Wednesday, November 15, 2023

KAREKTERISTIK TINGKATAN MENENGAH (MUKMIN/MUQTASHID) KAUM BERIMAN

KAREKTERISTIK TINGKATAN MENENGAH (MUKMIN/MUQTASHID) KAUM BERIMAN

Makalah Ini Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tasawuf

 

Dosen Pengampu:

 Idrus Abidin, Lc, M.A.

 

 

Nama : Muhammad Qayyim Aljauzi

NIM : 0822008

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH AL MANAR

TAHUN AJARAN 2023-2024

 


KATA PENGANTAR

 

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad yang kita nanti-natikan syafa‟atnya di akhirat nanti.        

mengucapkan syukur kepada Allah atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah penulis sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Tasawuf  dengan judul “KAREKTERISTIK TINGKATAN MENENGAH (MUKMIN/MUQTASHID) KAUM BERIMAN

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

 

 

                                                         

Jakarta , 12 November 2023

 

 

 

                                                                                                              Penulis

 

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

 

BAB   I      PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah........................................................................ 1

B.     Rumusan Masalah.................................................................................. 1

C.     Tujuan.................................................................................................... 2

BAB   II      PEMBAHASAN

A.    Apa yang dimaksud tingkatan menengah (mukmin/muqtashid)?.......... 2

B.     Bagaimana karakteristik tingkatan menengah (muqtashid)?................. 3

1.      Rajin belajar agama......................................................................... 3

2.      Bertaubat sesegera mungkin............................................................ 4

3.      Sukses duniawi dan ukhrawi........................................................... 5

4.      Husnul khatimah, nikmat tiada tara................................................ 6

   C.     Potensi surga tingkatan menengah...................................................... 7

 

BAB    II I    PENUTUP

A.    Kesimpulan............................................................................................ 8

      B.     Saran...................................................................................................... 8

 

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 9


 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang Masalah

Dalam beragama sudah mestinya seseorang itu harus mengetahui hakikat dari beragama tersebut. Terlebih dalam menjalankan ajaran Agama Islam. Karena Agama adalah tuntunan dalam kehidupan yang paling efesien dalam mengubah segala aspek kehidupan seseorang. Dan didalam beragama, seseorang itu harus mendahulukan dalil ketimbang akal pikirannya. Karena ladasan dalam beragama sudah jelas, yaitu wahyu yang diturunkan oleh Allah baik melalui firman-Nya langsung (Alquran) atau melalui lisan Nabi Muhammad (Hadits).

Kemudian setelah ia mengetahui hakikat dari beragama tersebut, barulah ia menentukan tingakatan dirinya dalam beragama tersebut. Apakah ia masih di tingkatan muslim pemula atau sudah beranjak ke tingkatan mukmin menengah, bahkan sampai ketingkatan muhsin profesional. Karena tingkatan-tingkatan ini sangat menentukan dalam kehidupan seseorang agar menjalankan Agama dengan sebaik-baik mungkin.

Dan untuk bisa mencapai tingkatan tertinggi dalam beragama, yaitu mukmin profesional, seseorang tersebut harus melalui tahapan-tahapan dalam beragama. Dan ketika seseorang tersebut menjalankan agama dengan baik sesuai tuntunan syariat, maka secara tidak langsung ia telah mulai menaiki tingakatan-tingkatan tersebut. Yang berujung kepada tingkatan mukmin professional. Yaitu ia telah sampai puncak keimanan diatas kebanyakan orang.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud tingkatan menengah (mukmin/muqtashid)?

2.      Bagaimana karakteristik tingkatan menengah (muqtashid)?

a.       Rajin Belajar Agama

b.      Bertaubat Sesegera Mungkin

c.       Sukses Duniawi dan Ukhrawi

d.      Husnul Khatimah, Nikmat Tiada Tara

3.      Potensi surga tingkatan menengah 

C.    Tujuan

Makalah ini di buat agar para pembaca mengetahui tingkatan-tingkatan dalam beragama islam dengan baik dan benar. Dan agar penulis dapat mengetahui dimana posisi tingkatan dalam keimanan terhadap ajaran-ajaran agama islam. Sehingga akan tercipta manusia selalu merasa diawasi oleh Allah

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Apa Yang Dimaksud Tingkatan Menengah (Mukmin/Muqtashid)?

