Intuisi, Sarana Ilmu Pengetahuan Ke-3 Selain Indra dan akal.
By. Idrus Abidin.
Ringkasan materi kuliah Efistemologi Ilmu (Filsafat Ilmu-Nazhariyatul Ma'rifah) Mahasiswa STIS al-Manar, Semester VIII
Indra
dan Akal tetap belum cukup memenuhi semua kebutuhan kita terhadap
pengetahuan. Ketika kita mimpi dalam tidur, semuanya serba masuk akal.
Namun, saat kita terbangun barulah kita sadar ada hal-hal yang tidak
masuk akal pada mimpi tersebut. Berdasarkan akal, semua ruang kelas
sama. Namun berdasarkan intuisi (hati), antara kelas yang satu dengan
kelas lainnya berbeda-beda rasanya. Di sinilah akal gagal memberikan
kita pengetahuan. Akal mampu mengeja CINTA tapi tak mengerti rasa dan
makna cinta tersebut. Rasa manusialah yang mengerti makna cinta.
Itulah
kelemahan pertama akal sekaligus kelebihan pertama intuisi. Akal hanya
bisa berfungsi sebagai referensi ilmu yang bernuansa inteligensia, tapi
gagal menjadi informan seputar sisi emosional manusia. Maksudnya, akal
hanya berpikir konsep (sebagaimana seharusnya), bukan sebagai mana
realitasnya (pengalaman parsial).
Kelemahan ke-2.
Akal
hanya memahami objek secara umum. Tidak bisa mengerti objek secara
khusus. Versi akal, 1 menit sama saja di mana pun manusia berada.
Padahal, menurut intuisi setiap menit dalam kehidupan manusia itu selalu
unik. Itulah kenapa manusia memahami adanya hari buruk dan hari baik,
sesuai keyakinan masing-masing. Demikian pula, setiap manusia memiliki
tempat yang dianggap sakral dan ada pula yang profan (biasa saja).
Kelemahan ke-3.
Akal
hanya memahami simbol (kata-kata) suatu objek, namun tidak mampu
mengerti secara langsung hakikat simbol tersebut. Intuisilah yang mampu
memahaminya. Contoh, akal mampu memahami "makan" sebagai aktivitas
simbolik, tapi takkan bisa mengerti rasa makanan tersebut. Intuisilah
yang mengerti rasa dari aktivitas makan secara langsung. Itulah kenapa,
orang kenal semua kata "martabak" secara simbolis, namun rasa antara
martabak satu dengan lainnya berbeda-beda sesuai intuisi masing-masing.
Untuk
menutupi kelemahan akal tersebut, manusia dibekali oleh Allah hati yang
menjadi sumber intuis sehingga sempurna perangkat ilmu pada diri
manusia. Dengan hati, manusia bisa memahami seseorang dgn suara, atau
dengan melihat matanya. Akal hanya mengerti sesuatu dalam lingkup
kesadaran. Sementara hati (intuisi) bisa memasuki alam bawa sadar (alam
ghaib). Inilah yang diterima oleh para nabi via hati dengan potensi
khusus yang dikaruniakan oleh Allah. Maka, hati layaknya sebuah radar
yang mampu berkomunikasi dg makhluk gaib di sekitarnya. Seperti
komunikasi dengan "malaikat" ; jika imannya lagi kokoh. Atau,
berkomunikasi dengan setan jika imannya melemah. Karena hati bak radar,
maka terkadang ia mampu menangkap sinyal lagit begitu nyata, betapapun
redupnya sinyal itu versi akal. Inilah yang dikenal dengan lammah dalam
hadits.
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلشَّيْطَانِ لَمَّةً بِابْنِ آدَمَ
وَلِلْمَلَكِ لَمَّةً فَأَمَّا لَمَّةُ الشَّيْطَانِ فَإِيعَادٌ بِالشَّرِّ
وَتَكْذِيبٌ بِالْحَقِّ وَأَمَّا لَمَّةُ الْمَلَكِ فَإِيعَادٌ
بِالْخَيْرِ وَتَصْدِيقٌ بِالْحَقِّ فَمَنْ وَجَدَ ذَلِكَ فَلْيَعْلَمْ
أَنَّهُ مِنَ اللَّهِ فَلْيَحْمَدْ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ اْلأُخْرَى
فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ثُمَّ قَرَأَ
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمْ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ
َالاَيَةَ
Dari ‘Abdullâh
bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setan memiliki bisikan pada
manusia, malaikat juga memiliki bisikan. Bisikan setan menjanjikan
keburukan dan mendustakan kebenaran. Sedangkan bisikan malaikat
menjanjikan kebaikan dan mempercayai kebenaran. Barangsiapa
mendapatkannya, maka ketahuilah bahwa itu dari Allah Azza wa Jalla,
kemudian hendaklah dia memuji Allah Azza wa Jalla . Dan barangsiapa
mendapatkan yang lain, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah Azza
wa Jalla dari setan yang dilaknat”. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam membaca ayat:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَآءِ
Setan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir) ( al-Baqarah/2: 268) [HR. Tirmidzi, no. 2988,
dishahîhkan oleh syaikh al-Albâni]
Sebagai
penutup, hati mampu mengenal objeknya lebih akrab dan secara langsung.
Ia mengerti manis bukan via buku atau cerita, tapi langsung
mencicipinya. Cinta tidak dimengerti oleh akal. Hatilah yang merasakan
hakikat cinta itu secara langsung, walaupun hati tidak mampu
mengungkapkan perasaan cinta itu tanpa melalui kata dan narasi yang
serba tunduk pada "aturan" bahasa yang serba rasional.
Pengetahuan
hati (intuisi) hadir pada diri seseorang. Seolah tak ada lagi batas dan
jarak antara seseorang dengan objeknya. Akal bisa jadi mengukur
sesuatu secara jarak yang begitu jauh, tapi dekat secara hati (intuisi).
Demikian pula sebaliknya. Inilah makna ungkapan Ibnul Qayyim
al-Jauziyah, "Secara jarak (akal), kita dengan Allah jauh. Tapi dengan
hati kita sebenarnya sangat dekat." Atau, kata beliau lagi, "Kita menuju
Allah itu dengan hati. Maka, takwa itu pada dasarnya takwa hati,
sebelum takwa lisan dan takwa fisik". Wallahu a'lam.
Catatan :
- 1. Islam menyatukan antara dua kutub ekstrim dalam Efistemologi pengetahuan. Yaitu antara filsafat idealisme (mitsaliyah) dengan filsafat realitas (waqi'iyyah)
- 2. Batasan "rasional" dan "intuisi" ini, klo dalam Islam tetap mengikuti standar Al-Qur'an dan Sunnah; Biar tidak liar. Jadinya, Ilham dll nanti ada pembahasan khusus dlm akidah Islam.
Selasa, 31 Maret 2020
0 komentar:
Post a Comment