Thursday, January 10, 2019

Makna Kekuasaan, Penjagaan, Penjaminan Dan Monitoring Allah Swt. (Al-Muhaimin)

Mendalami makna, hikmah dan rahasia di balik nama dan sifat-sifat Allah merupakan kenikmatan spiritual luar biasa bagi manusia. Karena sedang terkait langsung dengan zat yang maha sempurna, bebas dari segala bentuk kekurangan. Jika umumnya nama dan sifat-sifat Allah terulang beberapa kali dalam Al-Qur'an dan Sunnah, maka nama al-Muhaimin hanya ditemukan sekali, walaupun cakupan maknanya begitu luas.

 هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ…

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan. (QS al-Hasyr : 23)

Di dalam hadits pun tidak ditemukan secara spesifik penyebutan nama dan sifat ini sama sekali, walaupun maknanya bertebaran luas dalam penuturan Rasulullah. 

Makna al-Muhaimin.

Secara bahasa, kata al-Muhaimin diartikan secara umum sebagai yang menguasai segala sesuatu, menjaga dan mengarahkannya secara penuh.  Sedang al-Muhaimin sebagai nama dan sifat Allah mencakup empat kategori makna :
1). Maha Terpercaya (amiiin), 
2). Maha melihat (syahid wa bashir)

وَمَا تَكُونُ فِى شَأْنٍ وَمَا تَتْلُوا۟ مِنْهُ مِن قُرْءَانٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَلَآ أَصْغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكْبَرَ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS Yunus : 61)

3). Maha membenarkan kandungan kitab suci sebelumnya (mushaddiq) 
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (QS al-Maidah : 48)

4). Maha mengawasi dan menjaga (raqib wa hafiz). Menurut imam Ghazali rahimallah, Muhaimin adalah nama yang merangkum 3 hal, pertama; yang maha Mengetahui segala hal, kedua; yang maha kuasa mendatangkan maslahat terhadap semua hal tersebut, ketiga; yang maha mampu menjamin keberlangsungan maslahat tersebut kepada makhlukNya sepanjang waktu.

وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ

Dan, sungguh Allah maha mengetahui siapa yang membuat kerusakan dan siapa yang mengadakan perbaikan. (QS Al-Baqarah: 220)

Berdasarkan penjelasan ulama kita tersebut, bisa disimpulkan bahwa al-Muhaimin adalah Zat yang maha menguasai dan mengarahkan segala sesuatu berdasarkan pada pengetahuan dan kekuasaanNya yang menyeluruh, yang terus menerus mengawasi, senantiasa melihat dan menjaga mereka semua sepanjang waktu, di semua tempat. 

Sehingga sebagai konsekwensi nama dan sifat Allah al-Muhaimin ini, terdapat minimal 5 aspek :

1. Ilmu yang mencakup segala sesuatu, lahir batin, di masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. 

 إن تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى

Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu) di dalam berzikir atau berdoa, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan suara keras engkau sewaktu melakukan hal tersebut (maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi) daripada rahasia, (QS Thaha : 7)

 (يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا) 

Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dialah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun 

إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفي عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ

Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. (QS Saba' : 2)

2. Kekuasaan yang menyeluruh,  mencakup kekuasaan dalam aspek ilmu dan kekuatan sekaligus.  Manusia bisa jadi mengetahui sesuatu tapi tidak memiliki kekuatan mengarahkannya. Karena kejadian dan peristiwa di alam semesta bukan di bawah kendalinya. Walaupun mereka memiliki kemampuan usaha dan ikhtiar. Atau mereka memiliki kemampuan dan kekuatan, tapi minus pengetahuan dan keahlian. Yang menguasai semua itu hanyalah Allah al-Muhaimin. 

 (وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ) 

Dan Allah berkuasa terhadap semua urusan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. (QS Yusuf : 21)

3. Menguasai sepenuhnya segala hal terkait makhlukNya. Hal ini bisa dicontohkan dengan do'a bepergian (safar) yang diajarkan oleh Rasulullah. Di mana, ditegaskan di dalamnya bahwa Allah sebagai teman dalam perjalanan, sekaligus perwakilan (Khalifah) yang diserahkan mengurusi dan menjaga keluarga dan harta yang ditinggal pergi. 
"اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ" .
Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan. Engkau pula perwakilan kami yang menjaga dan mengurusi keluarga yang kami tinggalkan. (HR Muslim)

Hal seperti ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh siapa pun selain Allah. Di mana Allah menjadi teman ; mengurus, menjaga dan memberi hidayah Taufiq. Di saat yang sama, bersama keluarga dan harta di rumah; dengan kebersamaan (maiyyah) yang dipenuhi pengetahuan, kekuasaan, kasih sayang dan perhatian (ri'ayah).

