Saturday, December 31, 2011

AGAR CINTA TAK LAYU (Bag.3)



PILIHAN YANG TEPAT

Alih Bahasa : Idrus Abidin


Banyak orang diantara kita yang berusaha membangun sebuah pemikiran, berusaha membentuk impian dan bermaksud menghayalkan kebahagiaan. Bahkan merencanakan dan mencari dalam waktu yang sangat panjang demi memperoleh gambaran yang lebih baik tentang pasangan hidup, karena memang ia adalah pasangan seumur hidup sampai berhentinya ajal melanglang buana.
Sungguh pilihan yang benar, yang dilandasi pada sikap qana'ah, realistis dan disertai dengan pengamatan yang cukup, pemikiran yang matang yang didasarkan pada data-data yang benar tentang kondisi pribadi, ekonomi dan sosial, akan mewujudkan ketenangan dan kebahagiaan.
Pemikiran yang matang yang disertai pula oleh ketertarikan secara spontan haruslah diteliti dan diamati hingga menimbulkan kepuasan sebelum memulai hidup berumah tangga.
Kebanyakan pemuda saat ini berusaha mencari suasana romantis, cinta dan pacaran sebelum membangun rumah tangga. Serta berusaha memasukkan hal-hal tersebut dalam  menentukan pilihan yang baik. Padahal, apa yang tampak dalam rumah tangga berbeda sama sekali dengan apa yang terjadi pada hubungan yang berlandaskan pada rasa cinta saja.
Jadi kehidupan rumah tangga, menurut hipotesis dan penelitian ilmiah, tidaklah terbangun pada rasa cinta dan suasana romantis saja, tetapi ia dibangun di atas landasan tanggung jawab, keterikatan, rasa ingin mendapatkan ketenangan dan keinginan untuk berkeluarga dengan penuh kepuasan yang disertai dengan perasaan cinta.
Menentukan pasangan hidup, baik suami maupun istri, bukanlah masalah mudah, bahkan bisa saja terjadi kebingungan sepanjang waktu. Dengan demikian, ia masuk pada keondisi serba bingung, serba salah, menunda dan merasa takut untuk melangkah.
Sebelum hal lain, taufik dari Allah Swt. merupakan landasan utama pilihan yang baik. Hanya saja Allah Swt. memerintahkan kita untuk menempuh berbagai usaha untuk menentukan istri atau suami. Karena pilihan ini nantinya  akan membentuk keluarga dan  keturunan sepanjang waktu. Ia tidak akan berhenti walau hanya sejenak saja. Bahkan ia akan berlanjut pada masa-masa mendatang hingga membentuk generasi masa depan.
Pasangan hidup haruslah memenuhi beberapa faktor yang mendukung terciptanya pilihan yang tepat agar terjalin keterikatan dan semangat untuk membentuk dan membina pasangan serasi. Atau minimal sekali mampu memberikan ketenangan jiwa dan sosial bagi pemuda dan pemudi yang memulai hidup baru.
Tidaklah mungkin jika pilihan hanya berdasarkan pada gambaran lahiriah yang terpusat pada materi saja. Dan betapa banyak yang bercerai karena rumah tangganya hanya diawali dari pacaran saja. Atau pertimbangannya hanya terbatas pada masalah keturunan dengan mengesampingkan tingkat pendidikan dan status sosial. Apa saja yang dibangun pada kesalahan maka pasti hasilnya juga merupakan kesalahan besar.
Faktor-faktor penting yang bisa mendukung ketenangan dan kebahagiaan suami istri terletak pada :
1.      Sikap Qana'ah. Ia merupakan bekal yang tidak pernah lekang. Ia merupakan rumus penting dan sesuatu yang sangat urgen sekali. Bahkan ia diibaratkan batu bata utama dalam kehidupan keluarga. Kebanyakan inti masalah rumah tangga adalah karena suami bermanis muka terhadap ibu atau bapaknya ketika hendak menikahkannya tanpa sedikitpun ia berusaha mengungkapkan pendapatnya. Bahkan terkadang ia menganggap dirinya telah keluar dari aturan keluarga. Siapa yang akan membayar dengan harga tinggi jika seandainya di sana ada masalah kejiwaan antara suami itri, yang mana pencetusnya adalah ketidakterimaan kedua pasangan terhadap diri mereka sendiri atau ketidasiapan untuk mengayuh kehidupan berumah tangga. Dengan demikian hendaknya hal yang mendasari suami istri dalam memulai kehidupan berumah tangga adalah penerimaan secara sempurna terhadap beban berkeluarga berupa tanggung jawab dan keterikatan yang begitu kuat.
