الثلاثاء، 1 مايو 2012

Pendidikan Sosial Dalam Persfektif Islam

Sumber : Tarbiyatu an-Nasyi’ al-Muslim
Penulis : Prof. Dr Abdul Halim Mahmud
Alih Bahasa : Idrus Abidin


1.    PENGERTIAN PENDIDIKAN SOSIAL.
Pendidikan sosial adalah penjelasan tentang sikap manusia dan cakupannya terkait dengan masyarakat tempat ia bergabung dan berpartisipasi. Baik jamaah itu lingkupnya kecil seperti masyrakat atau yang lebih besar seperti dunia secara keseluruh. Juga berati penjabaran tentang hubungan manusia dengan alam dan lingkungan,  serta hal-hal yang mengatur hubungan ini, berupa ketetapan sosial seperti agama, keluarga, akhlak, budaya, politik, ekonomi, pemikiran,  perilaku, adat istiadat dan kebiasaan.
Pendidikan sosial juga berusaha menetapkan aturan-aturan yang mengarahkan sikap sosial manusia yang berperan dalam menentramkan kehidupan kemasyarakatan dan keberlangsungannya secar baik, seperti faktor-faktot yang dapat mewujudkan rasa aman dan ketentraman tersebut. Pendidkan sosial bagi kaum muslimin bermaksud menentukan system kemasyarakatan secara umum dan mengharuskan manusia komitmen dengannya, sebagai wujud taqarrub kepada Allah Swt., juga agar mendapatkan maslahat dunia dan akhirat.
System kemasyarakatan Islam memabahas semua yang berhubungan dengan seorang muslim, baik dari segi aktifitas pribadi dalam masyarakat atau sebagai anggota masyarakat, diawali dari akidah, pemikiran, nilai-nilai akhlak yang harus dipatuhi dan selaras dengan semua aktifitas manusia dari perkataaan, diam dan interkasi dengan keluarga, kerabat dan tetagga serta intraksinya degan non muslim.
Pendidikan sosial Islam mengatur semua itu dan memenejnya dengan detail, bukan sekedar pelajaran teoritis belaka yang membandingkan berbagai kondisi masyarakat pada kurun waktu dan tempat yang berbeda untuk menghasilkan system pekembangan yang mengatur masyarakat tersebut pada tingkat kemajuan dan perkembangannya. Seperti pembahasan ilmu sosial – ia mengatur berdasarkan wahyu yang menjelaskannya, menjelaskan jalur prilaku yang harus dilakoni oleh seorang muslim dalam hidupnya, sebagai harapan akan terwjudnya kemaslahatan dunia dan agamanya.
Pendidikan Islam juga tidak berlandaskan pada pengawasan yang dijadikan masyarakat alasan untuk mengharuskan anggotanya agar komitmen dengan sikap yang sesuai dengan yang ditetapkan masyarakat.  Baik hal itu berbentuk negara, aturan ataupun pendapat umum. Tidak hanya berlandaskan itu saja, tapi juga berlandaskan pada pengembangan rasa manusia tentang  keberadaan Allah Swt. swt dan pengawasan-Nya. perasaan akan pengawasan itu dan komitmen dengan apa yang dijelaskan oleh Islam berupa perkara halal dan haram itulah yang menjadikan aturan kemasyarakatan bagi sikap muslim menjadi lebih berpengaruh, karena timbul dari keinginan mendalam pada diri manusia dan bukan hasil paksaan kekuatan luar yang berwujud aturan-aturan, kebiasan atau pun petugas keamanan seperti polisi. Itulah perbedaan mendasar dalam aturan kemasyarakatan  antara pendididkan sosial Islam dan aturan kemasyarakatan yang diatur oleh ilmu sosial.
Pendidikan sosial Islam juga berusaha membangunkan kecintaan orang muslim untuk berafiliasi kepada ummat Islam yang begitu besar pada level dunia Islam, bahkan sekedar afiliasi terhadap keluarga saja, perkumpulan atau partai politik atau masyarakat da’erah. Itu karena semua kaum muslimin ummat yang satu, yaitu ummat tauhid, ummat yang menyembah Allah Swt. satu-satunya seperti ketetnyuan syari’at. Al-qur’an menceritatkan tentang hal itu pada dua ayat, yaitu firman Allah Swt:
Sesungguhnya agama tauhid ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan aku adalah tuhamu, maka sembahlah aku. (Q.S  Al-Anbiya :  92)
Dan firman-Nya  :
Sesungguhnya ( agama) tauhid ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan aku adalah tuhanmu, maka bertakwala kepada-Ku (Q.S  Al-Mukminun : 52)
Artinya bahwa Islam adalah agama yang benar dan harus dibela oleh kaum muslimin dan berafiliasi kepadanya agar menjadi ummat yang satu, karena Allah Swt. swt telah menyampaikan kepada para rasul bahwa tujuan mereka diutus adalah untuk agama yang yang benar dalam masalah akidah dan landasan syari’at, bahwa orang yang meyakininya adalah ummatan wahidah pada zaman dan tempat manapun, hingga manusia menuju rabnya.