4. Menjaga seluruh makhluk dengan penuh amanah. Menjauhkan mereka dari segala potensi buruk, menundukkan segala hal (fasilitas) di sekitarnya supaya mereka mendapatkan kemudahan dalam menjalankan tugas sebagai hamba. Dialah Allah al-Muhaimin sebagai sebaik-baik penjaga dan pengurus yang menyampaikan semua jenis kemaslahatan untuk hamba-hambaNya.

(قَالَ هَلْ آمَنُكُمْ عَلَيْهِ إِلَّا كَمَا أَمِنْتُكُمْ عَلَى أَخِيهِ مِنْ قَبْلُ فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظاً وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ) 

Berkata Ya’qub: “Bagaimana mungkin aku akan mempercayakan Bunyamin kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?” Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (QS Yusuf : 64)

5. Kasih sayang berbalut cinta. Sebuah wujud kekuasaan yang berselimut dengan pengetahuan sehingga diliputi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Sehingga, Allah senantiasa berharap kebaikan untuk hambaNya, sebagai wujud IhsanNya yang tiada Tara. Maka, tak terbetik dalam nalar siapa pun jika Allah menzalimi makhuk di saat Dia sangat mencintai dan berharap agar mereka semua merasakan kasih sayang itu ; lahir batin, dunia akhirat. 

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ -رضي الله عنه-: قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ -صلى الله عليه وسلم- سَبْيٌ، فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنْ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ, فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ -صلى الله عليه وسلم-: " أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟" قُلْنَا: لَا, وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَطْرَحَهُ, فَقَالَ: "لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا" رواه البخاري.

Dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Pernah didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam para tawanan perang wanita dan anak-anak, maka tiba-tiba ada seorang tawanan wanita yang selalu menyusui (mencari anaknya), apabila dia mendapatkan seorang bayi di dalam tawanan, maka (segera) mengambilnya dan merapatkan keperutnya kemudian menyusuinya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami, ‘Apakah kamu mengira wanita ini akan melemparkan anaknya ke api ?’
Kami menjawab, “Tidak, dan dia sanggup untuk tidak melemparkannya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allâh lebih rahim kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita ini kepada anaknya”
(HR. Muslim, no 2754))

Dalam penuturan hadits di atas, tampak sekali bagaimana kekasih sayang Allah melampaui kasih sayang manusia, bahkan terhadap diri mereka sendiri. 
Hal di atas berbeda dengan kondisi real umumnya manusia. Jika mereka memiliki akses kekuasaan dan pengetahuan, seringkali mereka over akting, bertingkah bak raja, sombong tiada kira. Hilang kasih sayang, seolah tak kenal bahasa lembut dan ikatan persaudaraan. 

Semua makhluk pasti tunduk di bawah aturan, kekuasaan, kehendak (haimanah) Allah; pribadi dan masyarakat, hewan ternak ataupun binatang buas; tanpa kecuali. Demi untuk menunjukkan kekuasaanNya terhadap segala hal, maka aturan otoriter Fir'aun yang menyembelih setiap bayi laki yang baru lahir, luput dari Musa kecil. Sehingga sesaat setelah dilahirkan, Allah mengilhami bunda Musa agar meletakkannya pada sebuah bejana untuk dialirkan di atas sungai menuju istana Fir'aun (QS Thoha : 36). Ketika terbetik keinginan untuk membunuh sang bayi, Asiah, sang istri mencegah Fir'aun dengan alasan bahwa ia akan menjadi hiburan (penyejuk hati), membawa manfaat dan perlu diadopsi sebagai anak sendiri (QS al-Qashas : 9). Akhirnya, Musa kecil dibiayai dan diurus layaknya putra mahkota. Termasuk ketika lapar dan hendak menyusu, mulutnya tak terbuka kecuali ketika ibunya datang sebagai petugas khusus dengan jaminan bulanan dan  sejumlah pasilitas mewah lainnya (QS al-Qashas : 12). Demikianlah Allah al-Muhaimin menunjukkan kuasaNya, disertai cinta dan perhatian terhadap hamba-hambaNya (QS Thoha : 39).

Ubudiyah Hamba di Balik Makna Dan Hikmah Allah Sebagai al-Muhaimin.