Hal ini akan terjadi secara alami dengan berusaha bermusyawarah dengan orang-orang yang berpengalaman dalam bidang ini.  Atau pusat-pusat kegiatan sosial memberikan kesempatan untuk konsultasi tentang masalah sosial dan kejiwaan yang dapat memberikan manfaat yang berdasarkan  pada hasil penelitian tentang masalah rumah tangga dan suami istri.
Hanya saja sangat disayangkan karena saat ini banyak keluarga yang menikahkan anaknya atau memilih pasangan untuk putranya atau menerima pinangan bagi putrinya tanpa memperhatikan ciri-ciri suami yang shaleh dan pemuda impian yang selalu ditunggu-tunggu. Bahkan ia tidak merasa mampu untuk memangku beban tanggung jawab.
 Kebanyakan keluarga ketika memilih pasangan hidup melihat bahwa itu hanyalah perkara mudah. Bahkan sudah menjadi budaya umum, mereka mencari pasangan hidup setelah mereka mendapatkan pekerjaan atau telah selesai kuliahnya  di universitas. Mereka seolah-olah telah siap untuk memasuki kehidupan berumah tangga dengan penuh percaya diri, padahal mereka sebenarnya belumlah memulai apa-apa. Bahkan kepiawaiannya dalam memilih pasangan dan pengetahuannya tentang makna kehidupan berumah tangga belumlah matang dan belumlah bisa diandalkan, baik dalam menaggung beban berumah tangga maupun hal-hal lainnya.
2.      Saling menerima.
3.      Kepiawaian dalam berinteraksi dengan tuntunan kehidupan berumah tangga.
4.      Berpikir penuh tentang keluarga dari segi materi, jiwa dan sosial.
5.      Kesesuaian dalam masalah wawasan pemikiran dan kondisi kejiwaan.
6.  Kedekatan dalam status sosial dan ekonomi. Hal ini sangat ditekankan karena banyak masalah keluarga timbul akibat dari adanya perbedaan mendasar dalam hal ini.
7.      Memahami hubungan kemasyarakatan setelah berkeluarga.
8.      Saling menerima antara kedua belah pihak. Suami istri dan kemampuannya untuk saling menerima.
9.  Penerimaan suami atau istri terhadap pasangannya, baik kelebihan maupun kekuranganya. Dan kemampuan untuk menanggung beban tanggung jawab dan perbedaan-perbedaan yang terjadi antara mereka.
10. Kemampuan untuk memperolah keterampilan dalam berkomunikasi dan keterampilan yang dibutuhkan dalam keluarga.
11.  Saling memperhatikan perasaan masing-masing.
12.  Mengetahui beban tanggung jawab dalam berumah tangga dan kemampuan untuk melaksanakan kewajiban sesui dengan seharusnya dengan tetap memperkokoh pengawasan internal dalam hal sikap dan tingkah laku terhadap hubungan sosial.
13.  Memiliki wawasan tentang hal-hal yang sangat sensitif dalam kehidupan berumah tangga, khususnya hubungan psikologis yang terjadi atara suami istri.
14.  Lingkungan keluarga dan pengalaman buruk pada lingkungan rumah tangga memiliki pengaruh besar terhadap pemuda atau pemudi yang hendak memulai hidup baru dan hendak menentukan pasangan hidup. Hal ini akan menimbulkan efek kuat bagi mereka berdua. Artinya bahwa terkadang dalam lingkungan sang pemuda atau pemudi pernah memiliki ganjalan kejiwaan atau ganjalan sosial yang dapat mempengaruhi keputusannya dalam menentukan pasangan yang baik. Bahkan bisa saja di sana terdapat pandangan yang salah yang mereka perolah selama mengalami pengalaman yang tidak mengenakkan tersebut.
15.  Meminta kesampatan konsultasi yang baik.
16.  Tidak menghubngkan pernikahan dengan peercintaan dan nuansa romantis yang berlebihan, tetapi memikirkan hal-hal yang sangat penting, yaitu adanya kesempatan berduaan untuk menyalakan kembali sumbu kecintaan selama kehidupan berumah tangga. Dan berusaha menghidupkan suasana yang baik dalam komunikasi antara mereka berdua. Hal tersebut berdasarkan pada keyakinan bahwa rasa cita memang terdapat dalam hati dan pasti akan muncul dengan sendirinya.