Juga bahwa pendidikan sosial Islam sajalah yang menjamin untuk menentukan hukum-hukum dan aturan-aturan yang menjelaskan hak-hak individu secara sosial, berupa pendidikan, pekerjaan, pengobatan dan jaminan dari  semua yang mengancam manusia berupa rasa letih dan gangguan lainnya. Itulah yang menegskan bentuk kesamaan antar sesama manusia dan mempertegas keadilan dan kesamaan peluang, mewajibkan semua tugas, bekerja untuk melaksanakan hudud dan sanksi terhadap orang yang melanggar adab dan aturan ini.
Pendidkan sosial Islam menetapkan semua itu berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Kadang juga dengan hasil ijtihad ahli fiqhi atau ijma ulama atau pengalaman. ia tidak membiarkan hal itu diatur oleh orang-orang yang mengakui dirinya  ahli undang-undang, yang dalam kerjanya memanfaatkan pemikiran, system dan nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam, karena pendidikan sosial Islam dengan landasan-landasan ini berusaha menghindarkan masyarakat dari kesesatan dan keganjilan itu.
Pendidikan sosial Islam memposisika diri dari masalah-masalh sosial –yaitu membedakan antaraa yang wajib ddan realitas berkaitan dengan individu yang nampak konyol dan jauh dari seharusnya- berbeda dengan sikap ahli sosial.

Kita menjelaskan sebagaian perbedaan itu pada beberapa point berikut :
1.    Masalah sosial bagi kaum muslimin membedakan antara kewajiban yang diharuskan oleh syari’at dan realita yang dilakoni oleh sebagian orang-orang yang melanggar  kewajiban ini. Pada sisi yang lain, ahli sosial barat melihat bahwa masalah sosial adalah perbedaan antara level yang diinginkan dengan realita yang ada. Itu berarti sebuah kekacauan pada lajunya usaha dengan cara yang dikehendaki, seperti ditegaskan oleh para peneliti masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
2.   Bahwa kelompok yang menimbulkan masalah-masalah sosial dari kalangan kaum muslimin adalah perkumpulan manusia seutuhnya, karena Islam menentukan bagi komunitas manusia peran sosial dan mengharuskan pelaksanaanya  serta menganggap itu sebagai bentuk taqarrub kepada Allah Swt. dan peluang untuk mendapatkan pahala yang lebih banyak, sebagaimana ia menganggap keengganan dalam melaksanakannya meneyebabkan sanksi tertentu –hudud- di dunia, apalagi di akhirat.
Pada sisi yang lain, akhlak sosial barat melihat jamaah ini sebagai jamaah daerah yang menyatu pada level yang diingankan dari nilai-nalai prilaku, dengan menutup mata dari apakah level tersebut sesuai dengan jamaah lain yang bertentangan dengannya atau maslahatnya.
 3. Bahwa Islam tidak memaafkan pemerintah atau pemimpin yang bertangung jawab terhadap tugasnya secara langsung atau tidak langsung pada masalah-masalah sosial ini, dengan pertimbangan bahwa mereka tidak berusaha untuk menghilangkan penyebabnya.atau dengan pertimbangan bahwa ia tidak memberikan solusi yang dapat mengatasi masalah itu. Islam tetap memberikan tanggung jawab ini kepada pemerintah sebagai khalifah kaum muslimin hingga ke level keluarga,skala terkecil masyarakat –sehingga wanita bertanggung jawab terhadap rumah, harta suami dan anak-anaknya. sedang anak-anak bertanggung jawab terhadapharta ayahnya.
    Adapun ilmuwan sosial Barat, mereka hanya cukup mendata masalah dan menganalisanya, bahwa mungkin saja mereka mendatanya secara teliti, tapi mereka tidak berupaya memberikan solusi dan menentukan penanggung jawab masalah, dan tidak menuntut penanggung jawab seluruh pekerjaan untuk menyelesaikannya.
      Perbedaan ini dan perbedaan lainnya antara pendidikan sosial Islam dengan pandangan non muslim pada pendidikan ini memberikan citra positif terhadap pendidikan sosial Islam dan dinamisasi serta kemampuan dalam menyelesaikan pencetus masalah sebelum terjadinya.
       Pendidikan sosial Islam ketika merancang program sosial  -menentukan program yang berkaitan dengan benda dan yayasan-yayasan sosial untuk memenuhi kebutuhan mayarakat- melihat  dengan mendalam dan menyeluruh yang tidak menerima  pertentangan dengan masyarakat daerah dalam memenuhi kebutuhannya.Pendidikan sosial Islam juga melihat secara mendalam dan menyeluruh terhadap kebutuhan-kebutuhan itu lalu menyusunnya dengan susunan yang realistis dan meluas pada sisi yang lain.
       Adapun susunan realistis kebutuhan ini adalah bahwa ia dimulai dari kebutuhan manusia, seperti aqidah yang benar terhadap pencipta dan menyembahnya sesuai syariat-Nya, mengangkatnya sebagai khalifah di bumi ini, dan pentingnya mengenal manusia seluruhnya, serta kerja sama, jaminan, dan saling menasehati tehadap kebenaran dan kesabaran bersama kaum mukminin, serta amar ma’ruf dan nahi mngkarnya dan jihadnya di jalan Allah Swt. demi tegaknya kalimat Allah Swt.. adapun perluasan dalam kebutuhan ini, maka walaupun diawali dari  kebutuhan manusia secara individual  berupa  makan, minum, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, wawasan dan hak-hak untuk mengungkapkan pendapat dan keyakinanya, dalam melakoni pekerjaannya, usahanya untuk membangun keluarga, masyarakat daerah, masyarakat kita dan masyarakat dunia Islam .maka sungguh ia menempatkan pada prioritas utama kebutuhan adalah pemahaman yang hampir nampak baru bagi manusia, dulu dan sekarang.
