Thursday, January 5, 2012

HARAMNYA MEMANDANG WANITA YANG BUKAN MAHRAM DAN PEMUDA BELIA TAMPAN TANPA ADANYA KEBUTUHAN YANG DIBENARKAN OLEH SYARI'AT. (Bag.1)


Alih Bahasa : Idrus Abidin

           
            Allah ta'ala berfirman :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
24:30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".(QS.An-Nuur : 30).

Allah ta'ala berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
17:36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS.Al-Israa' ; 36

Juga firman Allah ta'ala :
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ (19)
40:19. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. (QS.al-Mukmin : 19).

Firman Allah ta'ala :
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ (14)
89:14. sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (QS.Al-Fajr : 14).

PENJELASAN.
            Imam Nawawi –rahimahullah- mengatakan dalam kitabnya Riyadhu Ash-Shalihin "Bab tentang haramnya memandang wanita yang bukan mahram dan pemuda beliau tampan tanpa adanya kebutuhan yang dibenarkan oleh syari'at". Wanita yang bukan mahram adalah wanita yang tidak memiliki hubungan mahram dengan anda, baik wanita tersebut keluarga dekat atau keluarga yang jauh garis nasabnya.
            Sedang pemuda belia tampan adalah pemuda yang belum tumbuh jenggotnya dan kumisnya belum tebal. Yakni, kumisnya masih hijau dan jenggotnya belum tumbuh. Dan tampan adalah lawan dari jelek rupa. Memandang wanita yang bukan mahram adalah haram, sebagaimana dijelaskan oleh penulis rahimahullah. Hal ini karena Allah ta'ala memerintahkan kita agar menundukkan pandangan dengan firman-Nya :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
24:30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS.An-Nuur : 30).
Allah ta'ala memerintahkan untuk menjaga pandangan dan menjaga kemaluan. Ini menunujukkan bahwa tanpa menjaga pandangan berimplikasi pada tidak terjaganya kemaluan. Juga bahwa jika seseorang mengobral pandangannya maka hatinya akan terpaut dengan wanita. Dia akan selalu memandang wanita hingga mendekati, mengobrol, merayu dan mengadakan janji untuk ketemu dengannya hingga terjadi kerusakan. Wal-iyadzu billah. karena itu sering dikatakan, pandangan adalah wasilah perzinahan. Maksudnya bahwa pandangan mengundang terjadinya zina. Karenanya, Allah subhana wata'ala memerintahkan agar menundukkan pandangan.
            Allah ta'ala berfirman :
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ (19)
40:19. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. (QS.Ghafir : 19).
Kha'inatul A'yun adalah mencuri pandang. Maksudnya, anda memandang secara sembunyi-sembunyi yang tidak diketahui oleh orang lain, tetapi Allah subhana wata'ala mengetahuinya. Dia maha mengetahui mata yang mencuri pandang. Dia juga maha mengetahui hal-hal yang tersembuyi dalam dada, berupa niat yang baik dan niat-niat jelek. Bahkan Ia mengetahui bisikan jiwa dan apa ang dipikirkan oleh seseorang.
            Allah ta'la juga berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36)
17:36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS.Al-Isra' : 36).

Jadi, manusia bertanggung jawab terhadapa pendengarannya. Apa yang didengar oleh kedua telinganya? Apa ia mendengar perkataan yang diharamkan atau ia memdengar dengan sekasama wanita yang bukan mahramnya, yang mana, ia menikmati suaranya. Demikian pula dengan pandangan. Demikian pula hati. Jadi manusia seharusnya menjaga dirinya.
            Adapun wanita yang termasuk mahram, yang mana anda haram  menikahinya, memandangnya tidaklah bermasalah. Memandang wajahnya, rambutnya, kedua tangannya, kedua sikunya dan kedua kakinya, semuanya tidak ada masalah. Kecuali jika seseorang merasa khawatir terkena fitnah. Jika merasa khawatir terkena fitnah maka ia tidak boleh memandang semua bagian-bagian tadi dan tidak boleh memandang mahramnya.
            Jika kita umpamakan, seseorang memilik saudara perempuan sesusuan yang cantik maka dia haram memandangnya. Saudara perempuan sesusuannya sama dengan posisi saudara perempua kandungnya, tetapi jika ia mengkahwatirkan terjadinya fitnah ketika memandangnya maka ia wajib menundukkan pandangannya. Sang saudarinya pun harus berhijab ketika ia ada, karena alasan awal disyari'atkannya hijab adalah kekhawatiran dari tejadinya fitnah. Jika fitnah terjadi maka harus menutup wajah, walaupun terhadap mahram. Akan tetapi jika tidak terjadi fitnah, sedang masyarakat bersih hatinya dan menjaga diri masing-masing maka yang seperti itu pun tetap dilarang memandang orang yang bukan mahramnya. Misalnya, ia tidak boleh memandang anak perempuan pamannya dari bapak, anak perempuan paman dari ibu. Demikian pula ia tidak boleh memandang saudara perempuan istrinya dan tidak boleh memandang istri saudara laki-lakinya. Demikianlah seterusnya.
            Yang terpenting adalah bahwa semua mahram boleh dipandang selama tidak mengkhawatirkan terjadinya fitnah. Adapun selain mahram, mereka haram dipandang secara mutlak. Wallahu Al-muwaffiq.

