CINTA
ALLAH, SPIRIT UTAMA HIJRAH
Oleh.
Ust. Idrus Abidin, Lc., M.A.
Hijrah adalah sebuah bentuk perubahan orientasi hidup ; dari syirik
menuju tauhid, dari pengaruh setan menuju petunjuk Islam, hingga dari kesesatan
dan kebencian Allah menuju taufik, cinta dan ridha-Nya. Ketika manusia belum
menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya, maka pasti akan terombang-ambing
dalam mengarungi kehidupan. Dia menganggap bahwa hidup sekedar memenuhi selera,
mengasah talenta, mengejar cita-cita. Ujungnya hanya materi belaka. Dalam
benaknya, spiritual tak berperan apa-apa dalam menggapai bahagia dan mengundang
kesuksesan. Padahal, agama mengajarkan, semakin manusia lepas dari petunjuk
Allah, lalu mereka merasa sukses menggapai harapan dan cita-citanya, maka
sebetulnya dia masuk perangkap setan. Yaitu lalai dalam waktu yang panjang
tanpa pernah merasa butuh kepada agama sebagai jalan menuju puncak kesuksesan. Itulah
istidraj yang diajarkan oleh al-Qur’an.
Mengenal Allah, Tangga Menuju Kesuksesan.
Sukses versi Islam adalah keberhasilan dalam menggapai harapan dan
rasa beruntung karena terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan, yang
disertai dengan kecintaan tinggi kepada Allah.
Kecintaan yang mendasari adanya kesuksesan ini dilukiskan oleh Ibnu
Qayyim al-Jauziyah sebagai berikut, “Cinta kepada Allah, mengenal-Nya (dengan
memahami kandungan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha
sempurna), selalu berzikir kepada-Nya, merasa tenang dan damai (ketika
mendekatkan diri) kepada-Nya, mengesakan-Nya dalam mencintai, takut, berharap,
berserah diri dan mendekatkan diri (kepada-Nya), dengan menjadikan semua itu
satu-satunya yang menguasai pikiran, tekad dan keinginan seorang hamba, inilah
surga dunia (yang sebenarnya) dan kenikmatan yang tiada taranya (jika
dibandingkan dengan) kenikmatan (dunia). Inilah penyejuk hati hamba-hamba yang
mencintai Allah dan (kebahagiaan) hidup orang-orang yang mengenal-Nya. Seorang
hamba akan menjadi penyejuk (penghibur) hati bagi manusia sesuai dengan
begaimana hamba tersebut merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri kepada)
Allah. Maka barangsiapa yang merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri
kepada) Allah maka semua orang akan merasa sejuk hatinya ketika mereka
bersamanya. Barangsiapa yang tidak merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan
diri kepada) Allah maka jiwanya akan tercurah sepenuhnya kepada dunia dengan
penuh penyesalan dan kesedihan” (Kitab al-Wabil ash-Shayyib, hal. 70).
Terpesona dengan
Kebaikan dan Kesempurnaan Allah, Jalan Menuju Cinta-Nya.
Kecintaan
mahluk kepada sesuatu berasal dari rasa kagum terhadap kebaikan dan
kesempurnaannya. Allah adalah pemilik segala kebaikan dan semua bentuk
kesempurnaan. Kebaikan, kekuasaan, pesona dan keindahan Allah terangkum dalam
rububiyahNya. Rububiyah yang menjelaskan kehebatanNya dalam mencipta,
senantiasa mengurusi semua ciptaanNya hingga mereka mendapatkan semua
hak-haknya secara adil. Baik dengan memuliakan mereka dengan surgaNya atau pun
menghinakan mereka dalam siksaan neraka. Kebaikan dan pesona Allah dalam
rububiyah ini secara detail dipaparkan dalam bentuk nama-nama dan
sifat-sifatNya yang sangat indah. Sehingga hamba mencintai-Nya dengan sangat
dalam hingga sampai tahap menghambakan diri secara total dan dengan penuh
keikhlasan kepadaNya.
