Thursday, January 26, 2017

4 BENTUK KEBAHAGIAAN DUNIAWI Oleh : Ust. Idrus Abidin, Lc., M.A.



4 BENTUK KEBAHAGIAAN DUNIAWI
Oleh : Ust. Idrus Abidin, Lc., M.A.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Al-Manar Jakarta

Bagi seorang muslim, dunia merupakan lahan subur yang menjadi media utama dalam menanam, menumbuhkan dan memelihara serta mengembangkan iman dan amal shaleh. Di sinilah mereka menunjukkan kecintaan kepada Allâh dengan mensyukuri segala macam karuniaNya dan bersabar terhadap berbagai rintangan dalam rangka mewujudkan pengabdian dan ketulusan. Kecintaaan, harapan dan rasa takut kepada Allâh inilah yang menjadi basis utama dan sarana mendasar bagi kebahagiaan seorang muslim di dunia ini.
Sebagai orang yang sangat mengerti tabiat dunia, Rasulullah juga tidak lupa berpesan kepada ummatnya tentang makna dan bentuk kebahagiaan duniawi. Dari Sa’ad bin Abi Waqqâsh r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Empat hal termasuk kebahagiaan (duniawi) : istri yang shalehah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman. Dan, ada empat hal yang termasuk kesengsaraan seseorang: tetangga yang jelek, istri yang tidak baik, kendaraan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit.” (HR Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh al-Albani, ash-Shahihah, no. 282)
Istri yang Shalehah.
Istri shalehah memang menjadi dambaan semua kaum lelaki. Di samping secara fisik menarik, mereka juga memiliki ahlak yang baik dan ketulusan serta ketaatan kepada pasangan hidup mereka. Secara umum, kriteria keshalehan istri yang membahagiakan di dunia ini seperti: mentauhidkan Allâh dengan mengabdikan diri hanya kepadaNya tanpa menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Tunduk kepada perintah Allâh. Terus menerus dalam ketaatan kepadaNya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah dan lainnya. Menjauhi segala hal yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah yang bisa mengikis sifat-sifat mulia. Selalu bertaubat kepada Allâh sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istigfar dan dzikir kepadaNya. Sebaliknya ia jauh dari kata sia-sia, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta dan lainnya. Menaati suami dalam hal kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allâh dan melaksanakan hak-hak suami sebaik mungkin. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kesuciannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang ingin melihat, atau dari telinga yang mau mendengar, demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Termasuk karakter wanita shalehah adalah penuh kasih sayang. Selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Melayani suami seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian dan sejenisnya. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Selalu berpenampilan bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya. Ketika suaminya sedang berada di rumah, ia tidak menyibukkan diri dengan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suami untuk bersenang-senang dengannya, seperti puasa, terkecuali bila suami mengizinkan. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami dan tidak mudah melupakan kebaikannya. Bersegera memenuhi ajakan suami memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar'i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Saw. yang berbunyi, “Demi zat yang jiwaku berada di tanganNya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidur lalu si istri menolak ajakan suaminya, melainkan Allâh Swt. murka terhadapnya sampai si suami ridha padanya. (HR. Muslim, no. 1436)
Tempat Tinggal yang Luas.
Salah satu unsur material yang dapat menopang rasa syukur dan kebahagiaan manusia adalah adanya tempat domisili yang memiliki beragam fungsi; terutama dalam hal menenangkan diri setelah lelah mencari karunia Allâh. Fungsi menanangkan diri inilah yang menjadi sebab utama penamaan rumah sebagai sakan dalam bahasa Arab. Karena kata sakan berarti diam dan tenang setelah bergerak dan beraktivitas. Selain itu ada juga fungsi lain sebagai tempat bermalam yang masih pecahan dari fungsi pertama. Karenanya, orang Arab menyebutnya sebagai bait; sebab konotasinya adalah tempat bermalam (mabit). Terkadang rumah berfungsi layaknya tempat persinggahan.Yakni seolah bekerja bagi manusia adalah sesuatu yang asasi sedang istirahat di rumah hanyalah bersifat sementara untuk kemudian berlanjut kepada pekerjaan lainnya. Dengan ini, orang Arab sering menyebut rumah dengan istilah manzil (tempat singgah).
Intinya, rumah merupakan karunia yang perlu dinikmati dengan penuh rasa syukur kepada Allâh. Karena dengan rumah kita dapat beristrahat, berkumpul dengan sanak keluarga, menjauh dari terik matahari, berlindung dari tusukan hawa dingin, memproteksi diri dari serangan binatang buas dan orang-orang yang bermaksud jahat, serta mengamankan kita dari hujan dan tiupan angin kencang. Allâh berfirman, “Dan Allâh menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.” (QS. An-Nahl [16]: 80).