Pemahaman ini dalam benak saya adalah :
1.     Bahwa  setiap muslim dalam masyarakat dituntut oleh syari’at untuk menyeru kepada Allah Swt., kepada kebenaran dan petunjuk dan kepada agama penutup yang sempurna. Seruan ini dianggap kebutuhan utama, karena denga itu ia bisa menjamin dirinya  dan orang lain pada masa sekarang dan yang akan datang dari bahaya dan masalah-masalah sosial dari jenis dan level manapun.
Al-Qur’an menceritakan hal ini melalui lisan nabi-Nya  :
Katakanlah  : “inilah jalan (agama)ku , aku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak kamu kepada Allah Swt. dengan hujjah yang nyata , maha suci Allah Swt., dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” Q.S  Yusuf : 108
Da’wah kepada Allah Swt. adalah kebutuhan pokok mukmin yang benar. Ini berarti bahwa da’wah kepada Allah Swt. adalah jalan siapapun yang mengikuti rasulullah saw, dengan satu syarat yaitu hendaknya ia menguasai apa yang diserukannya. Tidak ada yang bisa membersihkan masyarakat dari segala hal yang mengancam manusia atau membahayakan mereka layaknya da’wah kepada kebenaran, kebaikan dan petunjuk.
2.    Setiap muslim dalam masyarakat dituntut agar tidak merasa cukup dengan hanya berbuat baik atau berda’wah saja, tetapi seharusnya usahanya menyatu dengan usaha  saudaranya kaum muslimin, dengan perinsip bahwa tangan Allah Swt. bersama jamaah dan dari landasan bahwa kewajiban individual dalam Islam adalah kewajiban termudah dan kewajiban berjamaah yang seharusnya melibatkan semua usaha , shaf, kerja sama dan saling tolong menolong dalam nuansa persaudaraan Islam. Hal ini makin kokoh ketika memikirkan al-qur’an yang sering mengungkapkan banyak tutuntunan yang harus dipenuhi  dengan diawali dengan lafazh jamak, bukan dengan lafaz tunggal. Seperti firman-Nya  :
wahai manusia….wahai orang-orang yang beriman….sembahlah tuhanmu…kerjakanlah kebaikan….dirikan sholat….keluarkan zakat….diwajibkan atas kalian….berbuat baiklah….katakanlah :      “bekerjalah….katakan :”taatlah kepada Allah Swt.….
Semua ungkapan-ungkapan ini tertuang dalam al-qur’an beratus-ratus kali. Itu tidak lain karena sejatinya seorang muslim menjadi satu ummat dan selalu diseru dengan ungkapan jamak, bekerja dengan jemaah dan  komitmen dengan pekerjaan berjamaah.
Pendidikan sosial dalam Islam menyiapkan cara yang tepat  bagi masyarakat, memahami realitasnya, bekerja untuk memperbaiki kondisi ini dengan menyelaraskannya dengan perintah Allah Swt.. Dan da’wahpun masuk dalam kategori itu dari kesesatan menuju petunjuk.
Ia adalah seruan terhadap non muslim agar memasuki wilayah keimanan. Mengarah kepada orang yang percaya tapi belumlah menjadai muslim agar dapat menikmati oase Islam. Mengarah kepada muslim yang berdosa agar memasuki taman ketaatan. Menuju kepada orang mukmin yang taat agar berada pada kawasan aman bersama kafilah da’wah sehingga jauh dari kejaran serigala yang biasanya menimpa mereka-mereka yang menjauh dari jamaah. Mengarah  kepada orang mukmin  yang taat bekerja dalam jamaah agar merasakan nikmatnya amar ma’ruf dan nahi mungkar.  Menuju kepada orang mukmin yang taat  bekerja dalam jamaah agar bergabung dalam barisan mujahidin di jalan Allah Swt. sehingga kalimat Allah Swt. dipatuhi  dan tidak ada lagi sesembahan selain Allah Swt. di bumi ini                             
Pendidikan sosial Islam secara ringkas adalah:Tidak tunduk terhadap tekanan sosial, tidak terpesona oleh kebebasan sosial, karena  seharusnya hal itu sesuai dengan syariat Islam sebagai wujud persamaan jamaah sosial dalam wujudnya yang paling sempurna.

2. BAGAIMANA ISLAM MENDIDIK PRIBADI YANG BERJIWA SOSIAL

Bukanlah suatu yang berlebihan ungkapan yang mengatakan bahwa Islamlah satu-satunya yang mengatur hubungan sosiala di antara sesama manusia dengan cara yang belum ada yang mampu menandinginya. Itu bukanlah sesuatu  yang berlebihan karena itu adalah relaita sehingga non muslimpun mengakuinya, walaupun sebagian mereka menyimpan dendam dan pikiran jelek terhadap Islam sedang mereka mengakui realita itu.
Di antara contoh nyata penulis barat yang mengakui realita itu adalah August Comte seorang filsuf yang tidak memperdulikan masalah-masalah yang berkaitan dengan iman dan ruh. Filosof ini menegaskan bahwa Islam membuat dengki dan iri penulis-penulis barat. Ia menegaskan hal ini pada sebuah bukunya yang populer di kalangan sosiolog aturan politik buatan manusia.