17.  Melakukan cek kesehatan sebelum memulai pernikahan.
18.  Membekali dan menyiapkan diri unutk memasuki kehidupan berumah tangga, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak wanita. Banyak bapak atau pun ibu yang bersuaha dengan keras untuk memberikan kebahagiaan kepada anaknya dan menekankan hal itu kepada mereka, tetapi hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat materi saja dan tidak menyentuh hal-hal yang bersifat kejiwaan. Artinya bahwa ayah maupun ibu menekankan pada aspek materi padahal itu bukanlah kebahagian yang diharapkan, terutama dalam hubungan suami istri. Maka seharusnya ayah memberikan pengetahuan teori dan peraktek dan dengan cara yang teratur serta dalam waktu yang berkesinambungan terhadap anaknya berdasarkan pada pengalamannya tetang bagaimana bersikap baik terhadap wanita. Dan ia juga harus menegaskan tentang pentingnya ahklak yang baik, bagaimana kehidupan berumah tangga, hak-hak istri, kesabaran dan pendidikan islam secara integral. Demikian pula ibu, ia harus berusaha mempersiapakan putrinya untuk mentaati suami dan bagaimana cara berinteraksi dengannya. Karena banyak masalah-masalah sosial ditemukan dalam mahkamah peradilan disebabkan karena meninggalkan apa yang saya sebut sebagai seni menyiapkan anak untuk hidup berumah tangga dan membekali mereka untuk berkeluarga. Tetapi kegagalan pendidikan berdasarkan banyaknya pengalaman tentang permasalahan berumah tangga ditemukan bahwa diantara masalah penting yang banyak berkontribusi pada banyak keadaan adalah jelekenya pemahaman kedua orang tua tentang kebahagiaan dalam berumah tangga dan cara menetukan pasangan bagi putranya serta persetujuaannya terhadap pemuda yang meminang putrinya. Mereka memandang bahwa kebahagiaan terletak pada perabotan yang mewah, pekerjaan yan mentreng dan banyaknya harta. Mereka melupakan hal-hal prinsip dalam kebahagiaan suami istri bagi anak-anaknya berupa sikap yang baik, pendidikan yang seimbang yang memebekalinya untuk memasuki ladang rumah tangga dan kesiapan-kesiapan mental yang dibutuhkan.
19.  Mengenal ak-hak dan kewajiban berumah tangga yang begitu banyak. Banyak diatara orang yang memasuki perkawainan tidak mengetahui hak dan kewajiban dalam berumah tangga. Dengan demikian, orang yang tidak memiliki sesuatu mustahil bisa berbagi. Tidaklah masuk akal jika hak dan kewajiban bercampur baur mengikuti alur kehidupan beumah tangga, tetapi hal tersebut harus dipelajari dan dikuasai.
20.  Pengetahuan pemuda yang hendak mengayuh kehidupan berumah tangga tentang hak-hak istrinya. Demikian pula pengetahuan gadis yang hendak menikah tentang hak-hak suaminya.
21.  Banyak orang yang telah memiliki pengalaman gagal sebelumnya dalam membina keluarga. Mereka melewati kehidupan berumah tangga dengan perasaan luka karena berbagai sebab. Mereka secara tidak langsung memindahkan sikap mereka terhadap lingkungannya dan permasalahan hidup mereka serta permasalahan keluarga mereka akibat ketidakmampuannya dalam bersikap supel, yang berbeda secara mendasar dengan orang lain. Dengan demikian mereka memindahkan pendapat mereka secara membabi buta dan dengan cara yang salah serta jauh dari sikap amanah kepada orang-orang yang hendak mengayuh kehidupan berumah tangga. Mereka membuat orang lain menikmati pemahaman yang salah tentang masa depan keluarga. Hal ini banya ditemukan beredar diantara teman-teman dan kerabat. Misalnya, kita menemukan seorang pemuda meju untiuk meminang seorang gadis dengan modal sikap-sikap tepuji yang bagitu banyak berupa sikap beragama, displin, pekerjaan yang baik, masa depan yang cemerlang, lalu ia diterima oleh keluarga yang hendak dipinganya. Dengan pasti keluarga tersebut akan menerimanya dengan baik dan gadis itu pun tidak menolaknya. Bahkan ia akan memberikan persetujuan pada saatnya nanti, hanya saja ia membutuhkan waktu. Tetapi selama rentang waktu tersebut, ia bergabung dengan reakan kerja atau rekan kuliahnya, lalu ia meminta pendapat mereka dan menginformasikan  kebahagiaannya, padahal bisa jadi salah seorang diantara mereka orang tuanya sedang mengalami perceraian atau terjadi perceraian pada lingkungan keluarga besarnya sehingga menimbulkan reaksi tidak baik dan efek negatif bagi gadis tersebut, hal yang membuatnya menolak pernikahan karena kasus perceraian yang ia dengar. Dengan demikian peroyek perkawinan menjadi batal. Demikian pula yang terjadi bagi pemuda. Jadi pengalaman yang menakutkan akan memunculkan pada kedua belah pihak kebingungan dan rasa takut. Maka wajib bagi keluarga menampung pemuda dan menjelaskan  permasalahan tersebut serta memperbaiki kesimpangsiuran dan kelebihan ari pengalaman buruk tersebut agar dapat menjadi cambuk untuk maju dalam rangka menghadapai masalah-masalah mendatangdengan penuh perasaan positif dan penuh percaya diri terhadap kehidupan berumah tangga.