Rumah tanpa tempat tidur dan perabot lainnya tidak akan lengkap dan sempurna. Allâh Swt. telah menyediakan semua bahan-bahan untuk tempat tidur kita dengan menumbuhkan pohon kapas di perkebunan, menumbuhkan rambut dan bulu di kulit ternak yang dengannya kita dapat membuat karpet, sajadah, seprei, bed cover, jaket dan berbagai jenis pakaian. Bahkan, dari kulit hewan ternak kita bisa membuat kemah yang dapat kita gunakan melindungi tubuh kita dari udara dingin.Di daerah padang pasir yang tidak terdapat bebatuan atau kayu, kulit-kulit binatang dan bulunya berubah menjadi kemah, tempat tidur, perabot dan pakaian. Hal ini juga dilakukan oleh para prajurit yang tidak menetap di tempat tertentu (sering berkemah). (Lihat: QS. an-Nahl [16] ayat 80)
Tetangga yang Baik.
Keberadaan tetangga yang baik sangat membantu hadirnya rasa bahagia bagi setiap manusia. Mereka adalah orang-oarng yang senantiasa dekat secara fisik kepada kita sehingga jalinan muamalah dan interaksi sosial sangat mudah terjadi. Jika jalinan sosial bertetangga ini berjalan dengan baik maka dipastikan beragam kebaikan bisa diperoleh dan banyak keburukan yang bisa diminimalisir.
Kriteria tetangga yang baik, yang potensial menghadirkan kebahagian bagi tetangganya seperti adaya sikap saling menyapa antar tetangga dengan ucapan salam dan senyuman yang tulus, berbicara dengan penuh kelembutan dan keakraban, menjaga silaturahmi, saling mendo’akan agar sama-sama mendapatkan keridha’an Allâh, saling memberikan dan membagikan makanan, sayuran dan lauk pauk jika memasak masakan yang terhitung istimewa, menjamu dengan baik tetangga yang berkunjung dengan wajah yang berseri-seri, memberikan bantuan dengan ikhlas saat-saat dibutuhkan seperti ketika hajatan atau saat ditimpa musibah dan bencana, jujur dalam berinteraksi dengan tetangga.
Termasuk bentuk kebahagian bertetangga adalah mengetahui perkembangan tetangga dengan baik sehingga tanggap ketika ada kejadian atau momentum yang baik, mengucapkan selamat kepada tetangga jika mereka mendapati kebahagiaan seperti ketika membeli kendaraan baru, kenaikan jabatan di kantor dll, menjenguk mereka ketika sedang sakit, berusaha menundukkan pandangan dari istri/suami tetangga yang bukan termasuk mahram, menjaga rumah tetangga saat pergi, berlemah lembut kepada anak-anak tetangga, berusaha semaksimal mungkin memberikan pengarahan keagamaan bagi tetangga, terutama pada hal-hal yang belum diketahui, dll.
Kendaraan yang Nyaman.
Kendaraan adalah salah satu nikmat yang dihalalkan oleh Allâh sebagai sumber kebahagiaan duniawi yang dapat mengantar kepada kenikmatan ukhrawi. Pada kendaraan pun; baik yang sifatnya hewan ternak maupun hasil tekhnologi saintifik seperti yang kita saksikan hari ini, terdapat hamparan tanda-tanda rububiyah Allâh yang juga seringkali dijadikan argumen untuk menegaskan hakNya untuk disembah dengan beragam ibadah. (Lihat: QS al-Mukminun [40] ayat 79-80).
Dengan karunia Allâh Swt., manusia diberikan kemudahan untuk bisa memanfaatkan laut dengan beragam potensi yang terdapat di dalamnya. Terkait sarana transportasi, Allâh menghadirkan kapal laut ini sebagai alat untuk mencari rezeki berupa ikan, perhiasan, dan beragam karunia Allâh Swt. (Lihat: QS al-Jatsiyah [45] ayat 12)
Bahkan terkadang Allâh menyebutkan kelemahan manusia di atas kapal laut ketika terancam oleh bencana berupa tiupan angin yang keras, yang menyebabkan datangnya ombak besar dan mengancam keselamatan kapal dan seluruh penumpang dan muatannya. Dalam kondisi demikian, manusia kembali kepada fitrahnya dan menyatakan dirinya sebagai hamba yang  hanya berserah diri kepadaNya semata. (Lihat: QS Yunus [10] ayat 22)
Tak luput pengarahan Allâh kepada manusia agar setiap menggunakan sarana transportasi yang ada agar mereka senatiasa mengingat-ingat nikmat Allâh sambil memahasucikanNya dari beragam kelemahan yang dipersangkakan manusia kepadaNya, atas perkenanNya sehingga kendaraan bisa melaju dan dikuasai serta dimanfaatkan oleh manusia.
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasang dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu kendarai. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan, "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami." (QS az-Zukhruf [43]:12-14).
Mutiara Do’a.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي ، وَوَسِّعْ لِي فِي دَارِي ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا رَزَقْتَنِي.
Ya Allâh, ampunilah dosaku, dan luaskanlah tempat tinggalku, berkahilah aku pada rizki yang telah Engkau berikan." (HR. Tirmidzi, no. 3422. al-Albani menghasankannya dalam kitab Dhaif at-Turmudzi, no. 3794)

Mutiara Hadits
Dari Abu Dzar r.a., beliau berkata:
إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
“Kekasihku, Rasulullah Saw. telah berwasiat kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya kemudian lihat keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka dengan baik”. (HR. Muslim, no. 6632)
Mutiara Hikmah.
Ali bin Abi Thalib r.a., berkata, “Dunia adalah wahana kejujuran bagi siapa saja yang mau bersikap jujur di dalamnya. Dunia merupakan tempat keselamatan bagi yang mengerti tentangnya. Ia adalah ruang kekayaan bagi siapa pun yang berusaha mengumpulkan bekal darinya. Dunia ini adalah tempat wahyu Allâh diturunkan, ruang shalat bagi para malaikat-malaikatNya, masjid tempat beribadah para nabi-nabiNya dan ruang perniagaan bagi para wali-waliNya. Di sinilah mereka merenggut rahmatNya dan di sini pula mereka mendapatkan peluang memasuki surgaNya.”

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form