Dalam bukunya tersebut, ia membandingkan antara berbagai agama dari sudut pandang ilmu-ilmu murni. Pertama-tama ia mengakui bahwa tidak ada yang mampu menyaingi gerakan yang menggila dalam rangka menentang Islam di barat tanpa mengetahui kedalaman masalah sebenarnya. Juga tidak akan pasti seperti apa yang …terhadap Islam, karena penilaiannya tidka terlepas dari kebencian.[1]
August Comte juga menegaskan jiwa kemasyarakatan kaum muslimin, di mana jiwa sosial kemasyarakatan tidak dapat diikuti oleh sistem atau agama apapun. Ini ditegaskan dalam bukunya yang lain dengan judul kuliah dalam filsafat ia mengatakan: ketika barat kristen disibukkan dengan masalah-masalah teologi yang begitu rumit, yang ternyata meremukkan akal dan tidak mencerdaskan, ketika itulah dunia Islam terbuka untuk ilmu pengetahuan dan segala jenis cabang-cabangnya. Setelah itu, ia makin menegaskan kemasyarakatannya disamping perhatiannya terhadap masalah-masalah rohani.
Keunggulan sosial dan urgensinya dalam pendidikan Islam mendukung seorang muslim untuk menjadi lebih baik dibanding lainnya dari sisi sosial serta memudahkannya untuk mendunia.
Islam berusaha keras membatasi masalah-masalah negatif yang dihadapinya dari sisi pemikiran dengan membahasnya secara gamblang.
Ketika kita berbicara tentang kemunduran Islam, maka hal pertam yang kita bicarakan adalah kemunduran kaum muslimin ketika disibukkan dengan masalah-masalah sederhana yang menjauhkan mereka dari usaha untuk mempertajam kesuksesan mereka pada masa lampau, cukup dengan menyesuaikan diri dengan kondisi jaman sekarang melalui ijtihad untuk menyelami kondisi masyarakat serta peran-perannya sekarang, bahkan itulah yang dikehendaki oleh Islam.
Islam telah mengisi kekosongan besar dalam bidang sosial kemasyarakatan, jika ditinjau dari perkembangan kemanusiaan, bahkan lebih dari itu hingga melebihi apa yang telah dihasilkan oleh peradaban Bizantium.
Pemikir-pemikir Islam memusatkan perhatiannya serta aktivitasnya dalam mengatur menertibkan dan memenej masyarakat mereka juga menghasilkan berbagai ilmu serta cabang-cabangnya. Hal itulah yang menegaskan orisinilnya manusia dari segi sosial.[2]
Islam telah meletakkan dasar-dasar yang baik untuk sosial kemasyarakatan, di mana tidak akan ada agama atau sistem apapun yang mampu melindunginya dan tidak akan ada agama atau sistem yang mampu mengikutinya.
Al Qur’anul Karim telah menetapkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang bisa membentuk manusia dengan cara yang benar, mendukungnya untuk bisa beradaptasi dengan kehidupan manusia di bawah naungan keluarga, kelompok, masyarakat, umat Islam, bahkan manusia secara menyeluruh pada setiap masa dan tempat.
Bukankah di buku ini tempat yang tepat untuk memperjelas hal itu? Tempatnya ada pada buku kami yang berjudul Masyarakat Islam.[3] Di sini cukuplah kami memberikan nukilan-nukilan yang mempertegas kecenderungan kami bahwa pendidikan kemasyarakatan termasuk dasar-dasar utama Islam yang setiap muslim harus terbentuk berdasarkan nilai-nilai itu.
Sebagai contoh: keluarga dalam Islam “kedua orang tua dan anak-anak…” adalah unit pertama yang merupakan cikal terbentuknya masyarakat muslim. Islam telah menetapkan bagi keluarga sistem kemasyarakatan yang unggul karena keahlian, realistis dan kemampuannya memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Pada waktu bersamaan, Islam mengharuskan kaum muslimin komitmen dengan sistem ini dan tidak memberikan peluang bagi seseorang untuk keluar darinya karena begitu pentingnya, memiliki pengaruh dan kemampuan untuk mewujudkan maslahat hidup dan hari akhir.
Aturan terpenting dalam sistem keluarga bahkan aturan pertamanya adalah telah menetapkan untuk aturan ini berbagai peluang kesuksesan, kelanjutan, keahlian dan kemampuan dalam melaksanakan fungsi sosialnya. Dimana untuk laki-laki dan perempuan telah secara bersamaan ditetapkan standar yang tepat untuk memilih pasangan, bahkan hampir saja standar ini dibatasi bagi kedua belah pihak pada kesalehan dan ketakwaan, jika kemudian didapati unsur lain yang membuat salah satu pihak cenderung kepada yang lainnya berupa kekayaan, kecantikan atau keturunan, maka itu adalah merupakan fadilah dari Allah Swt. swt.
Rasulullah saw telah bersabda ketika menyeru kaum laki-laki pada sebuah hadits yang mulia yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan sanad dari Abu Hatim Al Muzani ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jika datang orang yang kalian ridhai agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah, jika kalian tidak melakukannya maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di atas bumi” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah apa maksudnya?” Ia berkata: “Jika datang orang-orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah.” 3x
Sikap Al Qur’an terhadap keluarga adalah sikap yang memberikan jaminan keamanan dan keridhaan dengan adanya penjelasan tentang hak dan kewajiban antara kedua suami istri, juga dengan adanya aturan talak, khulu, dan taadud dengan ciri khas yang dapat menjauhkan keluarga dari tekanan (stress) atau goncangan.[4] Demikian pula halnya pada anak-anak dan semua yang tumbuh di bawah naungan keluarga muslim.