Jika kaum muslimin memiliki pemahaman Islam yang baik dan semangat beramal yang kondusif, mereka berpotensi untuk naik ke tangga kedua keimanan dan tangga pertama ketakwaan. Tingkatan muqtashid ini diambil dari firman Allah dalam Alquran Surah Fathir ayat 32.

ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَا دِنَا  فَمِنْهُمْ ظَا لِمٌ لِّنَفْسِه وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ  وَمِنْهُمْ سَا بِقٌ بِۢا لْخَيْرٰتِ بِاِ ذْنِ اللّٰهِ  ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُ

"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar."(QS. Fatir 35: Ayat 32)

Muqtashid adalah orang-orang yang mengimani pilar-pilar (rukun iman) dengan baik dengan melakukan taqarrub kepada Allah , denagn upaya menjalankan kewajiban yang ditetapkan Allah kepadanya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.[1]. Mereka seringkali sibuk dengan hal-hal yang mubah dan makruh, namun segera bertaubat jika merasa adanya pelanggaran dan dosa.

Dan juga pengertian yang lain adalah orang-orang yang hanya melakukan hal-hal yang diwajibkan kepadanya dan meninggalkan yang diharamkan[2]. Intinya adalah tingkatan mutqashid ini adalah tingakatan orang-orang memiliki ilmu agama yang mendasar, sehingga ia ketika melakukan kesalahan, kekhilafan, maka ia bersegera mungkin untuk bertaubat kepada Allah .

 

B.     Bagaimana Karakteristik Tingkatan Menengah (Muqtashid)?

Ada beberapa karakteristik orang-orang yang sudah mencapai tingkatan menengah (muqtashid). Dan seorang mukmin haruslah mengetahui karakteristik-karakteristik ini dengan seksama. Supaya ketika ada salah satu atau seluruh karakteristik ini, maka ia mengetahui tingkatan keimanannya pada saat ini. Dan dengan itu pula ia akan mengupgrade tingakatan keimanannya menjadi tingkatan yang tertinggi, yaitu muhsin (professional).

Karakteristik-karakteristik nya adalah sebagai berikut :

1.      Rajin Belajar Agama

Belajar adalah syarat mutlak bagi siapa saja yang hendak memperbaiki kualitas dan kapasitas pribadinya. Belajar tidak selamanya harus melalui jalur formal, tetapi juga bisa melalui belajar mandiri atau autodidak. Sesuai dengan sabda Nabi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa berjalan di suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (HR. Tirmidzi)[3]

Kalimat طريقا menunjukkan nakiroh, yang berarti bersifat umum. Jadi ketika seseorang menuntut ilmu dengan cara apapun, maka ia termasuk dalam hadits ini. Meski demikian, Islam senantiasa mengharapkan umatnya untuk berguru kepada orang yang mempunyai otoritas pemahaman agama dan akhlak yang baik. Objek pertama dan utama dalam islam adalah Allah .

Oleh karena itu Sufyan Ibnu Uyainah ketika ditanya tentang urgensi ilmu, beliau menjawab, “Tidaklah engkau perhatikan firman Allah berikut”.

فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu. (QS. Muhammad (47): 19)

Pada ayat ini Allah menyatakan memerintahkan kita agar berilmu dulu sebelum beramal. Maksudnya adalah sebelum beramal -berupa istighfar-, Allah menyuruh kita mengenal keangungan-Nya terlebih dahulu, sehingga kita sadar akan segala kelemahan yang memaksa diri kita untuk beristighfar. 

      Itulah yang harus kita pahami dan kita laksanakan agar kita bisa menaiki tengga kedua keimanan, yang merupakan tangga pertama dalam ketakwaan. Semoga kita senantiasa diberi taufik dan hidayah oleh Allah untuk senantiasa berada di jalur ilmu dan iman sehingga kita berhak melewati jalur keimanan dan ketakwaan.

