagaimana dengan Abu Bakar yang Rasulullah saw telah mengimpormasikan berkali-kali sebagai ahli sorga. Apalagi dialah yangpertama menerima ajakan dan tarbiyah ilahiyyah ini. Al-Hakim dan Ibnu Mardawaih telah meriwayatkan hadis secara bersambung sandnya dari jalur Ibnu Syihab dari Abu Bakar ia berkata : ketika surah Al-Hujurat ayat 2 turun, Abu Bakar mengatakan : ya Rasulullah saw, saya bersumpah untuk berbicara denganmu layaknya saudaraku yang paling dekat.[28] Singkat kata, bahwa Abu Bakar assidiq bukanlah orang yang bersih dari kesalahan tetapi ia juga kadang benar dan kadang pula salah. Ia ditegur karena kesalahannya, .Al-Qur'anlah yang mentarbiahnya dan Rasulullah sebagai murabbinya. Hal ini adalah sanjungan untuknya dan bukanlah berupa celaan. Demikianlah seharusnya kita memahaminya.
Ia kemudian mengulangi hal yang telah dijawab sebelumnya dengan mengatakan : dia tentu tidak membakar Al-fujaah As-salmi.[29] saya katakan : Demi Allah mengherangkan sekali kelakuan orang-orang cebol itu yang berhujjah dengan sesuatu yang justru menyerang pendapatnya sendiri .karena penyiksaan dengan api yang dilakukan oleh Ali lebih hebat daripada Abu Bakar. Dan telah jelas didalam hadits shahih bahwa Ali mengumpulkan orang-orang zindiq dari kelompok ekstrim syiah dan membakar mereka dengan api . ketika Ibnu abbas mendengar kejadian itu ia berkata : jika saya adalah Ali pasti saya tidak membakar mereka dengan api karena Rasulullah saw melarang menyiksa seseorang dengan api ekan tetapi saya akan menebas leher mereka sebagaimana sabda nabi:
من بدل دينه فاقتلوه
" Siapa yang murtad maka bunuhlah"
ketika mendengar komentar Ibnu abbas tersebut, ia berkata : celakalah Ibnu al- fadl, betapa ia dalam malapetaka. Ali telah membakar sekolompok orang dengan api. Jika saja perbuatan Abu Bakar tersebut sesuatu yang tercela maka perbuatan Ali lebih tercela lagi. Jika perbuatan Ali menurut ulama sesuatu yang tidak perlu dicela, apalagi perbuatan Abu Bakar.[30]
Adapun perkataan At-Tijani bahwa Abu Bakar pada hari tsaqifah menyerahkan keputusan kepada dua orang,Umar atau Abu Ubaidah.[31]
Saya katakan : Masalah ini telah dijawab oleh Ibnu hajar dalam kitabnya fathul bari dengan menjelaskan : perkataan ini bermasalah karena beliau tahu dialah pAling berhak menjadi khalifah. Pengangkatannya sebagai Imam sholat adalah bukti paling kuat. Abu Bakar mengatakan demikian karena malu untuk mengjukan diri dengan berkata : saya setuju untuk menjadi pemimpin kalian. Apalagi beliau tahu bahwa Umar dan Abu ubadah pasti tidak menerima pencalonan itu, bahkan Umar sudah menyatakan penolakannya dalam hadis tadi, lebih-lebih Abu ubadah, karena keutamaannya dibawah Umar menurut ijma' ulama. Cukuplah bagi Abu Bakar ketika ia menjatuhkan pilihan bagi dirinya tanpa ada yang menolak sedikitpun. Itu menunjukkan bahwa dialah paling berhak menjadi khilafah. Kini jelaslah bahwa perkatan Abu Bakar tadi tidaklah menunjukkan ia berlepas tangan dari pencalonan khilafah tersebut.[32]
Ditempat lain, At-Tijani juga menulis : orang-orang syi'ah berpegang teguh dengan perkataan Abu Bakar ( aku rela kalianmemilih salah seorang dari kedua oang ini ) bahwa Abu Bakar tidak meyakini kekhalifaannya dan haknya sebagai khalifah.
Jawaan tentang masalah ini bisa dilihat dari beberapa segi :
Pertama : Bahwa hal tersebut menunjukkan betapa tawadhunya Abu Bakar.
Kedua : Hal itu terjadi karena Abu Bakar melihat bahwa sahabat lain bisa menjadi khalifah walaupun pembesar sahabat masih ada. Atau jika kekhalifaan itu adalah hak Abu Bakar,berarti beliau berhak untuk menyerahkan kepada yang lain.
