Rahasia Keistimewaan Islam (Takdir Syar'i dan Takdir Kauni).
By. Idrus Abidin.
Allah adalah otoritas pengetahuan. Dia maha mengetahui semua maslahat dan mafsadat; dulu, sekarang dan nanti.
Dia
pula maha mengetahui manusia; fitrah, potensi baik buruk, lahir batin
dan segala yang membahagiakan dan menyengsarakan mereka di dunia dan
akhirat. Karenanya, selain diciptakan, manusia juga dituntun dengan
beragam petunjuk; nabi beserta kitab suci. Bahwa hidup bertujuan; bukan
tanpa maksud. Semuanya didasari oleh Rahmat, sekalipun ada sebagian
karena hikmah. Intinya, tidak ada yang sia-sia. Semua itu sudah
dirangkum oleh Allah dalam Al-Qur'an; dijelaskan oleh nabi secara detil
via ucapan, perbuatan, penetapan (taqrir); termasuk perkara agama (adab)
dan gambaran postur fisik beliau lewat narasi sahabat, tabi'in hingga
sekarang; bahkan hingga masa depan. Dijelaskan oleh oleh alim ulama
otoritatif sepanjang zaman di setiap tempat. Sehingga menjadi hujjah di
akhirat kelak. Itulah Islam.
Jika
manusia dibiarkan tanpa bimbingan Islam; pasti mereka binasa dengan
kezaliman sendiri, orang lain, bahkan oleh setan jin. Rasio mandiri
manusia tidak mampu menjangkau masa sekarang dan masa depan, sekaligus
gelap tentang masa lalu. Maka, dipastikan tidak ada rasio manusia yang
bisa dijadikan standar baku dalam menyelesaikan perselisihan antar
manusia. Hanya Islam (Qur'an dan Sunnah) yang sudah terbukti secara
empiris mengakurkan manusia di era Madinah. Maka tak heran, kata
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, "Generasi terbaik adalah zamanku.
Baru menyusul era setelahnya (3x)".
Apa
rahasianya? Karena rasio tunduk patuh pada Allah; talaqqi murni pada
sumber kebenaran dan kebaikan. Mereka hanya cukup memahami dan
mengamalkan. Itulah fungsi utama rasio. Mereka berijtihad saat blm ada
Wahyu. Atau pada hal-hal yang tidak terkait agama (keislaman) seperti
umumnya masalah duniawi. Jika kepada dokter saja umumnya manusia
manggut-manggut, kenapa terhadap hadits nabi sering ngeyel?! Bukankah
nabi adalah otoritas dunia akhirat, lahir batin. Sedang dokter hanya
garansi kesehatan fisik duniawi?!.
Maka,
wahai rasio! Duduklah di singgasanamu; pahami kehendak Allah dan
rasulNya. Jangan terlalu berani menolak sesuatu yang blm engkau ngerti.
Seperti fatwa ulama terkait covid-19. Yang engkau pahami saja masih
sangat terbatas. Pahamilah dirimu. Engkau seperti mata. Tanpa cahaya,
engkau bukanlah apa-apa. Timbanglah sesuatu sesuai kemampuanmu. Gunung,
bukan engkau yang berhak mengukurnya. Padahal itu masalah murni duniawi.
Apalagi seputar masalah ghaib, buta sekali pengamatanmu. Hanya dengan
cahaya ilahi engkau bisa mengerti; itupun masih banyak yang engkau
salahpahami. Ghaib itu pun masih ghaib skala duniawi; belum ghaib versi
ukhrawi. Saat musim covid-19 aja engkau bingung; mana yang lebih
maslahat untuk dirimu. Keluar dengan resiko tertular dan menularkan;
ataukah diam. Resikonya, dapurmu terancam ga ngepul. Maka, firman
Tuhanmu, "Bisa jadi engkau benci sesuatu, padahal baik bagimu. Atau,
engkau senang sesuatu, padahal buruk untukmu." (QS Al-Baqarah: 216)
Pimpinlah
dirimu mengamati rahasi ilahi di balik alam semesta; langit, bumi,
gunung, tumbuhan dll. Jika kamu jujur mengikuti fitrahmu, pasti kau
imani Allah dan mengamalkan syari'atNya. Karena bukti kekuasaan, bentuk
keteraturan, wujud perhatian, bukti profesionalitas tersibak dengan
nyata di hadapan mata batin dan mata lahirmu. Itulah tujuannya ia
dicipta. Selain itu, engkau berbekal keahlian yang membuatmu dipercaya.
Sebagai ilmuwan kualitas atas; sebab kemudahan telah ungkau persembahkan
kepada mereka via sains dan tekhnologi yang engkau teliti. Walaupun,
sadarlah; tekhnologi dan sains memang memudahkan, tapi belum tentu
membahagiakan. Karena bahagia itu ada pada rasa syukur, penuh harap yang
disertai rasa takutmu pada Allah. Hanya Islam yang mengajarkan itu
padamu. Sains dan teknologi memberimu sejumput kemudahan. Jika engkau
sertai dengan tuntutan Islam tadi; kebahagiaan itu akan mengejarmu
hingga surgaNya; tempat keabadian.
Itu,
tentang alam semesta. Di dunia sosial, rumusnya lebih rumit lagi. Ada
kebebasan manusia. Mereka kadang mau kadang tidak. Dunia manusia tidak
konstan. Banyak faktor dan pertimbangan di balik sikap dan karakter
manusia itu. Maka, wahai rasio, tak mudah bagimu mengerti sosiologi,
psikologi, antropologi, ekonomi dll. Bahkan dunia manusia itu unik, jika
dibandingkan alam hewani. Tak akan kau jumpai wahai rasio, hewan mana
pun suka sesama jenis; bercinta tanpa malu di hadapan umum (emang hewan
ga peduli kali...). Tapi di dunia manusia, itu ada loh. Bahkan dari sejak era nabi Luth. Tanya kenapa? Karena setan bro ️. Maka, wahai rasio; pahami batasanmu. Tahu dirilah ! Hanya di situ engkau boleh berfungsi sebagai referensi pengetahuan.
Kalau
tidak demikian, ketahuilah wahai rasio; engkau hanyalah hawa nafsu
Iblis yang diliputi oleh angkara murka (syubhat dan syahwat). Titik
Jum'at Berkah; penuh Rahmat dan hikmah.
Depok, 27 Maret 2020.
0 komentar:
Post a Comment