 

2.      Bertaubat Segera Mungkin

Tidak ada di dunia ini orang yang suci dari dosa (ma’shum) kecuali para nabi dan rasul. Bedanya kelompok ini dengan kelompok pertama (zhalim) adalah, ketika seseorang melakukan dosa atau kekhilafan, maka ia langsung bersegera untuk bertaubat kepada Allah . Sebagaimana sabda Nabi yang di riwayatkan dari sahabat Anas Ibnu Malik Al-Anshori

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Semua bani Adam pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat.[4]

 

Maka ketika seseorang melakukan dosa, sudah semestinya ia harus bersegera mungkin untuk bertaubat kepada Allah dengan banyak beristighfar, bersedakah, dan amal sholeh lainnya. Karena amal sholehlah yang bisa mengugurkan segala dosa atas kehendak Allah . Sebagaimana sabda Nabi

عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بِنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ. وَفِيْ بَعْضِ النَّسَخِ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: ”Bertakwalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala di manapun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi), dan ia berkata bahwa hadits ini hasan. Di sebagian naskah hadits hadits ini hasan shahih[5]

 

Maka karakteristik inilah yang harus kita jaga. Karena setiap manusia ini penuh dengan dosa dan hanya Allah lah yang bisa mengampuni segala dosa kita. Semoga Allah senantiasa menerima taubat dan mengampuni dosa-dosa kita. Amin.

 

3.      Sukses Duniawi dan Ukhrawi

Kebanyakan orang seringkali menilai bahwasanya yang dianggap sukses itu adalah dalam masalah dunia semata, seperti : memiliki banyak uang, rumah mewah, mobil mewah, dll. Padahal kesuksesan yang hakiki itu adalah sukses di akhirat kelak. Karena akhirat adalah tempat yang abadi, sedangkan dunia sifatnya adalah sementara. Allah berfirman

مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٍ

Artinya: Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (QS. An Nahl (16): 96)

Maksud nya adalah apa yang ada di sisi kalian berupa harta benda dunia akan lenyap. Sedangkan apa yang ada di sisi Allah bagi kalian berupa rizki, dan pahala, tidak akan pernah sirna.[6] Oleh sebab itu tujuan utama kita adalah mengejar akhirat tanpa melupakan dunia. Sebagaimana firman Allah

وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash (28): 77)

 

Oleh sebab itu, bagi orang-orang yang sudah berada di tingkatan menengah ini, ia bisa meraih kesuksesan duniawi dan ukhrawi. Tetapi yang harus digarisbawahi adalah ia tetap menjadikan akhirat tujuan utamanya, karena tidak ada yang lebih indah ketimbang segala hal yang ada di akhirat kelak. Semoga Allah mudahkan kehidupan kita di dunia dan di akhirat.

 

4.      Husnul Khatimah Nikmat Tiada Tara

Husnul khatimah diambil dari dua kata, yaitu “Husnul” yang berarti baik, dan “Khatimah” yang berarti penutup. Jadi maksud dari husnul khatimah adalah akhir penutup hidup yang baik. Sedangkan lawan katanya adalah “Suul Khatimah” yaitu akhir penutup hidup yang buruk -nauzubillah min dzalik-. Husnul khatimah adalah adanya taufik dari Allah kepada seseorang menjelang kematiannya, sehingga ia jauh dari segala perbuatan yang menyebabkan datangnya murka Allah .[7]

Meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah merupakan dambaan setiap insan beriman. Karena seseorang apabila meninggal dalam keadaan husnul khatimah ia akan mendapatkan lautan nikmat, rasa aman, dan ancaman di alam barzakh maupun akhirat kelak. Para ulama telah menyebutkan beberapa tanda orang yang mendapatkan husnul khatimah.

a.  Mengucapkan Syahadat Menjelang Meninggal

Hal ini berdasarkan sabda Nabi yang artinya : “Dari Muadz bin Jabal h, ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Siapa yang akhir ucapannya adalah kalimat La ilaha illallah, ia akan masuk surga’”[8]

 

b. Meninggal dengan Keringat yang Membasahi Dahi

Sebagaimana sabda Nabi dari sahabat Buraidah bin Hushaib h, bahwasanya ketika ia sedang berada di wilayah khurasan untuk menjenguk saudaranya yang sedang sakit, ia mendapati saudaranya ini menjelang ajalnya dalam keadaan berkeringat pada bagian dahinya. Ia pun berkata, “Allahu Akbar! Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Meninggalnya seorang mukmin dengan keringat di dahi.’” [9]

 

Dan masih banyak lagi tanda-tanda orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Maka oleh sebab itu minta kepada Allah agar kita diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah. Tidak ada hal yang lebih indah ketimbang wafat dalam keadaan terbaik, yaitu husnul khatimah.