22.  Sebagian orang yang hendak berkeluarga melihat bahwa kehidupan akan berhenti setelah menikah. Utang akan bertumpuk demi kepentingan prabot rumah tangga dan kebutahan lainnya yang begitu banyak dan tidak diperhitungkan sebelumnya. Membeli perlengkapan rumah tangga yang biasanya tidak pernah cukup, bahkan terkadang mengurangi kebahagiaan berumah tangga dan  ketenangan sosial setelah menikah. Hal ini akan memberikan pengaruh bahwa memikirkan masalah pernikahan tidaklah membutuhkan pemikiran ekstra keras.
23.  Pilihan yang tepat haruslah dapat mendorong terciptanya ketenangan dan kebahagiaan berumah tangga. Pilihan terkadang menjadi hal yang membingungkan bagi banyak pemuda atau gadis yang hendak memasuki pintu pernikahan. Tetapi sebagian mereka memiliki  prioritas terhadap yang lain. Kita harus mengenal hal-hal yang perlu diprioritaskan sehingga kita dapat sampai kepada tujuan dengan cara bertahap.
24.  Menjauh dari berbagai perbedaan uzur dan sebab, yaitu uzur atau sebab yang tampak masuk akal bagi orang lain dan mendorng terciptanya kegagalan, baik pada kebingungana dalam negambil sikap atau rasa takut dari sesuatu yang sebenarnya terdapat dalam jiwa atau rasa khawatir atau dalam keluarga secara umum, apakah akan menampakkan sebab-sebab sebenarnya. Ia hanyalah sebab yang bebrpengaruh dalam bentuk yang disengaja sebagai penutup yang dapat diterima secara zahir agar sebab yang sebenarnya tidak tersingkap. Banyak orang yang hendak memulai hidup berumah tangga mudah menerima tawaran untuk menikah padahal ia tidak menerimanya demi menjauh dari pergolakan pribadi. Allah Swt. berfirman, "Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.  Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya."[1]
25.  Membebaskan diri dari tekanan negatif masyarakat dan adat istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat. Hal yang bisanya banyak melanda banyak orang. Lalu berusaha berpegang teguh kepada syariat sebagai ganti dari hal-hal demikian.
26.  Menjauhi nuansa-nuansa romantis yang hanya ada dalam hayalan saja yang banyak dijejalkan oleh chenel-chenel barat dan filem-filem serta berbagai sinetron yang ada.
27.  Hal-hal yang  dilandasi pada sebuah kesalahan maka pasti akan salah juga. Banyak pemuda maupun gadis yang hendak memasuki kehidupan berumah tangga menampilkan diri secara tidak sebenarnya, tetapi mereka tampil tidak seperti sebenarnya. Bahkan mereka seolah menikmati kebohongannya tersebut. Malahan yang paling bermasalah adalah bahwa mereka menganggap prilaku demikian sebagai hal biasa saja. Hanya saja tampilan yang sebenarnya pasti akan tersingkap dengan segera. Waktulah yang akan membuktikan itu semua. Orang yang hendak memasuki gerbang pernikahan membutuhkan pengarahan sosial dan kejiwaan. Hal ini disamping kebutuhannya terhadap orang tertentu yang ia rasa memberikan dukungan terhadapnya dan menguatkannya dengan dorongan moril. Hanya saja hal ini terkadang tidak terpenuhi kecuali sekedar nama saja.



[1] QS.Al-Qiyamah : 14-15.

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form