Ketiga : Beliau yakin bahwa kedua sahabatnya itu tidak mungkin ada yang mau menerima hal itu. Dengan ini beliau meu menunjukkan bahwa seandainya dia tidak ada, maka keduanyalah yang berhak menjadi khalifah. Karena itulah, ketika Abu Bakar wafat, ia menyerahkan kekhalifaan kepada Umar, karena Abu ubaidah disibikkan oleh jihad di negeri syam. Perkataan Umar yang berbunyi :( lebih baik aku tampil kedepan kemudian leherku ditebas dengan pedang daripada mendahului Abu Bakar.) Menunjukkan benarnya kemungkinan tersebut.[33]
Kemudian At-Tijani melanjutkan : orang yang memiliki keimanan demikian atau bahkan keimanannya melibihi iman seluruh umat islam tidak mungkin menyesal pada akhir hayatnya akan sikapnya terhadap fatimah, keputusannya membakar alfujah assalmi dan pengangkatannya sebagai khalifah. Juga ia tidak akan menyesal dilahirkan sebagai manusia, bahkan ia berharap untuk menjadi sehelai rambut atau segumpalan kotoran unta saja. Apa mungkin keimanan orang seperti ini mengimbangi semua keimanan seluruh orang islam apalagi menlebihinya.[34]
Saya yakin telah menjawab denan tuntas masalah ini sebelumnya. Masalah yang sangat menggelikan adalah seringnya At-Tijani mengulang perkataannya, seolah-olah ia sendiri kurang yakin dengan tulisannya, atau ia mengira sidang pembaca kurang pemahaman hingga ia mengulang-ulan suatu permasalahan agar mereka memahaminya.
Ia kemudian melanjutkan : jika kita melihat hadis yang berbunyi :
لو كنت متخذا خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا
Jika seandainya aku mengambil teman, pastilah aku memilih Abu Bakar"
Maka sama saja dengan sebelumnya. Dimana Abu Bakar ketika di mekah diadakan hari persaudaraan sebelum hijarah ? begitupun hari persaudaraan yang diadakan di madinah setelah hijrah. padahal Rasulullah saw menjadikan Ali bin abi tholib sebagai teman pada kedua hari itu, bahkan ia mengatakan kepadanya :
انت اخي في الدنيا والآخرة
"engkaulah sahabatku di dunia dan di ahirat"
dan Rasulullah saw mengacuhkan Abu bkar dan tidak menjadikannya saudara di akhirat kela sebagaiman tidak dijadikannya teman didunia ini. Saya tidak mau berpanjang lebar dalam masalah ini, cukuplah dua contoh tadi yang barasal dari literature Ahlu Sunnah Wal Jama'ah. Adapun orang-oarang syi ah, mereka sama sekali tidak mengenal hadis tersebut karena mereka memiliki bukti kongkrit bahwa hadis-hadis tersebut ditulis setelah Abu Bakar wafat.[35]
Pertama : jika kita menrima klaim At-Tijani bahwa : Abu Bakar tidak ada ketika kedua hari persaudaraan tersebut diadakan dan ketika rsulullah menjadikan Ali sebagai saudara. Apa mungkin hal tersebut membatalkan hadis nabi tentang keutamaan Abu Bakar ? atau haruskah Rasulullah saw menyebutkan semua keutamaan tersebut kepada seoarang sahabat seperti Abu Bakar tanpa yang lain, hingga ketika Rasulullah saw menyebutkan sebuah hadis keutamaan seseorang seperti Ali maka batallah hadis-hadis keutamaan Abu Bakar ?!.
Kedua : hadis shohih dikenal dengan dengan dua segi, yaitu sanad dan matannya. Adapun hadis rasululllah saw yang menjadikan Abu Bakar sebagai saudara, tidak bisa ditolak dari segi matan karena Abu Bakar telah menemani Rasulullah saw sejak awal kerasulannya hinga beliau wafat. Bahkan Rasulullah saw tidak bisa mendapatkan teman duduk layaknya Abu Bakar.[36] Jadi Abu Bakar berhak dengan kedudukan istimewa ini. Adapun dari segi sanad, keshahihannya tidak diragukan lagi karena dirawayatkan oleh sekelompok sahabat dalam kumpulan hadis-hadis shahih dengan sanad yang bersambung, terpercaya, jauh dari cacat dan berbagai pertentangan.
Ketiga : adapun tentang hari persuaraan itu ternyata hanyalah kebohongan. Hadis yang dijadikan At-Tijani sebagai sandaran " engkau sahabatku didunia dan di akhrat " adalah hadis palsu, diriwayatkan oleh Imam at-tirmidzi, Ibnu adi dan al-hakim, semuanya dari jalur hakim bin jubair dari jami bin umair. Padahal hakim bin jubair lemah dan jami bin umair pendusta.. Ibnu hibban mengatakan : ia seoarang rafidoh dan pemalsu hadis. Ibnu numair berkata : dia adalah pembohong besar.[37] Ibnu taimiyyah mengatakan bahwa hadis-hadis tentang persaudaraan Ali semuanya palsu.[38]
Bagaimana mungkin At-Tijani melemahkan hadis Abu Bakar yang shahih dengan menggunakan hadis palsu?!