Sebagai konsekwensi logis dari kuasa Allah yang mengatur seluruh urusan makhluk, maka ditemukan beberapa pelajaran, diantaranya :
1. Pentingnya merasakan kebersamaan Allah terhadap hambaNya yang senantiasa memonitor (muraqabatullah) segala gerak gerik mereka. Sehingga diharapkan manusia terus berhati-hati dengan apa yang sedang mengisi hatinya. Apakah cinta Allah dengan segala turunannya seperti harapan dan rasa takut kepadaNya. Ataukah cinta pada thogut dan kepatuhan kepada kroni-kroninya dan semua konco-konconya. Karena yang menjadi fokus perhatian Allah adalah hati;  bukan fisik atau pun tampilan luar. 
2. Bertawakal sepenuhnya kepada Allah dan merasa penuh yakin dengan janji dan ancaman Allah. Bahwa Dialah yang senantiasa mengatur, mengarahkan dan menentukan semua hal berdasarkan ilmu, kuasa dan kasih sayangNya yang melimpah. Segala keputusan dan kebijakan kembali dan terpulang kepadaNya semata. 

3. Rasa takut kepada Zat yang maha menguasai segala urusan makhluk. Dialah yang maha mengetahui seluk beluk makhlukNya dan  hanya kepadaNyalah rasa takut itu perlu ditunjukkan. Dialah yang maha kuat, yang tidak mungkin ada yang bisa mengalahkan dan mengungguliNya di struktur alam semesta ini. 
Sekalipun makhuk memiliki kekuasaan dan kekuatan, namun mereka tetap tunduk dan patuh pada haimanah Allah. 

إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا

Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus". (QS Hud : 56)

4. Merasakan secara total akan keagungan Allah SWT sebagai al-Muhaimin. Perasaan ini terbentuk dari kesadaran penuh bahwa Allah-lah pemilik segala bentuk kesempurnaan. Tidak ada peluang bagi aib dan kekurangan menciderai kehormatan dan kemuliaan Allah. Dengan haimanahNya, hamba menyadari akan pengetahuan Allah secara total yang terus meliputi segala hal ihwal makhluk. Menguasai mereka dari berbagai arah dan semua sisi, tanpa kecuali. Melingkupi mereka dengan kasih sayangNya, yang terbentang luas melampaui samudera dan ruas-ruas alam semesta. Sehingga semua itu menghasilkan perasaan cinta pada diri makhluk, yang senantiasa rindu akan rahmat-Nya, berharap bertemu denganNya pada setiap momen dan waktu yang ada. Hilanglah sudah segala lelah, semua rasa tertekan dan penat yang melanda. Tinggallah rasa optimis, tenang dan kebesaran jiwa. Karena memang, setiap kali keagungan Allah tersingkap, maka rasa tenang, yakin, tentram dan senang seolah melanda jiwa; membanjirnya dengan beragam kepuasan dan segala kedamaian. 

5. Memberikan optimisme untuk menghadapi segala tantangan/kesulitan hidup. Bahwa di balik semua itu terdapat beragam hikmah yang baik untuk manusia. 

فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Jika kalian tidak menyukai sesuatu maka bisa jadi kalian membenci sesuatu tersebut padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.

6. Kuat, kokoh dan tentram bersama Allah,  sang maha kuat. Semua manusi ingin mendekat kepada orang-orang yang dipandang kuat dan memiliki kekuasaan. Harapannya, agar bisa merasa aman dan terjaga dari marah bahaya dan semua potensi buruk. Termasuk berharap mendapatkan cita-cita tanpa susah paya. Semua itu bisa diperoleh via otoritas yang kuat dan berkuasa. Tidak ada yang memiliki kedua hal itu secara penuh kecuali Allah Swt. Maka, bersamaNya akan memberikan asupan kekuatan dan energi optimisme dalam mengarungi lautan perjuangan dan ujian keimanan.

Demikianlah seberkas sinar Allah dalam nama dan sifatNya al-Muhaimin. Semoga  rasa kagum di jiwa ini, terlapisi terus oleh rasa terawasi dan tercerahkan setiap saat. Sehingga stabilitas iman senantiasa terjaga dari fluktuasi ekstrim yang membahayakan. Amiiiin

By. Idrus Abidin.

Makkah Mukarramah, 27 Desember 2018.

Sumber Referensi :

1. Al-Durar al-Tsamin Fii Fiqhi Ismillah al-Muhaimin,https://khutabaa.com/khutabaa-section/corncr-speeches/177895
2. Al-Muhaimin, 
http://articles.islamweb.net/media/index.php?page=article&lang=A&id=180659
3. Ismullah Ta'ala al-Muhaimin, https://kalemtayeb.com/foras/item/22533.

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form