Borok-borok sosial yang melingkupi sistem keluarga sebelum munculnya Islam telah diupayakan oleh Islam agar terbebas darinya, sebagaimana semua keunggulan dan keutamaan yang bisa mewujudkan kehidupan yang penuh kebahagiaan bagi keluarga di dunia maupun di akhirat telah diharuskan oleh Islam, bahkan menjauh darinya merupakan dosa dan kemasiatan serta menjadi penyebab datangnya siksaan di dunia hudud dan ta’zir dan di akhirat sesuai kehendak Allah Swt. swt.
Upaya Islam untuk mengharuskan sistem sosial ini terhadap keluarga diawali dengan cara memuaskan masyarakat, kemudian dilanjutkan dengan muroqabatullah, kemudian kepatuhan terhadap undang-undang dan apa yang di dalamnya berupa hudud dan ta’zir. Itu pada hakekatnya adalah inti pendidikan sosial untuk makhluk sosial.
Seorang muslim tidak bisa berlaku jelek dalam memilih pasangan hidupnya dengan melanggar standar yang ditetapkan oleh Islam dengan alasan bahwa itu adalah masalah pribadi, karena kekhususan masalah ini haruslah tetap tunduk pada standar itu, kalau tidak maka ia memasuki kawasan dosa dan permasalahan. Suami meskipun tidak bisa mengebiri hak-hak istrinya dan hal itu secara syar’i tidak dibolehkan, tetapi ia bisa saja mengikhlaskan sebagian hak-haknya dari istrinya, dengan itu ia menjadi muslim pilihan, karena dengan keikhlasan itu ia menjadi sangat baik bagi keluarganya, sedang hadits yang mulia yang diriwayatkan oleh Baehaqi dalam kitab Syuabul Iman dengan sanad dari Abu Hurairah ra dari Rasulullah saw ia bersabda: “Sebaik-baik di antara kalian adalah yang paling terhadap istri dan anak-anaknya”
Seorang istripun tidak bisa lalai dari kewajibannya terhadap suami, kalau tidak maka ia termasuk area dosa dan permasalahan. Ia hanya bisa mengikhlaskan sebagian hak-haknya terhadap suaminya sehingga itu menjadi tabungan kebaikan dengan toleransi itu.
Seorang ayah juga tidak memiliki dan tidak boleh menyia-nyiakan pendidikan anak-anaknya serta dalam berbakti kepada kaum kerabat dekatnya. Kalau ia berbuat demikian maka ia telah menyalahi Allah Swt. dan Rasul-Nya karena penentangannya terhadap sistem kemasyarakatan Islam.
Seorang muslim tidak boleh mendatangkan kejelekan terhadap keluarganya dengan tingkah laku jelek bagi diri, harta atupun yang mengancam keluarga di masa sekarang dan masa yang akan datang. Jika berlaku demikian, maka ia tlah bermaksiat kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan keluarnya ia dari sistem kemasyarakatan Islam.
Aturan sosial Islam telah membekali keluarga dengan benang kuat berupa akhlak-akhlak mulia dan mengharuskan setiap anggota keluarga untuk komitmen dengannya diawali dari adab meminta izin, adab menundukkan pandangan, adab ketika berkumpul antara perempuan dengan laki-laki, adab mengembang tanggung jawab keluarga dan akhirnya berujung pada komitmen dengan semua perintah Islam. Itulah pendidikan sosial Islam yang tidak dapat tersaingi.
Pendidikan sosial Islam tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga, bahkan meluas hingga mencakup jamaah yaitu kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dan untuk mencakup seluruh masyarakat seluruhnya, karena Islam bermaksud untuk mensterilkan jamaah dan masyarakat dari segala kekurangan atau cacat yang mencederai atau membahayakannya. Hal itu melalui sifat-sifat tertentu yang diperangi oleh Islam dan sebagian diakui olehnya dan mengharuskan untuk komitmen dengannya. Juga melalui perkataan, perbuatan, kebiasaan yang diperintahkan atau diserukan oleh Islam, sedang yang lain diharamkan atau dimakruhkan. Islam melakukan itu semuanya untuk menjamin jamaah dan masyarakat untuk mewujudkan hubungan yang baik yang bisa melahirkan kerja sama, sikap saling menyayangi, saling membantu dan saling tolong menolong.
Bahkan, Islam demi menjaga jamaah dan masyarakat, mengharuskan setiap pribadi untuk berdakwah kepada Allah Swt., amar maruf dan nahi mungkar, kerja sama secara teratur dan berjihad di jalan Allah Swt. agar kalimat Allah Swt. berkibar dan agar agama Allah Swt. tersebar, serta manusia menjadikannya standar hukum.
Sungguh daftar akhlak mulia (fadilah) kemasyarakatan yang diajarkan oleh Islam sangatlah banyak, dalam buku ini kita tidak dapat mengungkapkan semuanya[5] berupa kejujuran, amanah, iffah, keadilan, ihsan, dan istiqamah. Di sini secara global kami katakan: Islam telah menyerukan segala kebaikan dan semua maslahat serta setiap yang dapat mewujudkan kebahagiannya di dunia dan akhirat.
