Oleh.
Ust. H. Idrus Abidin, Lc., M.A
Allah adalah zat yang maha sempurna. KesempurnaanNya dipuji dengan
tahmid dan dengan semua nama dan sifatNya. Itulah pujian yang menegaskan (itsbat)
kesempurnaanNya. Namun, hal itu belum cukup. Masih perlu ditegaskan lagi dengan
menapikan (nafy) segala bentuk kekurangan dan kelemahan dariNya. Itulah
tasbih. Sehingga kesempurnaan itu utuh dari dua sisi: pertama, sisi
penegasan (itsbat) atas segala bentuk dan jenis keistimewaan Allah. Kedua, sisi
penafian semua bentuk kekurangan dan segala jenis kelemahan dariNya.
Contoh nyata seputar konsep ini adalah kalimat tauhid yang
berbunyi, La Ilaha Illallah. La Ilaha adalah penafian segala jenis tuhan yang
disembah. Sedang Illallah merupakan penegasan Allah sebagai satu-satuNya yang
pantas dan berhak disembah.
Subhanallah wabihamdih dan subhanallah Walhamdulillah masuk dalam
kategori ini. Keduanya menggabungkan sisi penafian dan penegasan terhadap
kesempurnaan Allah. Yang mana, subhanallah merupakan bentuk memahasucikan Allah
dari beragam aib. Sementara Alhamdulillah menegaskan semua bentuk keistimewaan
yang dimilikiNya. Termasuk bentuk kesucian Allah dari beragam kelemahan
yang sering kali dinisbatkan orang-orang kafir dan kaum pagan kepadaNya adalah
dengan menamai diriNya dengan al-Quddus dan as-Salam.
Secara bahasa, al-Quddus merupakan bentuk kata bahasa Arab
yang mengandung arti paling dan sangat (sigah mubalagah). Jika disebutkan
secara umum, al-Quddus menunjuk 2 arti. Pertama, bermakna suci. Kedua,
bermakna berkah. Sehingga al-Quddus bisa diartikan sangat suci dan penuh kesucian
atau sangat berkah dan penuh keberkahan.
Baitul Maqdis diartikan sebagai rumah suci sekaligus rumah yang
penuh berkah. Rumah suci karena dengan mengunjunginya untuk ibadah manusia
beroleh kesucian dari dosa dan maksiat. Disebut berkah karena Allah menegaskan
keberkahannya dalam surat al-Israa ayat 1.
سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Jibril pun disebut Ruhul Qudus. Karena dia memiliki kesucian jiwa
atau membawa Wahyu, termasuk Al-Qur'an sebagai sarana kesucian manusia di bumi
ini. Dia pun menjadi siklus keberkahan dalam lingkup keislaman.
Keberadaan Nama
al-Quddus dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah.
Nama al-Quddus terlacak
keberadaannya dalam Al-Qur'an hanya pada 2 tempat.
1.
Surat
al-Hasyr ayat 23
هُوَ اللَّهُ
الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ
الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا
يُشْرِكُونَ
Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci,
Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan.
2.
Surat
al-Jum'ah ayat 1.
يُسَبِّحُ
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
Senantiasa bertasbih kepada Allah
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Keduanya tampak selalu berpadu dengan nama Allah yang lain, yaitu
al-Malik (Sang Raja, Penguasa alam semesta).
Raja manusia umumnya selalu diliputi kelemahan dan kekurangan dari
sisi zat, sifat dan perbuatannya. Untuk menutupinya, mereka butuh para
pendukung setia, tentara yang kuat lagi solid serta peran serta para menteri
yang menjadi partner kerjanya. Selain itu, kebijakannya sering kali diliputi
kezhaliman dan sangat membutuhkan semua hal yang diinginkan manusia normal.
Kerajaannya mudah berpindah tangan ke penguasa lain. Mudah kena penyakit dan
semua potensi kelemahan. Termasuk di sini sering melakukan hal-hal yang tidak
direncanakan. Atau merencanakan sesuatu tapi tidak mampu mewujudkannya.
