الأربعاء، 27 ديسمبر 2017

CINTA ALLAH, SPIRIT UTAMA HIJRAH



CINTA ALLAH, SPIRIT UTAMA HIJRAH
Oleh. Ust. Idrus Abidin, Lc., M.A.

Hijrah adalah sebuah bentuk perubahan orientasi hidup ; dari syirik menuju tauhid, dari pengaruh setan menuju petunjuk Islam, hingga dari kesesatan dan kebencian Allah menuju taufik, cinta dan ridha-Nya. Ketika manusia belum menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya, maka pasti akan terombang-ambing dalam mengarungi kehidupan. Dia menganggap bahwa hidup sekedar memenuhi selera, mengasah talenta, mengejar cita-cita. Ujungnya hanya materi belaka. Dalam benaknya, spiritual tak berperan apa-apa dalam menggapai bahagia dan mengundang kesuksesan. Padahal, agama mengajarkan, semakin manusia lepas dari petunjuk Allah, lalu mereka merasa sukses menggapai harapan dan cita-citanya, maka sebetulnya dia masuk perangkap setan. Yaitu lalai dalam waktu yang panjang tanpa pernah merasa butuh kepada agama sebagai jalan menuju puncak kesuksesan. Itulah istidraj yang diajarkan oleh al-Qur’an.
Mengenal Allah, Tangga Menuju Kesuksesan.
Sukses versi Islam adalah keberhasilan dalam menggapai harapan dan rasa beruntung karena terhindar dari hal-hal yang tidak diharapkan, yang disertai dengan kecintaan tinggi kepada Allah.  Kecintaan yang mendasari adanya kesuksesan ini dilukiskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah sebagai berikut, “Cinta kepada Allah, mengenal-Nya (dengan memahami kandungan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna), selalu berzikir kepada-Nya, merasa tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, mengesakan-Nya dalam mencintai, takut, berharap, berserah diri dan mendekatkan diri (kepada-Nya), dengan menjadikan semua itu satu-satunya yang menguasai pikiran, tekad dan keinginan seorang hamba, inilah surga dunia (yang sebenarnya) dan kenikmatan yang tiada taranya (jika dibandingkan dengan) kenikmatan (dunia). Inilah penyejuk hati hamba-hamba yang mencintai Allah dan (kebahagiaan) hidup orang-orang yang mengenal-Nya. Seorang hamba akan menjadi penyejuk (penghibur) hati bagi manusia sesuai dengan begaimana hamba tersebut merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri kepada) Allah. Maka barangsiapa yang merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri kepada) Allah maka semua orang akan merasa sejuk hatinya ketika mereka bersamanya. Barangsiapa yang tidak merasa sejuk hatinya dengan (mendekatkan diri kepada) Allah maka jiwanya akan tercurah sepenuhnya kepada dunia dengan penuh penyesalan dan kesedihan” (Kitab al-Wabil ash-Shayyib, hal. 70).
Terpesona dengan Kebaikan dan Kesempurnaan Allah, Jalan Menuju Cinta-Nya.
Kecintaan mahluk kepada sesuatu berasal dari rasa kagum terhadap kebaikan dan kesempurnaannya. Allah adalah pemilik segala kebaikan dan semua bentuk kesempurnaan. Kebaikan, kekuasaan, pesona dan keindahan Allah terangkum dalam rububiyahNya. Rububiyah yang menjelaskan kehebatanNya dalam mencipta, senantiasa mengurusi semua ciptaanNya hingga mereka mendapatkan semua hak-haknya secara adil. Baik dengan memuliakan mereka dengan surgaNya atau pun menghinakan mereka dalam siksaan neraka. Kebaikan dan pesona Allah dalam rububiyah ini secara detail dipaparkan dalam bentuk nama-nama dan sifat-sifatNya yang sangat indah. Sehingga hamba mencintai-Nya dengan sangat dalam hingga sampai tahap menghambakan diri secara total dan dengan penuh keikhlasan kepadaNya.