 

Itulah beberapa karakteristik orang-orang yang berada pada tingkatan menengah (muqtashid). Semoga sifat-sifat tersebut ada pada diri kita semua. Amin.

 

C.    Potensi Surga Tingkatan Menengah

Jika seseorang meninggal dalam keadaan tetap pada keimanannya, ia memiliki potensi yang sengat besar mendapatkan kenikmatan surga. Dengan demikian apabila seseorang yang berada pada tingkatan menengah ini (muqtashid) maka yang harus ia pertahankan adalah keistiqomahan dalam beramal. Karena nilai istiqomah ini sangatlah mahal. Allah berfirman dalam Alquran Surah Fushilat ayat 30

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat (41): 30)

Dan juga sabda Nabi terkait istiqomah. Amalan yang paling Allah cintai adalah amalan yang sedikit tapi berkesinambungan.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Dari Aisyah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus (dilakukan) meskipun sedikit.[10]

 

Maka oleh sebab itu ini adalah motivasi untuk senantiasa menjalankan ajaran islam dengan keistiqomahan, dan untuk memecut orang-orang yang masih berada di tingakatan pemula (zhalim) agar bisa menaiki tingakatan orang yang beriman (muqtashid). Dan setelah kita berada ditingkatan ini, tugas kita belum selesai. Karena masih ada tingkatan yang harus kita capai, yaitu tingkatan professional (muhsin).

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Pada dasarnya setiap muslim itu ada kesempatan untuk memperbaiki dirinya untuk lebih baik lagi. Tapi yang menjadi permasalahannya adalah rasa malas yang selalu menghantui dirinya. Oleh sebab itu hal yang harus pertama sekali dihilangkan dari diri seseorang adalah sifat pemalas ini.

 

Ketika telah berhasil menghilangkan rasa malas dalam dirinya, barulah ia memulai dengan belajar dasar-dasar dalam agama islam. Karena segala sesuatu itu harus didasari dengan keilmuan, supaya tidak salah melakukan suatu hal. Apalagi dalam permasalahan agama, sudah mestinya belajar agama dengan giat, dan tekun.

 

Dan pada akhirnya, kita bisa melalui tingkatan-tingkatan dalam keimanan. Yang dimulai dari tingkatan pemula (zhalim), kemudian menengah (muqtashid), dan yang terakhir professional (muhsin).  

B.     Saran 

        Menyadari bahwa penulis masihn jauh dari kesempurnaan, diharapkan kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam membuat makalah ini berdasarkan sumber sumber yang lebih banyak dan dapat di pertanggungjawabkan.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Idrus Abidin, Jalan Takwa, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta : Amzah, 2015.

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia, https://tafsirweb.com/4444-surat-an-nahl-ayat-96.html.

Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Imam Ahmad bin Hambal.

Sunan Abu Daud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah.

 



[1] Idrus Abidin, Jalan takwa, Ed 1, Cet. 1, Jakarta : Amzah, 2015, hal 132.

[2] Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H. https://tafsirweb.com/7898-surat-fatir-ayat-32.html.

[3] HR. Tirmidzi, no. 2646.

[4] HR. Ibnu Majah, no. 4251, Tirmidzi, no. 2499 dan Imam Ahmad, no. 13049.

[5] HR. Tirmidzi, no. 1987.

[6] Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia, https://tafsirweb.com/4444-surat-an-nahl-ayat-96.html.

[7] Idrus Abidin, Jalan takwa, Ed 1, Cet. 1, Jakarta : Amzah, 2015, hal 181.

[8] HR. Ahmad, no. 21529, Abu Daud, no. 3116.

[9] HR. Tirmidzi, no. 982, An-Nasai, no. 1828, dan Ibnu Majah, no. 1452. Dengan hukum hadits shahih.

[10] HR. Muslim, no. 783, dan Bukhari, no. 6465. 

0 komentar:

Post a Comment

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

Contact Form