Sumber : Syarah Riyadhusshalihin
Syekh Shaleh al-'Utsaimin
Alih Bahasa : Idrus Abidin.
Yaitu peringatan agar tidak mengikuti bid'ahnya atau
kefasikannya serta hal-hal yang sedemikian rupa. Di sini terdapat ayat-ayat dan
hadits-hadits yang ada pada bab sebelumnya.
[1]1572. وَعَن عَائِشَة رَضِيَ اللهُ عَنهَا قََالَت : قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : لَا تَسُبُّوا الأََموَاتِ فَإِنَّهُم قَد
أَفضَوا إِلَى مَا قَدَّموا". رواه البخاري.
1572 – Dari Aisyah Radiyallahu
Anha ia berkata : Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian mencaci maki
mayat, karena mereka telah menemukan apa yang mereka telah lakukan".
(HR.Bukhari).
PENJELASAN.
Penulis Rahimahullah
berkata dalam kitabnya Riyadhusshalihin : Bab tentang haramnya mencela mayat
tanpa alasan yang dibenarkan atau karena adanya maslahat syari'ah.
Mayat adalah para mayat dari kalangan kaum muslimin. Adapun
mayat orang kafir maka mereka tidaklah memiliki kehormatan, kecuali jika ada
orang yang masih hidup merasa disakiti ketika mencela mereka, terutama kaum
kerabatnya, maka ketika itu ia tidak boleh dicela. Tetapi jika tidak ada
masalah maka tidak ada kehormatan baginya. inilah makna yang dibsebutkan oleh
penulis rahimahullah : "Tanpa alasan yang benar". Karena kita
mempunyai hak untuk menghina mayat orang kafir yang telah menyakiti kaum muslimin,
memerangi mereka dan berusaha merusak agama mereka.
Atau maslahat syari'at, seperti orang yang meninggal
tersebut adalah pelaku bid'ah, yang mana bid'ah itu ia sebarkan kepada orang
lain. Dari sisi ini terdapat maslahat jika kita mencelanya dan mengingatkan
orang lain akan pebuatannya agar masyarakat tidak tertipu oleh ulahnya.
Kemudian beliau berhujjah dengan hadits Aisyah Radiyallahu
Anha bahwasanya Raslullah saw bersabda "Janganlah kalian mencela
mayat". Hukum asal larangan adalah haram. Jadi kita tidak boleh menghina
mayat. Kemudian beliau memberikan alasan dengan mengatakan, "Karena mereka
telah mendapatkan apa yang telah mereka perbuat". Penghinaanmu terhadap
mereka tidaklah berpengaruh apa-apa, karena mereka telah mendapatkan apa yang
telah mereka lakukan ketika mereka berpindah tempat ke negeri pembalasan, dari
dunia tempat mengumpulkan amal shaleh. Setiap yang meninggal maka ia akan
mendapatkan apa yang telah mereka lakukan dan ikut menunju negeri pembalasan,
serta telah berakhir kesempatannya. Amalan dan segala perbuatannya terputus. Ia
tidak lagi mendapatkan bagian pahala kecuali apa yang telah ditunjukkan oleh
sunnah, seperti sabda Rasulullah saw, "Jika manusia meninggal dunia maka
semua amalannya terputus kecuali tiga hal : Sedekah jariah, atau ilmu yang
bermanfaat atau anak yang shaleh yang mendoakannya.[2] Di
sini terdapat sebuah pelajaran bahwa hendaknya manusia menjaga lidahnya dari
perkataan yang tidak bermanfaat, karena itu adalah jalurnya para orang-orang
bertakwa. Sungguh hamba Allah ta'ala jika melewati perbuatan sia-sia, maka
mereka hanya lewat secara sekilas. Adapun kepalsuan maka mereka tidak
menguatkannya sedikit pun. Mereka tidaklah membicarakan sesuatu kecuali dengan
cara yang benar. Wallahu Al-Muwaffaq.
LARANGAN MENYAKITI.
Allah
ta'ala berfirman (QS.Al-Ahzab : 58).
[3]1573. وَعَن عَبدِ اللهِ بنِ عَمرو بنِ العَاص رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ
: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ : الُمسلِمُ مَن سَلِمَ الُمسلِمُونَ
مِن لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالمُهَاجِرُ مَن هَاجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنهُ".
متفق عليه.
1573
– Dari Abdullah Bin Amr Bin Ash Radiyallahu Ahnu ia berkata, Rasulullah saw
bersabda, "Seorang muslim adalah orang yang menjauhkan muslim lainnya dari
bahaya lisan dan tangannya. Sedang orang muhajir adalah orang yang meninggalkan
apa-apa yang dilarang oleh Allah ta'ala". (Mutafaq Alaihi).