Pesona rububiyah ini juga menegaskan nama Allah al-Jamil (Yang Mahaindah) al-Wadud (Maha mencintai mahluk-Nya), al-Rahman (Mahapengasih) dan al-Rahim (Mahapenyayang). Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan makna al-Wadud ini dengan menegaskan, “al-Wadud berarti bahwa Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan (memperkenalkan kepada mereka) sifat-sifat-Nya yang maha indah, berbagai karunia-Nya yang sangat luas, kelembutan-Nya yang tersembunyi dan berbagai macam nikmat-Nya yang tampak maupun tidak. Maka Dialah al-Waduud yang berarti al-waaddu (yang mencintai) dan (juga) berarti al-mauduud (yang dicintai). Dialah yang mencintai para wali dan hamba yang dipilih-Nya, dan merekapun mencintai-Nya, maka Dialah yang mencintai mereka dan menjadikan dalam hati mereka kecintaan kepada-Nya. Lalu ketika mereka mencintai-Nya Diapun mencintai (membalas cinta) mereka dengan kecintaan (yang lebih sempurna) sebagai balasan (kebaikan) atas kecintaan (tulus) mereka (kepada-Nya).
Maka semua karunia dan kebaikan berasal dari-Nya, karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta kepada-Nya. Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam al-Qur’an) sifat-sifat-Nya yang mahaluas, agung dan indah. Yang mana, semua itu akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan.
Dan Allah  memiliki (sifat-sifat) kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas. Masing-masing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam (menyempurnakan) penghambaan diri (seorang hamba) dan menarik hati mereka untuk (mencintai)-Nya. Kemudian Dia mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya yang agung, yang dengan itu Allah menciptakan, menghidupkan, memperbaiki keadaan dan menyempurnakan semua urusan mereka. Bahkan dengan itu Allah menyempurnakan (pemenuhan) kebutuhan-kebutuhan pokok, memudahkan urusan-urusan, menghilangkan semua kesulitan dan kesusahan, menetapkan hukum-hukum syariat dan memudahkan mereka menjalankannya, serta menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka…
Maka semua yang ada di dunia ini, yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia, yang lahir maupun batin, adalah (bersumber) dari kebaikan dan kedermawanan-Nya, untuk mengajak hamba-hamba-Nya agar mencintai-Nya. Sungguh hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik kepadanya. Maka kebaikan apa yang lebih agung dari kebaikan (yang Allah  limpahkan kepada hamba-hamba-Nya)? Kebaikan ini tidak sanggup untuk dihitung jenis dan macamnya, apalagi satuan-satuannya. Padahal setiap nikmat (dari Allah ) mengharuskan bagi hamba untuk hati mereka dipenuhi dengan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan kepada-Nya” (Kitab Fathur Rahimil Malikil ‘Allam, hal. 55-56).
Indikasi Cinta Kepada Allah.
Kecintaan melahirkan tanda-tanda yang merupakan wujud nyata dari kecintaan itu sendiri. Beberapa ciri kecintaan adalah selalu mengingat yang dicintai, mengaguminya, sering menyebut-nyebut namanya, rela dan siap berkorban untuknya dan penuh rasa khawatir dan harap terhadap yang dicintai. Indikasi demikian muncul setelah adanya upaya untuk mengenal. Dengan perkenalan inilah cinta dengan beragam manifestasinya beserta indkasinya bisa terlihat.
§  Sering Mengingat yang Dicintai.
Rasa cinta yang diliputi kekaguman akan berefek pada seringnya seseorang mengingat yang dicintai. Orang beriman adalah orang yang memiliki cinta yang diliputi kekaguman dan pengagungan terhadap Allah Swt. "Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah." (QS al-Baqarah [2] : 165). Kecintaan inilah yang menggetarkan hatinya ketika nama sang kekasih disebutkan, karena memang hatinya terpaut dengan-Nya dan selalu mengisi relung jiwanya.