Adapun Allah sebagai raja dan penguasa yang menamai diriNya dengan
al-Quddus, tentu suci dan bersih dari semua kelemahan tersebut. Suci ZatNya,
bersih perbuatanNya dan mulia semua sifatNya. Tidak pernah dan tidak akan
mungkin menzhalimi siapa pun; kapan pun dan di mana pun. Semua aturan dan
syari'atNya penuh dengan keadilan, bersendikan kebaikan dan diliputi keberkahan
serta full manfaat di setiap zaman pada semua tempat.
Di dalam as-Sunnah, nama al-Quddus juga senantiasa berpadu dengan
al-Malik. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
فَإِذَا فَرَغَ
قَالَ عِنْدَ فَرَاغِهِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يُطِيلُ
فِي آخِرِهِنَّ
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah selesai dari
witirnya, beliau membaca ‘subhaanal malikil qudduus (sebanyak tiga kali)’,
beliau memanjangkan di akhirnya.” (HR. An-Nasa’i no. 1700, Ibnu Majah no. 1182.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Ibnu ‘Abdirrahman bin Abza,
dari bapaknya, ia berkata,
وَكَانَ يَقُولُ
إِذَا سَلَّمَ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ثَلَاثًا وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ
بِالثَّالِثَةِ
“Jika mengucapkan salam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membaca, ‘Subhaanal malikil qudduus’ sebanyak tiga kali lalu beliau mengeraskan
suaranya pada ucapan yang ketiga.” (HR. An-Nasa’i no. 1733 dan Ahmad 3: 406.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
وعنْ عائشةَ رضي
اللَّه عنْهَا أنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم كانَ
يَقُولُ في رُكوعِهِ وسجودِهِ : « سُبُّوحٌ قدُّوسٌ ربُّ الملائِكةِ وَالرُّوحِ »
رواه مسلم
Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah shalallahu
alaihi wasalam mengucapkan dalam ruku' dan sujudnya: "Subbuhun quddusun
Rabbul malaikati warruh - Maha Suci dan Maha Bersih, yaitu Tuhan semua malaikat
serta Jibril." (HR Muslim)
Makna al-Quddus
Secara Istilah.
Berdasarkan makna istilahnya, nama al-Quddus diartikan sebagai Zat
yang maha suci dari sekutu, istri, anak dan semua bentuk keburukan, terbebas
dari beragam kelemahan dan segala hal yang bertentangan dengan kesempurnaan
Allah SWT. Karena nama ini menggunakan pola kata sangat dan paling (sigah
mubalagah) maka nama al-Quddus ini menunjukkan pula besarnya (kimmiyah)
kesucian Allah dari beragam bentuk (kaifiyah) kekurangan.
Makna as-Salam
Secara istilah.
as-Salam adalah nama Allah yang
berasal dari kata as-Salim yang artinya selamat. Maksudnya adalah bahwa Allah
terbebas (selamat) dari semua aib dan beragam model kelemahan. Dari sisi ini,
tidak tampak perbedaan antara as-Salam dengan al-Quddus.
Penggunaan Kata
as-Salam secara bahasa.
Dengan kata as-Salam ini, Allah menamai Lailatul Qadar. Karena
Lailatul Qadar menyimpan potensi keselamatan dan kebebasan dari kemurkaan Allah
dan ancaman neraka. Demikian pula Allah menamai surga dengan Darussalam. Ucapan
para penghuni nya pun jaga adalah as-Salam begitu pula pujian Allah kepada
mereka adalah as-Salam.
Penjabaran Nama
dan Kandungan as-Salam.
Karena nama as-Salam mengandung banyak makna, maka bisa diperluas
cakupannya. Misalnya, sebagai yang maha hidup (Al-Hayy), maka kehidupanNya
bebas (selamat) dari kematian, ngantuk dan tidur. Maha kuasa (al-Qadir)
sehingga selamat dari rasa capek dan keletihan serta lesu. Maha tahu (al-Aliim)
sehingga terbebas dari kebodohan, lupa dan kelalaian. Demikianlah seterusnya.