***
1630- عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قََالَ : "كُتِبَ عَلَى ابْنُ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ : العَيْنَانِ زِنَا هُمَا النَّظْرُ، وَاْلُأ ذُنَان زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ، وَالِلسَانُ زِنَاهُ اْلكَلَامُ، وَاليَدُ زِنَاهَا اْلبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا اْلخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ اْلفَرْجُ أَوْيُكَذِّبُهُ". متفق عليه. وهذا لفظ مسلم، ورواية البخاري مختصرة.

1630 – Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, dari Nabi shallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, "Bagi ibnu Adam (manusia) telah ditentukan zinanya, yang mana, ia pasti mengerjakannya : Zina kedua mata adalah memandang, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zina kedua tangan adalah memukul, zina kedua kaki adalah melangkah, sedang zina hati adalah bernafsu dan berangan-angan. Kesemuanya itu dibuktikan atau ditolak oleh kemaluan.[1] (HR.Al-Bukhari dan Muslim. Hadits ini adalah riwayat Muslim. Imam Al-Bukhari meriwayatkannya secara ringkas).

PENJELASAN.
            Penulis rahimahullah menyebutkan pada "Bab tentang haramnya memandang wanita yang bukan mahram dan pemuda beliau tampan tanpa adanya kebutuhan yang dibenarkan oleh syari'at", setelah menyebutkan beberapa ayat, hadits Abu Hurairah radiyallahu anhu,  bahwasanya Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan, "Bagi ibnu Adam (manusia) telah ditentukan zinanya, yang mana, ia pasti mengerjakannya". Maksudnya, bahwa manusia akan melakukan zina tanpa adanya keraguan, kecuali yang dibebaskan oleh Allah ta'ala dari perbuatan tersebut.
            Kemudian Rasulullah shallahu alaihi wasallam menyebutkan beberapa contoh zina. Zina kedua mata adalah pendangan. Maksudnya bahwa seseorang jika memandang wanita, walaupun tanpa syahwat, sedang wanita itu bukan mahramnya, maka itu adalah sala satu bentuk zina. Itulah zinanya kedua mata. Kedua telinga zinanya adalah mendengar. Seseorang mendengar pembicaraan wanita sambil menikmatinya. Itu adalah zinanya kedua telinga. Demikan pula tangan, zinanya adalah memukul. Yakni, fungsi tangan diantaranya adalah meraba dan semisalnya. Kedua kaki zinanya adalah melangkah. Maksudnya, seseorang melangkah ke tempat maksiat misalnya. Atau ia mendengar suara wanita lalu ia mendatanginya. Ini adalah bentuk zina, tetapi itu hanya terkait dengan zina kaki.
            Hati menginginkan dan cenderung kepada hal-hal demikian. Yakni, ketergantungan dengan wanita adalah zinanya hati. Kemaluanlah yang membuktikan atau menolaknya. Maksudnya. Jika ia berzina denga kemaluannya –wal iydzu billah- maka ia telah membuktikan perzinahan semua anggota tubuhnya. Jika ia tidak berzina dengan kemaluannya, maka ia selamat dan telah menjaga dirinya. Ini adalah wujud penolakan terhadap zina seluruh bagian tubuh. Ini menunjukkan adanya peringatan agar tidak tergantung dengan wanita, tidak dengan suaranya, memandangnya dan tidak pula merabahnya. Tidak mengunjunginya, tidak merusak hati karenanya. Kesemua itu adalah jenis-jenis zina –wal iydzu billah-. Hendaklah manusia berakal, waras dan yang menjaga dirinya berhat-hati agar tidak ada ketergantungan apapun pada berbagai anggota tubuhnya terhadap wanita.
            Bagi seseorang yang merasakan adanya pengaruh demikian, hendaknya berusaha menjauh. Karena setan berjalan pada diri manusia layaknya peredaran darah dalam tubuhnya. Sedang pandangan adalah salah satu panah beracun Iblis. Terkadang seseorang memandang wanita dan tidak membuatnya tergantung ketika pandangan pertama. Tetapi pada kali kedua, dan ketiga, hatinya terpaut dengannya. Wal-iyadzu billah. Jadilah hal itu penguasa dalam dirinya. Ia tidak mengingat kecuali perempuan tersebut. Jika ia berdiri, ia lantas teringat dengannya. Jika ia duduk, bayanganya pun bereliweran. Jika ia hendak tidur, matanya meneranwang padanya. Jika terbangun, ia teringat dengannya. Dengan itu, fitnah dan kejelekan terjadi. Nas'alullaha Al-A'fiah. Walahu Al-muwaffiq.