§  Kagum Terhadap yang Dicintai.
Cinta Allah memang akan membuat seseorang mengagumi-Nya. Kekaguman biasanya lahir dari kehebatan sesuatu. Dan tidak pelak  lagi bahwa Allah-lah pemilik segala kehebatan. Karenanya, kekagumana hanyalah pantas ditujukan kepada-Nya. Kekaguman yang melahirkan kesiapan untuk menghambakan diri kepada-Nya. Kekaguman inilah yang melahirkan pujian terhadap yang dicintai. Karenanya, Allahlah merupakan Zat yang harus dipuji sebagaimana Ia memuji dirinya sendiri dan mengharapkan para pecinta-Nya untuk memuji-Nya pula.
§  Rela (ridha) Terhadap yang Dicintai.
Cinta yang menggejala pada seseorang akan melahirkan keridha'an terhadap kekasihnya. Orang beriman juga demikian keadaanya terhadap Allah Swt. Keridhaan inilah yang membuat mereka melakukan perintah Allah dengan penuh keikhlasan. Karena kerelaan seperti ini merupakan tanda cinta, Allah Swt. menegaskan pentingnya mencari keridha'an-Nya. Keridhaan Allah lahir setelah sebelumnya orang mukmin pun merelakan Allah sebagai Zat yang dicintainya. Allah Swt. menegaskan, "Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya". (QS. Al-Bayyinah [98]: 8).
§  Siap Berkorban.
Siap berkorban merupakan konsekwensi cinta seseorang terhadap pihak yang dicintai. Sejauh manapun kecintaannya terpatri pada kedalaman sanubarinya, maka sejauh itulah kesiapannya berkorban. Dalam Islam, kesiapan berkorban terhadap Allah berwujud pada pembelaan, advokasi dan menda'wahkan Islam sebagai way of life di tengah peradaban manusia. Allah Swt. menerangkan kesiapan para pecinta-Nya untuk berkorban demi kejayaan Islam dan kaum muslimin, "Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya". (QS. al-Baqarah [2]: 207).
§  Merasa Khawatir (khauf) Jika yang Dicintai Marah Kepadanya.
Cinta menghasilkan perasaan khawatir bagi sang pecinta jika sendainya sang kekasih merasa tidak senang dengan tindak tanduk yang ditampilkanya. Rasa khawatir ini muncul sebagai akibat dari harapannya yang begitu besar untuk mendapatkan keridha'an kekasihnya. Ketika seorang muslim selalu khawatir jika perbuatannya banyak yang tidak pantas kepada Allah, maka itu artinya mereka merasakan betapa besar cinta dan harapannya terhadap keridhaan Allah kepadanya. Sehingga dalam berdo'a pun mereka tetap merasakan sikap demikian.
§  Mengharap Keridhaan (raja') Sang Kekasih.
Keridhaan sang kekasih merupakan tujuan utama sang pecinta sejati. Berbagai hal dilakukanya dalam rangka mencapai keridhaan yang menyampaikannya kepada rahmat-Nya. Orang mukmin adalah mereka-mereka yang mentargetkan rahmat Allah sebagai ujung kecintaanya kepada Allah. Rahmat yang lahir dari keridhaan Allah terhadap para pecinta-Nya.
§  Mentaati Kehendak Sang Kekasih (tha'ah).
Orang mukmin adalah orang yang mengobarkan kecintaan kepada Allah Swt. dalam sanubarinya. Cinta mereka inilah yang menjadi faktor utama kenapa mereka sangat mentaati aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. Kesiapan untuk mematuhi segala aturan yang diterapkan oleh sang kekasih merupakan wujud nyata kecintaan yang menggelora dalam sanubari  orang-orang beriman.


Mutiara Do’a
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Ya Allah, Saya memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu. (HR. Tirmidzi no. 3235 dan Ahmad 5: 243, dan Dishahihkan al-Albani).

0 komentar:

إرسال تعليق

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

نموذج الاتصال