Keridhaan Allah terbebas dari kemarahan. KelembutanNya merupakan
bentuk keterbebasan dari balas dendam. KehendakNya merupakan bentuk keselamatan
dari sikap memaksa. FirmanNya bebas dan selamat dari kebohongan dan
ketidakadilan. FirmanNya Sungguh berada di atas puncak kesempurnaan dan penuh
dengan nuansa keadilan serta diliputi oleh Kasih sayang. JanjiNya bersih dari
kepalsuan.
Allah maha suci dari adanya makhluk yang mendahului keberadaanNya.
Bersih dari kemungkinan adanya makhluk setelahNya. Tidak ada apa pun yang mungkin
berada di atasNya, sebagaimana Dia suci dari keberadaan makhluk di bawahNya.
Dialah yang berada di atas puncak segala hal. Dia pula yang mendahului
segalanya. Segala sesuatu dikuasai olehNya. Pemberian dan pencegahanNya
suci dari kemungkinan salah alamat.
PengampunanNya bersih dari unsur ketakutan atau ketidakmampuan
mendapatkan hak-hakNya secara penuh, sebagaimana manusia memaafkan karena
ketidakmampuannya mengambil hak-haknya dari pihak lain yang lebih kuat. Semua
bentuk rahmat, kasih sayang, kelembutan, kebaikan, kedermawanan, perhatian
kepada para hambaNya, ingatanNya kepada mereka suci dari rasa butuh dan rasa
takut kepada makhlukNya. Semua itu dilakukan Allah; as-Salam dan al-Quddus
murni karena kasih sayang yang diliputi pengampunan dan rasa cinta.
Kesimpulannya, bahwa Allah terbebas (selamat) dari berbagai bentuk kelemahan
dan ketidaksempurnaan.
Efektivitas
Keimanan Kepada al-Quddus dan as-Salam.
Setiap bentuk keimanan kepada nama
dan sifat Allah pasti menghasilkan efek keyakinan dan konsekwensi logis, yang
bisa menjadi pelajaran berharga bagi manusia. al-Quddus dan as-Salam ini
menegaskan kepada kita bahwa :
1.
Allah
Maha Suci Dari Semua Aspek. Di Antara Sisi Kesuciannya Adalah :
a)
Maha
Suci Dari Sekutu.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ
يُولَدْوَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (QS
al-Ikhlas : 1-5)
b)
Maha
Suci Dari Istri Dan Anak
وَأَنَّهُ تَعَالَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا
وَلَدًا
Dan
bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak
(pula) beranak. (QS al-Jin : 3)
c)
Maha
Suci Dari Ngantuk Dan Tidur Serta Kematian.
d)
Maha
Suci Dari Kezhaliman.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً
يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada
kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar. (QS an-Nisaa : 40)
عَنْ أَبي ذرٍّ الغِفَارْي رضي الله عنه عَن النبي صلى الله عليه وسلم
فيمَا يَرْويه عَنْ رَبِِّهِ عزَّ وجل أَنَّهُ قَالَ: (يَا عِبَادِيْ إِنِّيْ
حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمَاً فَلا
تَظَالَمُوْا،
Dari
Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
beliau meriwayatkan dari Allah ‘azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah
berfirman: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan (berlaku) zhalim atas
diri-Ku dan Aku menjadikannya di antaramu haram, maka janganlah kamu saling
menzhalimi. (HR Muslim, no. 2577)
e)
Maha
Suci Dari Kebohongan
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَىٰ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ ۗ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan
terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?
(QS an-Nisaa : 87)
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَنُدْخِلُهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ وَعْدَ
اللَّهِ حَقًّا ۚ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا
Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan
Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar.
Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah? (QS an-Nisaa : 122)
f)
Maha
Suci Dari Kesalahan Dan Lupa.
قَالَ عِلْمُهَاعِندَ
رَبِّى فِى كِتٰبٍ ۖ
لَّا يَضِلُّ رَبِّى وَلَا يَنسَى
Dia (Musa) menjawab, “Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di
dalam sebuah Kitab (lauh mahfuudhz), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa; (QS
Thaha : 52)
g)
Maha
Suci Dari Kemiskinan Dan Kebakhilan.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ
وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu",
sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat
disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi
kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (QS
al-Maidah : 64)
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ وَقَالَ
يَدُ اللَّهِ مَلْأَى لَا تَغِيضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
وَقَالَ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ
فَإِنَّهُ لَمْ يَغِضْ مَا فِي يَدِهِ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ وَبِيَدِهِ
الْمِيزَانُ يَخْفِضُ وَيَرْفَعُ
Dari
Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Allah Azza wa Jalla berfirman: 'Berinfaklah, maka aku akan
berinfak kepadamu.' Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya tangan Allah terisi penuh, pemberian-Nya siang maupun malam tidak
pernah menguranginya." Juga beliau bersabda: "Tidakkah kalian melihat
bagaimana Allah telah memberikan nafkah (rezeki) semenjak Dia mencipta langit
dan bumi. Sesungguhnya Allah tidak pernah berkurang apa yang ada pada tangan
kanan-Nya." Beliau bersabda: "Dan 'Arsy-Nya ada di atas air, di
tangan-Nya yang lain terdapat neraca, Dia merendahkan dan meninggikan."
(HR. Bukhari)
h)
Maha
Suci Dari Keserupaan Dengan Makhluk
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.
(QS asy-Syuraa : 11)
2.
Tidak
Ada Yang Bisa Menyerupai Kesucian Allah.
Ada
banyak alasan yang bisa menjelaskan kesucian Allah yang tak tertandingi ini
:
a)
Kesucian
Allah Utuh Dan Sempurna, Sedang Kesucian Makhluk Terbatas.
Kesucian manusia hanya pada kondisi tertentu dan pada aspek
tertentu pula. Sesuci apa pun makhluk tetap saja sesuai dengan batas
kemanusiaan dan kemahlukanya yang memang tetap terbatas. Di saat manusia shalat
dan dalam kondisi berwudhu, ia bisa bertahan dalam kesucian. Namun, dalam
kondisi jima atau buang hajat, mereka tidak lagi suci. Saat dalam ketaatan
dan ibadah, manusia dalam kondisi suci. Tapi, setelah itu, mereka kembali
berlumuran dosa dan maksiat. Inilah makna sabda nabi
وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ
وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ» . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ
مَاجَهْ والدارمي
Dari Anas Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda; “Setiap Anak keturunan Adam (Manusia) pasti memiliki
kesalahan / dosa, dan sebaik-baik orang yang bersalah yaitu bertaubat.” (HR
Tirmidzi, Ibnu Majah, Darimi. Dihasankan oleh ibnu hajar dalam Bulughul Maram
dab dihasankan pula oleh Al-Albani dalam Takhrij Al-Misykah (2/724))
Bisa jadi manusia menjaga kesuciannya dengan menjaga diri dari
meminta-minta. Tapi dia akan senantiasa butuh dan berharap kasih sayang Allah
SWT. Berbeda dengan Allah, Dia senantiasa suci sepenuhnya, dari semua arah
dan pada semua aspek. Bersih dari segala macam aib, kelemahan dan semua jenis
kekurangan.
b)
Kesucian
Allah Berlaku Selamanya, Sedang Kesucian Makhluk Berbatas Waktu.
Kesucian
makhluk berawal dari sebuah titik awal dan akan berakhir pada suatu saat
nantinya. Keberadaan mereka didahului oleh ketiadaan. Akhirnya pun berporos
pada kematian. Kesucian makhluk bermula dari ketiadaan, bahkan sebelum sampai
ke tahap suci, mereka tetap diliputi kotoran dan kekurangan. Sehingga terbukti
bahwa manusia suci sebatas waktu dan kondisi tertentu.