Pesona rububiyah ini juga menegaskan nama Allah al-Jamil
(Yang Mahaindah) al-Wadud (Maha mencintai mahluk-Nya), al-Rahman
(Mahapengasih) dan al-Rahim (Mahapenyayang). Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan makna
al-Wadud ini dengan menegaskan, “al-Wadud berarti bahwa Allah mengajak
hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan (memperkenalkan kepada mereka)
sifat-sifat-Nya yang maha indah, berbagai karunia-Nya yang sangat luas,
kelembutan-Nya yang tersembunyi dan berbagai macam nikmat-Nya yang tampak
maupun tidak. Maka Dialah al-Waduud yang berarti al-waaddu (yang
mencintai) dan (juga) berarti al-mauduud (yang dicintai). Dialah yang
mencintai para wali dan hamba yang dipilih-Nya, dan merekapun mencintai-Nya,
maka Dialah yang mencintai mereka dan menjadikan dalam hati mereka kecintaan
kepada-Nya. Lalu ketika mereka mencintai-Nya Diapun mencintai (membalas cinta)
mereka dengan kecintaan (yang lebih sempurna) sebagai balasan (kebaikan) atas
kecintaan (tulus) mereka (kepada-Nya).
Maka semua
karunia dan kebaikan berasal dari-Nya, karena Dialah yang memudahkan segala
sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta kepada-Nya. Dialah yang mengajak
dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak
hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam al-Qur’an)
sifat-sifat-Nya yang mahaluas, agung dan indah. Yang mana, semua itu akan
menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati
dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan.
Dan Allah
memiliki (sifat-sifat) kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas.
Masing-masing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam (menyempurnakan)
penghambaan diri (seorang hamba) dan menarik hati mereka untuk (mencintai)-Nya.
Kemudian Dia mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan berbagai macam
nikmat dan karunia-Nya yang agung, yang dengan itu Allah menciptakan,
menghidupkan, memperbaiki keadaan dan menyempurnakan semua urusan mereka.
Bahkan dengan itu Allah menyempurnakan (pemenuhan) kebutuhan-kebutuhan pokok,
memudahkan urusan-urusan, menghilangkan semua kesulitan dan kesusahan,
menetapkan hukum-hukum syariat dan memudahkan mereka menjalankannya, serta
menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka…
Maka semua yang
ada di dunia ini, yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia, yang lahir maupun
batin, adalah (bersumber) dari kebaikan dan kedermawanan-Nya, untuk mengajak
hamba-hamba-Nya agar mencintai-Nya. Sungguh hati manusia secara fitrah akan
mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik kepadanya. Maka kebaikan apa yang
lebih agung dari kebaikan (yang Allah limpahkan kepada hamba-hamba-Nya)?
Kebaikan ini tidak sanggup untuk dihitung jenis dan macamnya, apalagi
satuan-satuannya. Padahal setiap nikmat (dari Allah ) mengharuskan bagi hamba
untuk hati mereka dipenuhi dengan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan
kepada-Nya” (Kitab Fathur Rahimil Malikil ‘Allam, hal. 55-56).
Indikasi Cinta
Kepada Allah.
Kecintaan
melahirkan tanda-tanda yang merupakan wujud nyata dari kecintaan itu sendiri.
Beberapa ciri kecintaan adalah selalu mengingat yang dicintai, mengaguminya,
sering menyebut-nyebut namanya, rela dan siap berkorban untuknya dan penuh rasa
khawatir dan harap terhadap yang dicintai. Indikasi demikian muncul setelah
adanya upaya untuk mengenal. Dengan perkenalan inilah
cinta dengan beragam manifestasinya beserta indkasinya bisa terlihat.
§
Sering Mengingat yang
Dicintai.
Rasa cinta yang diliputi kekaguman akan berefek pada seringnya seseorang
mengingat yang dicintai. Orang beriman adalah orang yang memiliki cinta yang
diliputi kekaguman dan pengagungan terhadap Allah Swt. "Dan diantara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah." (QS al-Baqarah [2] : 165).
Kecintaan inilah yang menggetarkan hatinya ketika nama sang kekasih disebutkan,
karena memang hatinya terpaut dengan-Nya dan selalu mengisi relung jiwanya.