Daftar sifat-sifat sosial yang tercela juga sangat banyak dan dilarang oleh Islam, kita tidak dapat memerincinya dalam buku ini.[6] Tapi kita hanya bisa memberikan isyarat beberapa di antaranya seperti, dusta, nifak, fasiq, kepalsuan, zalim, permusuhan, zina, pencurian, minum khamr, memata-matai, lupa diri, sombong… secara global kami katakan bahwa Islam telah melarang semua kejelekan dan semua bahaya, serta membendung setiap kemungkaran dan hal-hal yang mendatangkan bahaya bagi agama dan kehidupan manusia.
Daftar sifat-sifat yang mulia dan sifat-sifat yang tercela yang dijelaskan oleh Islam mampu –jika komitmen dengan sifat-sifat mulia yang ada dan menghindari sifat-sifat tercela –untuk menegaskan pada diri manusia, akalnya, perbuatan-perbuatannya dan tingkah lakunya, jiwa sosial Islam, dimana pendidikan sosial Islam tidaklah berpengaruh besar kecuali dengan mengitari sang mutarabbi (peserta didik) dengan sistem penghargaan terhadap kepatuhan dan sanksi terhadap penyelewengan dan maksiat. Demikianlah Islam mendidik manusia yang berjiwa sosial antara kedua batas tersebut. Dengan demikian ia menetapkan sistem paling lengkap dan paling baik untuk masa kini dan masa depan manusia, dunia dan akhiratnya.
Kita akan membahas pada segi ini ketika mengenalkan bagaimana pendidikan sosial Islam pada dua hal penting, yaitu sistem kemasyarakatan Islam dan pilar-pilar yang menopang sistem ini.
Agar buku ini tidak terlalu tebal, kami melihat pentingnya untuk meringkas pembahasan tentang sistem kemasyarakatan dan pilar-pilar yang menopangnya pada satu surat dari surat-surat yang terdapat dalam Al Qur’an, yaitu surat An Nisa untuk memberikan bukti-bukti terhadap benarnya klaim kami. WAllah Swt.ul musta’an.

1.      Sistem Kemasyarakatan Islam
Sebuah surat Al Qur’an yaitu surat An Nisa telah mencakup sistem kemasyarakatan manusia, hal yang tidak dapat dilakukan oleh aturan atau sistem manapun. Apalagi untuk menguasainya. Allah Swt.lah merupakan contoh yang paling unggul.
Surat An Nisa merupakan surat ke-4 dalam deretan mushaf Al Qur’an. Ia diturunkan di Madinah setelah kaum muslimin mendiami daerah itu dan membangun masyarakat yang begitu unggul dibanding masyarakat kaum musyrikin, kafirin dan jahiliyah, juga dari masyarakat ahli kitab, seperti Yahudi dan Nasrani, yaitu mereka yang getol menyembunyikan kebenaran dan menukar ayat-ayat Allah Swt. dengan harga murahan. Mereka semua, baik ahlul kitab maupun bukan telah menimpakan masyarakat muslim banyak masalah dan siksaan.
Ayat Al Qur’an ini mencakup sistem kemasyarakatan Islam seperti di bawah ini –sesuai dengan urutan ayat-ayatnya:
1)      Penegasan bahwa manusia telah diciptakan oleh Allah Swt. dari satu jiwa, dan hubungan antara mereka dilandasi oleh asas kekeluargaan yang saling memberikan rasa kasih  sayang antara sebagian dengan bagian lainnya (ayat pertama dari Surat An Nisa).
2)        Wasiat yang begitu mendalam tentang anak yatim dan peringatan keras dari sikap zalim terhadap mereka atau adanya upaya jahat untuk menikmati harta mereka (ayat ke-2 dan ke-3).
3)         Penegasan hak-hak suami istri dalam kehidupan keluarga yang dibingkai oleh keadilan dan naungan kasih sayang, serta saling memberikan rasa tentram dan perasaan yang lembut (ayat ke-4).
4)           Tuntunan untuk menjaga harta agar tidak dipegang oleh orang-orang yang lemah akal, karena harta pada hakekatnya adalah milik kaum muslimin secara umum, apalagi kalau harta itu adalah milik anak yatim (ayat ke-5 dan 6).
5)       Aturan pemindahan kepemilikan dari pewaris kepada ahli waris –baik laki-laki perempuan, anak kecil maupun dewasa, orang-orang yang mempunyai bagian-bagian tertentu ataupun bukan –dan penjelasan bagian masing-masing dan ahli waris (ayat 7 - 14).
6)       Membentengi masyarakat dari bahaya zina dan liwat dan penetapan akan kejinya kedua hal tersebut serta jalan untuk bertaubat dari keduanya (ayat 15 – 18).
7)          Penegasan untuk menghargai wanita dengan memberikan hak-haknya berupa harta, memperbaiki hubungan dengannya, dan menetapkan sistem dalam perceraian atau berpisah darinya dengan cara yang sesuai dengan syariat (ayat 19 – 21).
8)           Menentukan mahram yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki dalam hubungan suami istri (ayat 22 – 28).
9)            Penegasan akan wajibnya menghormati harta dan menentukan sebab-sebab yang membuat harta tersebut masuk ke dalam kepemilikan kaum muslimin serta ancaman terhadap mereka yang tidak komitmen dengannya, karena ketika itu ia dianggap melanggar aturan-aturan Allah Swt. dan sistemnya (ayat 29 – 31).