Kemudian ia menulis : adapun orang-orang syi ah, mereka tidak meyakini hadis-hadi tersebut sama sekAli, karena mereka bukti nyata bahwa penulisannya dimulai setelah zaman Abu Bakar.[39]
Perkataan ini sudah jelas karena tidk mungkin bagi pembual bisa meyakini kebenaran, sebaaimana pepatah berbunyi : kotoran unta menunjukkan adanya onta tersebut. Adapun klaim bahwa hadis tersebut ditulis setelah zaman Abu Bakar dan di jadikan sebagai bukti nyata bagi orang-orang rafidah, disini saya sangat berharap agar mereka bisa membuktikan dengan jelas klaim tersebut agar kami percaya sepenuhnya
Bersambung ke link berikut : http://idrusabidin.blogspot.com/2012/02/pertentangan-abu-bakar-dengan-fatimah.html
[1] Tsumma Ihtadait, hal: 140-141
[2] Lihat apa yang telah kami sebutkan dalam masalah keutamaan Abu Bakar dalam kitab-kitab Ar-Rafidhah dan lewat statemen-statemen para Imam Itsna 'Asyariah
[3] Tsumma Ihtadait
[4] Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang mustahil bagi mereka untuk berbohong.
[5] Tsuma Ihtadait, hal: 141
[6] Fathul Bari, juz 7, hal: 89.
[7] Lihat: catatan kaki kitab: As-Shawaiq Al-Muharrifah, hal: 186
[8] Syarh Nahjul balaghah, Ibnul Abi Al-Hadid, juz 3, hal:17, cetakan Darul Fikir
[9] Rijalul Kasyi, hal: 195
[10] Ibid
[11] As-Sunnah, Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, juz 2,no. 1347, hal: 573
[12] Ibid, juz 2, no. 1349, hal: 574
[13] Masail Ibnu Hani, juz 2, hal: 169,. Lihat: Al-Masail Wa Ar-Rasail yang diriwatkan oleh imam Ahmad, yang dikumpulkan oleh Abdul Ilah Al-Ahmadi, juz 1, hal: 385
[14] Tsumma Ihatadait, hal: 141
[15] Tsumma Ihtadaitu, hal. 142-143.
[16] Al-Fatawa Al-Iraqiyyah, karangan Ibnu Taimiyyah, hal.157.
[17] Tsumma Ihtadaitu, hal. 143.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Fathul Bari, jilid 8, hal. 171.
[21] Shahih Bukhari, jilid 4, bab : Tafsir No. 4738.
[22] Fathul bari, jilid 8, hal. 169.
[23] Tsumma Ihtadaitu, hal. 143.
[24] Shahih Muslim beserta Syarahnya, bab : Keutamaan sahabat. No. 2405.
[25] Shaih Bukhari, bab : Hudud, Sub bab : apa yang tidak dibolehkan terhadap orang yang melaknat peminum khamer. No. 6398.
[26] Tsumma Ihtadaitu, hal. 143.
[27] Shahih Muslim dengan syarahnya, bab : Iman No. 119 jilid 2.
[28] Fathul Bari, jilid 8 hal. 456.
[29] Tsumma Ihtadaitu, hal. 143.
[30] Al-Minhaj, jilid 5, hal : 495-496.
[31] Tsumma Ihtadaitu, hal. 143.
[32] Fathul Bari, jilid 7 hal. 38-39. Bab : keutamaan sahabat.
[33] Ibid, jilid 12, hal. 162 Bab : Hudud.
[34] Tsumma Ihtadaitu, hal. 143-144.
[35] Tsumma Ihtadaitu, hal. 144.
[36] Ini adalh penggalan dari hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas tenang perkataan Ali bin Abi Thalib, ……saya sering dengar Rasulullah saw bersabda :
ذهبت أتا وأبوبكروعمر, ودخلت أنا وأبوبكروعمر, خرجت أنا وأبوبكر وعمر.
)saya pergi bersama Abu Bakar dan Umar, saya masuk bersama Abu Bakar dan Umar, saya keluar bersama Abu Bakar dan Umar ) dan hadis Aisyah : tidak seharipun kecuAli Rasulullah saw menjenguk kami tiap pagi maupun sore. Shaih Bukhari, kitab : keutamaan sahabat. No. 3692.
[37] Mizan Al-I'tidal. Karangan Az-Zahabi. Jilid 1, hal. 421 No. 1552.
[38] Al-Minhaj jilid 7 hal. 361. lihat pula silsilah hadis maudhu karangan Al-Albani hal. 355-356.
[39] Tsumma Ihtadaitu, hal. 144.
0 komentar:
Post a Comment