1631- وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "إِيَّاكُمْ وَاْلُجُلُوْسَ فِي الطُّرُقَاتِ"، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَالَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌ، نَتَحَدَّثُ فِيْهَا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا اْلمَجْلِس فَأْعْطُوْاالطَّرِيقَ حَقَّهُ" قََالُوْا : وَمَا حَقُّ الطَّرِيْقِ يَارَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : "غَضُّ اْلبَصَرَ, وَكَفُّ اْلأَذَيْ، وَرَدُّ السَّلَامَ، وَالأّمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ اْلمُنْكَرِ" متفق عليه.

1631 – Dari Abu Said Al-Khudri radiyallahu anhu, dari Rasulullah shallahu alaihi wasallam, beliau bersabda, "Janganlah kalian duduk-duduk di jalan-jalan". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah ! Kami tidak bisa meninggalkan tempat duduk kami (di jalan) itu, dimana kami berbincang-bincang di sana". Rasulullah shallahu alihi wasalalam bersabda, "Jika kalian tidak bisa meninggalkan tempat duduk kalian, maka berikanlah jalanan hak-haknya". Para sahabat bertanya, "Apa hak-hak jalanan itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab "Yaitu, menundukkan pandangan, menjauhkan hal-hal yang membahayakan orang lain, menjawab salam, dan melaksanakan amar ma'ruf dan nahi mungkar".[2] (HR.Bukhari dan Muslim).

1632- وَعَنْ أَبِي طَلْحَةِ زَيْدِ بْنِ سَهْلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كُنَّا قُعُوْدًا بِالْأَفْنِيَةِ نَتَحَدَّثُ فِيْهَا، فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ عَلَيْنَا فَقَالَ : " مَا لَكُمْ وَلِمَجَالِسِ الصًّعَدَاتِ ؟" فَقُلْنَا : إِنَمَا قَعَدْنَالِغَيْرِ مَا بَأْسٍ، قَعَدْنَا نَتَذَاكَرُ وَنَتَحَدَّثُ. قَالَ : " أَمَا لَا فَأَدُّواحَقهََّا : غَضُّ الْبَصَرِ، وَرَدُّ السَّلاَمِ، وَحُسْنُ اْلكَلاَمِ". رواه مسلم.

1632 – Dari Abu Thalhah Zaid bin Sahl radiyallahu anhu, ia berkata, "Ketika kami duduk-duduk di halaman rumah dekat jalanan sambil berbincang-bincang, lalu Rasulullah shallahu alaihi wasallam datang dan mendekati kami sambil mengatakan, "Kenapa kalin duduk-duduk di pinggir jalan ?". Kami menjawab "Kami duduk di sini sama sekali tidak mengganggu. Kami di sini hanya berbincang-bincang sambil bertukar pikiran". Beliau mengatakan, "Kalau begitu, penuhilah hak-haknya ; menundukkan pandangan, menjawab salam, dan berbicaralah denga sopan".[3] (HR.Muslim).

PENJELASAN.
           