10)        Menghormati hak-hak yang telah diatur oleh syariat untuk laki-laki dan perempuan, serta penegasan bahwa tanpa kekuasaan (qawamah) di bawah kendali suami agar kehidupan keluarga bisa stabil, juga mencari perangkat-perangkat yang dapat mengatasi problem rumah tangga (ayat 32 – 35).
11)    Penegasan atas pentingnya komitmen kaum muslimin terhadap beberapa adab-adab dan nilai akhlak Islam setelah keimanan bersemi di dalam jiwa hamba yang beribadah kepada Allah Swt. swt semata, seperti:
·        Berbakti kepada kedua orang tua, kaum kerabat, tetangga dekat, sahabat dekat, ibnu sabil dan budak.
·     Meninggalkan kebakhilan dan berusaha berinfak di jalan Allah Swt. bukan dengan harapan untuk dipuji oleh manusia.
·         Menjauhi minuman yang memabukkan.
·         Bersuci dari junub.
·         Disyariatkannya tayammum ketika air tiada secara sebenarnya atau dianggap tidak ada.
·     Tidak terpedaya dengan sikap orang-orang yang tersesat dari kalangan ahli kitab yag telah merubah kitabullah, menganggap diri mereka suci, membuat kebohongan atas nama Allah Swt., mendukung kaum musyrikin dalam kemusyikannya sebagai wujud kebencian terhadap Islam.
·         Perbandingan antara orang-orang kafir dan orang-orang yang beriman.
·         Perintah untuk menyampaikan amanat kepada pemiliknya.
·         Perintah untuk berbuat adil terhadap manusia.
·         Perintah untuk tunduk kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya serta kembali kepada Al Qur’an dan sunnah ketika terjadi perbedaan, juga penjelasan tentang sifat-sifat orang-orang munafik di masyarakat, serta penegasan bahwa dengan kemunafikan itu mereka menzalimi dirinya sendiri. Penjelasan bahwa pintu taubat terbuka di hadapan manusia semuanya dan jalannya adalah mentaati Allah Swt. dan Rasul-Nya (ayat 36 – 70).   
12)   Penjelasan tentang adab berjihad di jalan Allah Swt., tujuan dan orang-orang yang boleh ikut berjihad. Penentuan siapa-siapa yang boleh diperangi oleh orang muslim dan dorongan agar kuat dalam menanggung beban perang di jalan Allah Swt., meninggalkan rasa takut atau panil dalam perang karena dalam hal tersebut terdapat ikrar kehidupan sosial yang baik (ayat 71 – 78).
13)    Penegasan bahwa apa yang didapatkan oleh Nabi saw atau apa yang diperoleh sahabat-sahabatnya berupa kebaikan adalah berasal dari Allah Swt. dan keburukan yang menimpa adalah akibat kelalaian mereka. Juga penegasan bahwa mentaati Allah Swt. dan Rasul-Nya membuat manusia jauh dari keburukan, juga bahwa lalai dari ketaatan ini membuat mereka mendapatkan sanksi dari Allah Swt., padahal tidak ada jalan untuk lalai padahal hujjah kuat yaitu Al Qur’an ada dihadapannya (ayat 79 – 83).
14)       Meminta Rasulullah saw dan kaum muslimin untuk berperang di jalan Allah Swt. juga tuntunan agar Rasul memompa semangat mereka untuk berjuang (ayat 84).
15)    Mengajari kaum muslimin cara berinteraksi dengan orang-orang munafik dan penjelasan tentang balasan dari keduanya di sisi Allah Swt. (ayat 85).
16)     Mengajari kaum muslimin adab menyapa serta keharusan untuk komitmen dengan adab tersebut dan penjelasan bahwa Allah Swt. swt akan menghisab mereka terhadap apa-apa yang mereka perbuat terhadap perintah yang ada (ayat 86 – 87).
17)      Melatakkan aturan yang dapat mencegah pengkhianatan orang-orang munafik, sekalipun mereka menampakkan tingkah laku apapun dan penolakan terhadap upaya mengambil bantuan dari mereka sehingga mereka membuang kemunafikannya, jika tidak maka mereka diperangi seperti yang lain yang telah wajib diperangi (ayat 89 – 91).
18)        Larangan seorang mukmin membunuh mukmin lainnya dengan sengaja, jika dibunuh dengan cara yang disengaja, maka ia harus membayar diat kepada keluarga korban, juga aturan membayar diat dan sanksi bagi yag tidak dapat membayarnya, baik karena ia fakir dengan memerdekakan budak atau dengan puasa dua bulan berturut-turut (ayat 92 – 94).
19)        Penegasan bahwa jihad di jalan Allah Swt. dengan dengan berusaha menghindari orang-orang yang tidak boleh dibunuh adalah memiliki pahala yang besar di sisi  Allah Swt., juga bahwa orang-orang yang mampu untuk berjihad tidak boleh lalai darinya (ayat 95 – 96).