§
Kagum Terhadap yang
Dicintai.
Cinta Allah memang akan membuat seseorang mengagumi-Nya. Kekaguman
biasanya lahir dari kehebatan sesuatu. Dan tidak pelak lagi bahwa Allah-lah pemilik segala
kehebatan. Karenanya, kekagumana hanyalah pantas ditujukan kepada-Nya.
Kekaguman yang melahirkan kesiapan untuk menghambakan diri kepada-Nya.
Kekaguman inilah yang melahirkan pujian terhadap yang dicintai. Karenanya,
Allahlah merupakan Zat yang harus dipuji sebagaimana Ia memuji dirinya sendiri
dan mengharapkan para pecinta-Nya untuk memuji-Nya pula.
§ Rela (ridha)
Terhadap yang Dicintai.
Cinta yang
menggejala pada seseorang akan melahirkan keridha'an terhadap kekasihnya. Orang
beriman juga demikian keadaanya terhadap Allah Swt. Keridhaan inilah yang
membuat mereka melakukan perintah Allah dengan penuh keikhlasan. Karena
kerelaan seperti ini merupakan tanda cinta, Allah Swt. menegaskan pentingnya
mencari keridha'an-Nya. Keridhaan Allah lahir setelah sebelumnya orang mukmin
pun merelakan Allah sebagai Zat yang dicintainya. Allah Swt.
menegaskan, "Balasan
mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap
mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya". (QS. Al-Bayyinah [98]: 8).
§ Siap Berkorban.
Siap berkorban
merupakan konsekwensi cinta seseorang terhadap pihak yang dicintai. Sejauh
manapun kecintaannya terpatri pada kedalaman sanubarinya, maka sejauh itulah
kesiapannya berkorban. Dalam Islam, kesiapan berkorban terhadap Allah berwujud
pada pembelaan, advokasi dan menda'wahkan Islam sebagai way of life di
tengah peradaban manusia. Allah Swt. menerangkan kesiapan para pecinta-Nya
untuk berkorban demi kejayaan Islam dan kaum muslimin, "Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya". (QS. al-Baqarah [2]: 207).
§ Merasa Khawatir
(khauf) Jika yang Dicintai Marah Kepadanya.
Cinta
menghasilkan perasaan khawatir bagi sang pecinta jika sendainya sang kekasih
merasa tidak senang dengan tindak tanduk yang ditampilkanya. Rasa khawatir ini
muncul sebagai akibat dari harapannya yang begitu besar untuk mendapatkan
keridha'an kekasihnya. Ketika seorang muslim selalu khawatir jika perbuatannya
banyak yang tidak pantas kepada Allah, maka itu artinya mereka merasakan betapa
besar cinta dan harapannya terhadap keridhaan Allah kepadanya. Sehingga dalam
berdo'a pun mereka tetap merasakan sikap demikian.
§
Mengharap Keridhaan (raja')
Sang Kekasih.
Keridhaan sang kekasih merupakan tujuan utama sang pecinta sejati. Berbagai
hal dilakukanya dalam rangka mencapai keridhaan yang menyampaikannya kepada
rahmat-Nya. Orang mukmin adalah mereka-mereka yang mentargetkan rahmat Allah
sebagai ujung kecintaanya kepada Allah. Rahmat yang lahir dari keridhaan Allah
terhadap para pecinta-Nya.
§
Mentaati Kehendak Sang
Kekasih (tha'ah).
Orang mukmin adalah orang yang mengobarkan kecintaan
kepada Allah Swt. dalam sanubarinya. Cinta mereka inilah yang menjadi faktor
utama kenapa mereka sangat mentaati aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah
Swt. Kesiapan untuk mematuhi segala aturan yang diterapkan oleh sang kekasih
merupakan wujud nyata kecintaan yang menggelora dalam sanubari orang-orang beriman.
Mutiara Do’a
اللَّهُمَّ
إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى
حُبِّكَ
“Ya Allah, Saya memohon agar dapat
mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal
yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu. (HR. Tirmidzi no. 3235 dan Ahmad
5: 243, dan Dishahihkan al-Albani).
0 komentar:
Post a Comment