Hak dan Batil ; Seteru Abadi Sepanjang Lorong Duniawi
By. Idrus Abidin.
"Jangan
hitam putih bang," kata kawan ketika melihat seseorang yg diasumsikan
fundamentalis. "Santai aja hidupnya kang," sergah yg lain. Padahal dunia
ini memang ujian. Ketegangan pasti mengiringi. Walau optimisme tampil
menghibur. Galaunya seorang manusia karena diaspora maksiat di mana-mana
merupakan citra positif sebagai tanggung jawab hamba. Tampillah dia
sebagai marketer ilahi. Qur'an dan Sunnah beserta pemahaman ulama lurus
berdedikasi, dijadikan produk utama kepada beragam customer.
Qur'an
dan Sunnah dijelaskan sebagai manhaj/metode (hidayah) dg kejelasan
maksimal. "Tiada keraguan pada Al-Qur'an," tegas Allah pada potongan
awal Al Baqarah. Artinya kepastian, kejelasan, keterangan dan keyakinan
terpampang dg sangat nyata di setiap ayatnya. Namun, tersisa sebuah
tanya oleh seorang kawan suatu ketika. "Jika Qur'an dan Sunnah itu
jelas, sebagaimana penegasan Allah dan Rasul-Nya, lalu kenapa "banyak"
manusia dan jin mengingkarinya. Baik terang-terangan seperti orang kafir
maupun sembunyi-sembunyi layaknya komunitas munafik?." "Cerdas juga
kawanku ini," ucapku.
Yaaaaah...itu
emang sebuah misteri. Jika terbuka dalam perspektif manusia, tentu
mereka manggut-manggut dg fitrahnya yg lurus penuh sikap tulus. "Sejelas
apa pun Qur'an dan Sunnah jika dihadapkan kepada orang buta, tuli, gila
dan berhati batu, takkan ada efeknya. Demikianlah Allah menegaskan pada
ayat 6-7 surat al-Baqarah tentang sikap dan alasan orang-orang kafir."
Begitulah sekelumit penjelasanku. "Di banyak ayat di sejumlah surat,
seragam banget penegasan demikian," tambahku.
Itulah
gambaran normatif dan realitas hidup ini. Keterbukaan dan ketertutupan
menjadi alasan berhadap-hadapannya kebenaran dan kebatilan. Hidayah
diperoleh via mata, telinga, akal dan hati. Itulah keterbukaan orang
beriman demi mendownload kebenaran, lalu meresapinya begitu dalam pada
bilik-bilik sanubarinya. Makanya, jgn heran, cuma mereka yg disebut
Allah Ulul albab (berhati), Ulul Abshor (bermata), Ulun Nuha (berakal).
Sedang kafir dan munafik menutup diri dari sumber hidayah itu. Gemboklah
(gisyawah) yg menutup mata, telinga, akal dan hatinya sehingga cahaya
hidayah takkan pernah menembus rerelung jiwanya. Gembok itu adalah
maksiatnya. Semakin maksiat, gembok itu makin kuat pula daya rekatnya.
Pantaslah kalau orang-orang beriman dijadikan musuh bersama secara abadi
sepanjang bentangan sejarah. Bahkan kini dan nanti. Semua kompetensi dg
beragam piranti mereka maksimalkan demi mereduksi, bahkan mengkorupsi
kitab suci. Seperti tindak Yahudi, laknatullah 'alaih. Cuman satu asaku.
Semoga hidupku dan semua saudara muslimku berakhir pada garis finish
orang2 beriman dan bertaqwa. Tentunya karena tidak pindah rel perjuangan
dan gerbong keberpihakan. Amin...
0 komentar:
Post a Comment