            Ketika penulis –rahimahullah- menyebutkan dalam kitabnya Riyadhu Ash-Shalihin ayat-ayat yang menunjukkan keharusan menundukkan pandangan. Beliau menyetir beberapa hadits, diantaranya, hadits Abu Said Al-Khudri dan hadits Zaid bin Sahl. Yang pertama, Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan, "Janganlah kalian duduk-duduk di jalanan". Ini adalah peringatan. Maksudnya, hindarilah duduk-duduk di jalanan. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, kami tidak bisa meninggalkan tempat duduk kami".
            Mereka duduk-duduk di halaman rumah, sebagaimana banyak dilakukan oleh masyarakat saat ini. Ia duduk di halaman rumahnya, lalu tetangganya ikut nimbrung sambil berbincang-bincang di sana. Mereka membicarakan apa yang terjadi antara mereka dan membahas rencana masing-masing. Baik masalah kehidupan, maupun masalah agama. Rasulullah shallahu alaihi wasallam mengatakan, "Jika kalian tidak bisa meningalkan tempat duduk kalian, maka berikanlah jalanan hak-haknya". Mereka bertanya, "Apa hak-haknya wahai Rasulullah ?" Rasulullah shallahu alihi wasallam menyebutkan hak-haknya : (menundukkan pandangan). Maksudnya, kalian hendaknya menundukkan pandangan kalian dari orang-orang yang berlalu lalang.         Jangan memandang mereka dengan pandangan tajam. Dan jangan melihat mereka. Karena sebagian orang yang duduk-duduk di pinggir jalan, setiap kali ada yang lewat, ia memperhatikannya, mulai sejak ia datang hingga ia menjauh. Ini  bertentangan dengan perintah Rasulullah shallahu alaihi wasallam. Ia harus menundukkan pandangan, terutama jika yang sedang lewat ketika itu adalah perempuan. Saat seperti ini, menundukkan pandangan harus dari dua sisi : Dari sisi karena ia adalah perempuan, dan dari sisi bahwa jika seseorang merasa diperhatikan akan menimbulkan perasaan salah tingkah dan merasa terganggu karena hal itu.
            Yang kedua : "Menjauhkan hal-hal yang menyakiti orang lain". Jangan menyakiti orang-orang yang lewat, baik dengan perkataan maupun dengan sikap. Baik dengan perkataan menyakitkan yang engkau perdengarkan kepadanya, maupun dengan sikap yang meyebabkan jalanan sempit. Misalnya dengan menjulurkan kaki kalian atau kalian berbaring di pinggir jalan atau sikap yang serupa.
            Yang ketiga : "Menjawab salam". Maksudnya, jika ada seseorang yang mengucapkan salam maka jawablah salamnya sesuai kadar seharusnya. Jika ia mengatakan, "Assalamu alaikaum", maka jawablah, "Walaikummusssalam". Tidak cukup jika anda hanya mengucapkan, "Selamat datang" ataupun semisalnya. Tetapi harus menjawabnya sesuai dengan kadar seharusnya. (QS.An-Nisaa' : 86).
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (86)
4:86. Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).  Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.
Yang keempat : "Melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar". Jika anda menyaksikan hal-hal yang kurang dari seharusnya maka anda harus mengingatkannya. Yang ma'ruf adalah semua yang diperintahkan oleh syari'at, semua yang dikenal oleh manusia dan diakui oleh mereka serta tidak termasuk perbuatan haram. Semua itu masuk dalam kategori ma'ruf. Misalnya, jika anda duduk-duduk di pinggir jalan, lalu kalian melihat wanita yang memamerkan wajahnya, di sini anda harus meng- hentikannya dari kemungkaran itu. Kalian melihat ada orang yang berbuat sewenang-wenang, padahal shalat sedang dilaksanakan dan ia tidak ikut shalat, padahal kalian telah selesai shalat dan dia belum shalat, maka kalian harus menyuruhnya ikut shalat secara beerjamaah. Demikian seterusnya. Kalian mengadakan amar ma'ruf dan nahi munkar.
            Ini adalah 5 hak-hak bagi orang-orang yang duduk-duduk di pinggir jalanan. Demikian pula hadits setelahnya. Ia menunujukkan hal-hal yang dikandung hadits ini. Maksud dan tujuan utamanya adalah ungkapan Rasulullah shallahu alaihi wasallam "Menundukkan pandangan". Wallahu Al-muwaffiq.

Bersambung ke bag-2 pada link berikut :
http://idrusabidin.blogspot.com/2012/01/haramnya-memandang-wanita-yang-bukan_17.html


[1] Shahih Al-Bukhari, hadits no.6343 dan 6612. Shahih Muslim, hadits no.2657.
[2] Shahih Al-Bukhari, hadits no.2465, 6229. Shahih Muslim, hadits no.2121. Sebelumnya terdapat pada no 195.
[3]  Shahih Muslim, hadits no. 2161.

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form