[4]1574. وَعَنهُ قَََاَلَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليهِ وَسَلَّم
: مَن أَحَبَّ أَن يُزَحزِحَ مِنَ النَّارِ وَيُدخِلُ الجَنَّةَ فَلتَأتِيهِ مَنِيَتُهُ
وَهُوَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ، وَليَأتِ إِلَي النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ
أَن يُؤتَى إِلَيهِ". رواه مسلم.
1574
– Dan darinya pula ia berkata, Rasulullah saw bersabda, "Barang siap yang
ingin dikeluarkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam sorga maka hendaknya
ia meninggal dalam keadaan beriman terhadap adanya hari kiamat. Dan hendaknya
ia berbuat kepada orang lain seperti ia hendak diparlakukan oleh mereka.
(HR.Muslim). Hadits ini adalah bagian dari hadits yang panjang yang ada
sebelumnya pada bab mentaati pemimpin.
PENJELASAN.
Penulis Rahimahullah mengatakan
dalam kitab Riyadhusshalihin : Bab tentang haramnya menyakiti tanpa adanya alasan
yang benar.
Menyakiti
mencakup menyakiti orang lain dengan kata-kata dan menyakiti dengan sikap serta
menyakiti dengan meninggalkan seseorang. Adapun menyakiti dengan kata-kata,
terjadi dengan cara memperdengarkan kata-kata yang menyakiti sesamanya,
walaupun tidaklah membahayakan dirinya. Jika itu membahayakannya maka dosanya
makin besar. Sedang menyakiti dengan sikap (perbuatan) yaitu dengan mengganggu
tempatnya dan posisi duduknya, serta mengangunya ketika di perjalanan serta
perbuatan yang serupa dengan itu.
Sedang
menyakiti sesama dengan cara meninggalkannya adalah berupa meninggalkan
beberapa masalah yang membuatnya bingung, lalu ia merasa tersakiti karenanya.
Semua itu adalah perbuatan yang diharamkan dan memiliki ancaman yang berat,
yaitu firman Allah ta'ala (QS.Al-Ahzab : 58). Maksud Ihtamalu pada ayat
tersebut adalah menanggung beban berat berupa kebohongan dan dosa besar berupa
sanksi berat. Kita memohon kepada Alla ta'ala agar menganugrahkan kepada kita
keselamatan.
Dan pada
firman Allah ta'ala, "Tanpa berdasarkan perbuatan yang mereka
lakukan" terdapat sebuah dalil bahwa jika seseorang disakiti karena
perbuatannya, atau teradap sebuah perbuatan yang membuatnya pantas untuk
disakiti maka tentu tidak ada masalah, sebagaimana yang terdapat dalam firman
Allah ta'ala (QS.An-Nisaa : 16).
Pada fase
awal, berhubugan dengan sesama jenis (liwat), wal'iyazu billah, pelakunya
disakiti sehingga ia bertaubat kepada Allah ta'ala. Setelah itu, Rasulullah saw
mentapkan sebuah hukum dngan mengatakan, "Siapa yang kalian dapati
melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan pasangannya".[5]
Syekul
Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, "Para
sahabat telah sepakat bahwa yang melakukan perbuatan kaum luth maka pelaku dan
pasangannya harus dibunuh. Hanya saja mereka berbeda pendapat bagaimana cara
membunuh mereka ?. Sebagian mengatakan,"Ia harus dirajam", sebagian
lagi berpendapat, "Dijatuhkan dari tempat yang paling tinggi yang ada di
da'erahnya lalu ditimpakan batu". Sebagian lainnya berkata, "ia harus
dibakar dengan api". Kita memohon perlindungan dari perbuatan demikian.
Yang terpenting
bahwa menyakiti seseorang karena alasan yang benar tidaklah ada masalah. Diantaranya adalah jika seseorang membeci
kebaikan, lalu perbuatan baik dilakukan dihadapannya sehingga ia merasa
tersakiti maka itu beararti ia disakiti dengan alasan yang benar. Karena sebagian
orang, wal'iyazu billah, jika melihat orang yang bepegang teguh terhadap sunnah
maka ia merasa tersakiti. Kemudian beliau menyebutkan dua hadits yang mana
salah satu diantara keduanya berbunyi, " Seorang muslim adalah orang yang
menjauhkan muslim lainnya dari bahaya lisan dan tangannya. Sedang orang muhajir
adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah ta'ala".