عَنْ بُسْر بْنِ جحَاش الْقُرَشِيِّ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَصَقَ يَوْمًا فِي كَفِّهِ، فَوَضَعَ عَلَيْهَا
أُصْبُعَهُ، ثُمَّ قَالَ: "قَالَ اللَه عَزَّ وَجَلَّ: ابْنَ آدَمَ أنَّى
تُعجِزني وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ مِثْلِ هَذِهِ؟ حتى إِذَا سَوّيتك وَعَدَلْتُكَ،
مَشَيْتَ بَيْنَ بُرْدَيْنِ وَلِلْأَرْضِ مِنْكَ وَئِيدٌ، فجَمَعت ومَنعت، حَتَّى
إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِي قلتَ: أتصدقُ، وأنَّى أوانُ الصَّدَقَةِ".
Dari Bisyr ibnu Jahhasy Al-Qurasyi, bahwa di suatu hari Rasulullah
Saw. meludah pada telapak tangannya sendiri, lalu meletakkan telunjuknya pada
ludahnya itu seraya bersabda: Allah Swt. berfirman, "Hai anak Adam, mana
bisa engkau selamat dari (azab)-Ku, Aku telah menciptakanmu dari sesuatu seperti
ini (hina seperti ludah ini). hingga manakala engkau telah Kusempurnakan
bentukmu dan Aku jadikan engkau berdiri tegak, lalu engkau dapat berjalan
dengan mengenakan sepasang kain burdahmu, sedangkan di bumi engkau telah
mempunyai tempat kuburan, kemudian kamu menghimpun harta benda dan enggan
memberinya. Hingga manakala roh sampai di tenggorokanmu, baru kamu katakan,
"Aku akan bersedekah, " maka di manakah masa untuk bersedekah (saat
itu)?" (HR Ahmad dan selainnya; dihasankan syaikh al-Albaniy dalam
ash-Shahiihah)
Diinformasikan bahwa ada seorang raja yang sedang berjalan di
wilayah kekuasaannya. Lalu dia melihat ada seseorang yang duduk di bawah sebuah
pohon. Ketika sang raja lewat, orang itu tidak menyambut sang raja sedikit pun.
Maka, dia pun menegur orang itu seraya berkata, "Engkau tidak
mengenalku?!," Orang itu menjawab, "Tentu saya mengenalmu. Engkau
berasal dari mani yang kotor. Engkau pun akan berakhir sebagai bangkai yang
busuk. Selama hidupmu pun engkau selalu membawa kotoran dalam perutmu.
Adapun kesucian Allah, maka ia tetap berlaku sepanjang waktu. Tidak
didahului oleh ketiadaan dan kekurangan serta tidak mungkin terciderai oleh
kelemahan dan aib. Belum lagi, Allah tidak berakhir pada suatu masa dan tidak
pula mengenal kebinasaan.
3.
Mensucikan
Allah Diwujudkan Dengan Mengikuti Syari'atnya.
Selain menegaskan kesucian Allah dan memujiNya dengan nama dan
sifatNya, juga dilaksanakan melalui serangkaian ibadah, sesuai petunjuk
syari'at, yang dilandasi oleh keyakinan yang benar, ucapan yang baik serta
amalan yang shaleh. Itulah hal-hal yang diridhai Allah. Allah berfirman
:
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
(QS Al-Baqarah : 30)
a)
Memahasucikan
Allah Dengan Tauhid Dan Keimanan Yang Baik Dan Benar.
Tauhid dan keimanan merupakan sarana utama untuk memahasucikan
Allah. Demikian pula upaya mengeliminasi semua jenis sekutu yang diangkat oleh
mahluk sebagai rival Allah dalam aspek peribadatan. Termasuk pula disini upaya
menafikan semua keburukan dan hal-hal yang tidak pantas, yang dinisbatkan
orang-orang kafir dan kaum pagan kepada Allah. Ketika Rasulullah ditanya
seputar dosa terbesar, beliau menjawab, "Engkau membuat tandingan untuk
Allah dalam hal ibadah, padahal hanya Dia yang menciptakan mu," pada
hadits berikut :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قُلْتُ:
يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ
نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ
خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ قَالَ: ثُمَّ
أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ. وَأَنْزَلَ اللَّهُ تَصْدِيْقَ
قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَالَّذِينَ
لاَ يَدْعُوْنَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ الآيَةَ.
Dari Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata, “Saya pernah bertanya,
‘Wahai Rasûlullâh, dosa apakah yang paling besar ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, ‘Engkau menjadikan bagi Allâh tandingan padahal Dia yang
telah menciptakanmu”.Saya bertanya lagi, ‘Kemudian apalagi ?’ Beliau menjawab,
‘Engkau membunuh anakmu karena takut makan bersamamu (karena engkau takut
miskin).’Saya bertanya lagi, ‘Kemudian apalagi ?’ Beliau menjawab, ‘Engkau
berzina dengan istri tetanggamu’.Kemudian Allâh Azza wa Jalla menurunkan ayat membenarkan
perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (Dan mereka yang tidak menyeru
(menyembah) tuhan yang lain bersama Allâh…) (HR. Muslim, no. 2754)
Syirik
merupakan bentuk penghinaan dan pengkhianatan terburuk kepada Allah. Dalam
sebuah hadits qudsi, melalui lisan nabiNya, Allah menjelaskan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى: كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، وَشَتَمَنِي
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ، فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: لَنْ
يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي، وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ
إِعَادَتِهِ، وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ: اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا،
وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ، لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لِي
كُفُوًا أَحَدٌ"
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., bahwasanya Nabi ﷺ bersabda, telah Berfirman Allah ta'ala: Ibnu
Adam (anak-keturunan Adam/umat manusia) telah mendustakanku, dan mereka tidak
berhak untuk itu, dan mereka mencelaku padahal mereka tidak berhak untuk itu,
adapun kedustaannya padaku adalah perkataanya, “Dia tidak akan menciptakankan
aku kembali sebagaimana Dia pertama kali menciptakanku (tidak dibangkitkan
setelah mati)”, adapun celaan mereka kepadaku adalah ucapannya, “Allah telah
mengambil seorang anak, (padahal) Aku adalah Ahad (Maha Esa) dan Tempat memohon
segala sesuatu (al-shomad), Aku tidak beranak dan tidak pula diperankkan, dan
tidak ada bagiku satupun yang menyerupai”. (HR Bukhari dan an-Nasa'i)
Inilah
alasan kenapa keimanan kepada Allah menjadi ibadah yang paling unggul.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ
أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ
مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ
مَبْرُورٌ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
ditanya tentang Islam, manakah yang paling utama? Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab: Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Lalu ditanya lagi:
Lalu apa? Beliau menjawab: Al Jihad fi sabilillah (berperang di jalan Allah).
Lalu ditanya lagi: Kemudian apa lagi? Jawab Beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam: haji mabrur. (HR. Bukhari)
b)
Memahasucikan
Allah Dengan Hati.
Hati
merupakan pusat perhatian Allah kepada hambaNya. Makanya, hati perlu
dibersihkan sehingga layak dan pantas mendapatkan perhatian Allah SWT.