Seorang muslim adalah orang yang menjauhkan muslim lainnya dari bahaya
lisannya, ia tidak mengutuknya dan tidak menghinanya, tidak mencelanya dan tidak
menggibahnya. Semua bentuk bahaya lisan yang dapat membahayakan orang lain ia
tahan sehingga orang lain terbebas dari bahayanya. Dan orang-orang muslim yan
lain juga selamat dari bahayanya. Ia tidak menzhalimi mereka dengan pukulan,
dengan mencuri miliknya dan tidak merusak harta bendanya serta kejehatan
lainnya. Inilah muslim yang sebenarnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa tidak
ada lagi seorang muslim selain dirinya, tetapi maknanya bahwa perbuatan itu
termasuk ajaran islam. Yang sebenarnya bahwa orang islam adalah orang yang
menyerahkan dirinya kepada Allah ta'ala secara lahir dan bathin. Hanya saja
penggunaan kata demikian terjadi dalam rangka unutuk mendorong berbuat demikian
walaupun masih ada perbuatan lain selainnya.
Sedang Al-Muhajir
adalah orang yang meninggalkan larangan Allah ta'ala, padahal sudah maklum
bahwa muhajir adalah orang yang keluar dari Negara kafir menuju Negara islam
demi menjaga agamanya. Tetapi kata hijrah juga memiliki makna lain, yaitu
seorang muslim meninggalkan larangan Allah ta'ala. Ia tidak mengucapkan
perkataan yang haram dan tidak melakukan perbuatan haram serta tidak
meniggalkan kewajiban. Tatapi ia melaksanakan kewajiban dan meninggalkan
perbuatan haram. Inilah orang yang berhijrah, karena ia meninggalkan apa yang dilarang Allah ta;ala.
Adapun
hadits ke-dua yaitu sada Rasulullah saw yang berbunyi, "Barang siapa yang
ingin dikeluarkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam sorga maka hendaknya
ia meninggal dalam keadaan beriman terhadap adanya hari kiamat. Dan hendaknya
ia berbuat kepada orang lain seperti ia hendak diparlakukan oleh mereka".
Sabdanya,
"Siapa yang suka" Ungkapan ini adalah pertanyaan yang bertujuan untuk
membuat orang penasaran. Karena semua orang ingin terbebas dari api neraka dan
dimasukkan ke dalam sorga. Karena orang yang diselamatkan dari nereaka lalu
dimasukkan ke dalam sorga maka ia telah mendapatkan kemengan yang besar. Barang
siapa yng menghendaki hal itu maka hendaknya ia meninggal dalam keadaan beriman
kepada Allah ta'ala dan hari akhir. Atas dsar ini, maka manusia hendaknya
selalu mengingat iman kepada Allah ta'ala dan
hari akhir serta selalu menyelaminya, karena ia tidak tahu kapan
kematian itu akan menjemputnya. Maka hendaknya itu selalu menjadi pusat
perhatianya, Yaitu beriman kepada Allah ta'ala dan kepada hari akhir. Manusia jika
beriman kepda Allah ta'ala dan semua konsekwensi nama dan sifat-sifat-Nya lalu
ia beriman kepada hari akhir serta pahala yang dikandungnya dan sanksi yang ada
maka ia hars istiqimah dalam meniti agama Allah ta'ala. Dan ini adalah hak Alah
ta'ala, maksud saya adalah sabda Rasulullah saw, "Sedang ia beriman kepada
Allah dan hari akhir". Adapu menyagkut hak-hak manusia, aka beliau
bersabda, " Dan hendaknya ia berbuat kepada orang lain seperti ia hendak
diparlakukan oleh mereka". Ia tidak menyakitinya Karen aia sendiri tidak
mau dsakiti ole mereka. Ia tidak berbuat semena-mena kepad amereka karena ia
juga tidak mau kalau mereka semena-mena kepadanya. Ia tidak mencela mereka
karena ia juga tidak mau dicela oleh mereka dan seterusnya. Ia tidak menipunya
dalam jual beli dan lain-lain. Mereka tidak membohongi mereka karena ia tidak
suka kalau ia diperlakukan oleh mereka. Ini adalah aturan umum (kaedah) yang
apabila dipedomanani oleh manusia dalam bermuamalah sesame mereka maka pasti
mereka akan mendapatkan banyak hal. Ini menyerupai sabda Rasulullah saw yang
berbunyi, "Tidaklah dianggap orang beriman seseorang diantara kalian
sehingga ia mencintai saudaranya seoerti ia mencintai dirinya sendiri.[6]
Wallahu Al-Muwaffaq.
[1] Shahih Bukhari
(1393).
[2] Telah ditakhrij
sebelumnya.
[3] Shahih Bukhari (10),
Shahih Muslim (40) dan telah ada sebelumnya pada no. 216.
[4] Shahih Muslim (1844).
Sebelumnya talah ada pada no. (673).
[5] Shahih Al-Jami'
(6589)hadits dari Ibnu Abbas Raduyallahu Anhu.
[6] Shahih Bukhari (13),
Shahih Muslim (45) hadits dari Anas Bin Malik Radiyallahu Anhu.
0 komentar:
Post a Comment