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى
صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ
أَعْمَالِكُمْ
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga
tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal
kalian”. (HR. Muslim dalam kitab Al Birr Wash Shilah Wal Adab, bab Tahrim
Dzulmin Muslim Wa Khadzlihi Wa Ihtiqarihi Wa Damihi Wa ‘Irdhihi Wa Malihi,
VIII/11, atau no. 2564 (33))
Amalan-amalan
hati yang menjadi sarana penting untuk memahasucikan Allah seperti upaya
berpositif thinking Kepada Allah, mencintaiNya dengan penuh ketulusan, merasa
takut kepadaNya, tawakkal, mencintai nabiNya dan para pecintaNya dari kalangan
orang-orang shaleh, membersihkan hati dari nifak, riya', syahwat yang tidak
benar agar hati bersih untuk mensucikan Allah SWT.
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى
اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيم
(yaitu)
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS asy-Syuaraa : 88 - 89)
c)
Memahasucikan
Allah Dengan Perbuatan Baik.
Seperti membersihkan fisik dengan thaharah agar pantas untuk
menghadap kepada Allah, membaca Al-Qur'an dan berdiri penuh kepatuhan dalam
melakukan shalat. Shalat mengandung ucapan-ucapan tasbih, takbir dan ucapan
yang ditujukan untuk mengagungkan Allah. Demikian pula ketika seseorang ruku'
dan sujud, manusia senantiasa bertasbih penuh pengagungan kepada kebesaran dan
kesucian Allah SWT. Maka tidaklah mengherankan jika shalat membersihkan
hamba dari kerak dosa-dosa dari dua sisi :
Pertama, shalat merupakan sarana kesucian
dari jeratan dosa di masa lalu.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرَأَيْتُمْ
لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ،
مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ
شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ
بِهَا الْخَطَايَا »
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah
seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima
kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab,
“Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah
perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari
no. 528 dan Muslim no. 667)
Kedua,
Mencegah terjadinya perbuatan buruk bagi orang-orang yang rajin shalat, yang
banyak merajalela di sekitar masyarakat.
اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ
تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS al-Ankabut : 45)
Zakat pun demikian. Ia memperbaiki kualitas harta yang dinfakkan di
jalan Allah. Rasulullah pernah menegaskan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ﴿ إِنَّ اللهَ تَعَالىَ طَيِّبٌ لاَ
يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّـبًا وَ إِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ يَآ
أَ يُّهَا الرُّسُلُ}بِهِ
الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالىَ : يَآ أَ} ، وَقَالَ : {كُلُوْا
مِنَ الطَّـيِّبَاتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًا {يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَـيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ . ثُمَّ
ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلىَ
السَّمَاءِ يَا رَبُّ يَا رَبُّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
وَمَلْـبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنىَّ يُسْـتَجَابُ لَـهُ ﴾
رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah : “Sesungguhnya telah berkata : Bersabda
Rasulullah Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan
sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sesuai dengan
apa yang diperintahkan kepada Rasul-Rasul, maka Allah telah berfirman : “Hai
Rasul-Rasul, makanlah kamu dari semua yang baik-baik dan beramallah kamu dengan
amalan yang shalih”(QS. 23:51). Dan telah berfirman : “Hai orang-orang beriman,
makanlah kamu dari apa-apa yang baik yang telah Kami rezkikan kepadamu”(QS. 2 :
172). Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang telah jauh
perjalanannya, dia berambut kusut penuh dengan debu, dia menadahkan kedua
tangannya ke langit dan berkata : Wahai Tuhan, Wahai Tuhan, sementara
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan
barang yang haram, maka bagaimana ia akan diterima permintaannya ?”. (HR.
Muslim)
Di samping itu, zakat juga mensucikan jiwa dari keburukan, terutama
dari sikap Bakhil dan egoisme serta sikap cuek yang berlebihan.
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (QS at-taubah : 103)
Demikianlah makna kemahasucian Allah dari beragam kelemahan yang
bertentangan dengan kesempurnaanNya. Wallahu a'lam.
Makkah, Rabu, 29 Agustus 2018.
Sumber Referensi
:
1.
Syarh
wa Tafshil Li Asma ar-Rabb al-Jamil, Syekh Amin
al-Anshari, https://kalemtayeb.com/quran/item/1480
0 komentar:
Post a Comment