20)      Mengajari kaum muslimin agar menolak kehidupan yang dipenuhi oleh kehinaan, jika tidak dapat dihindari, maka mereka harus hijrah ke negara-negara Islam lainnya agar mereka bisa hidup mulia dan berharga di sana, barang siapa yang tidak hijrah dan bertahan dalam kehinaan maka akan disiksa oleh Allah Swt. selama ia bukanlah orang lemah yang tidak dapat berhijrah, juga penegasan bahwa siapapun yang berhijrah di jalan Allah Swt. demi untuk mencari kebenaran kemudian ia meninggal karena itu maka pahalanya di sisi Allah Swt. sangatlah besar (ayat 97 – 100).
21)        Mangajari kaum muslimin tata cara shalat dalam peperangan atau shalat khauf ketika berperang di jalan Allah Swt. serta sistem shalat tersebut sambil mengikuti kondisi perang setelah shalat dan menjaga kekokohan dalam menghadapi suka duka peperangan (ayat 101 – 104).
22)        Penegasan bahwa Allah Swt. swt menurunkan Al Qur’an kepada Rasul-Nya agar dijadikan panduan hukum manusia dengan cara yang adil yang diwajibkan oleh Allah Swt., juga tidak bolehnya seseorang melindungi pengkhianat walaupun berusaha menyembunyikan pengkhianatannya, jika ada yang membela mereka di dunia ini maka siapa yang mau membela mereka dihadapan Allah Swt. di akhirat, juga penegasan bahwa orang yang salah melindungi seseorang maka pintu taubat masih tetap terbuka bagi mereka (ayat 105 – 110).
23)      Penjelasan bahwa pelaku dosa membahayakan dirinya dengan ancaman sanksi Allah Swt. swt juga bahwa di antara dosa besar yaitu seseorang melakukan dosa lalu ia divonis tidak bersalah (ayat 111 – 112).
24)    Hiburan terhadap Nabi saw bahwa apa-apa yang diberikan kepada beliau berupa wahyu yang dapat melndunginya dari pengkhianatan lawan-lawannya atau bahaya yang mereka rencanakan, ini karena adalah ilmu dan hikmah (ayat 113).
25)   Menegaskan sebuah nilai-nilai bahwa orang-orang yang sibuk memikirkan kejelakan, walaupun tidak mewujudkannya adalah tidak memiliki kebaikan. Kebaikan hanyalah ada pada upaya memikirkan sedekah atau usaha untuk melakukan melakukan suatu perbuatan yang tidak bertolak belakang dengan syariat atau merencanakan sebuah pekerjaan yag dapat membawa kemaslahatan ditengah manusia (ayat 114).
26)        Penegasan bahwa orang-orang yang berseberangan dengan Rasul saw adalah orang-orang yang menempuh jalan yang bertentangan dengan manhaj kaum muslimin, ini seperti orang musyrik yang tidak mengharapkan ampunan Allah Swt. karena Allah Swt. swt mengampuni semua dosa kecuali kesyirikan, juga orang-orang musyrik tersebut adalah pengikut syetan yang selalu menghisasi mereka dengan kejahatan, di akhirat balasan mereka semua adalah jahannam (ayat 110 – 121).
27)    Mengingatkan bahwa orang-orang mukmin yang beramal shaleh akan mendapatkan surga yang telah dijanjikan oleh Allah Swt.. Balasan bagi orang mukmin ini atau balasan bagi orang kafir tersebut bukanlah yang diinginkan manusia, itu semua diperoleh melalui iman dan amal shaleh serta keikhlasan beragama kepada Allah Swt. swt, sebagaimana yang dilakukan bapak para Nabi, Ibrahim as (ayat 122 – 126).
28)     Menegaskan akan pentingnya mengeratkan hubungan keluarga dengan memperhatikan hak-hak suami istri dan hak orang-orang lemah, baik anak perempuan atau anak laki-laki, mereka semua dulu adalah pihak-pihak yang terzalimi ketika berada di bawah naungan sistem kemasyarakatan yang zalim. Lalu Islam menghancurkan sistem tersebut
· Perhatian Islam untuk mempercepat hubungan keluarga akan memperkuat sistem kemasyarakatan Islam yang tidak dapat ditandingi oleh sistem manapun.
·         Sistem kemasyarakatan Islam juga menegaskan bahwa perempuan yang tidak diakui sebagian hak-haknya atau hak keluarganya oleh suaminya diberikan kesempatan untuk menuntut adanya majelis islah dengan suaminya yang dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak, juga bahwa hubungan suami istri hendaknya dilandasi oleh toleransi agar hubungan suami istri dapat berkelanjutan.
·       Sistem kemasyarakatan Islam menuntut laki-laki yang ditangannya terdapat kunci pernikahan agar berlaku adil terhadap istrinya sesuai kemampuannya, ia juga dituntut agar tidak mengikuti hawa nafsu.
·   Penegasan bahwa perceraian antara suami istri tidaklah terjadi kecuali jika kelanjutannya nampak mustahil.
·      Penegasan bahwa sistem kemasyarakatan Islam ini adalah bagian dari sistem Allah Swt. swt terhadap bumi ini dan bahwa itu adalah wasiatNya terhadap pemeluk agama apapun. Orang-orang yang melanggar aturan ini dan merasa tidak membutuhkannya maka itu berarti ia sedang mencelupkan dirinya ke dalam azab Allah Swt. (ayat 127 – 134). 
29)      Mengingatkan bahwa di antara sistem kemasyarakatan Islam yang sangat penting adalah keharusan seorang muslim komitmen dengan keadilan, walaupun terhadap dirinya sendiri atau kerabatnya, karena itu adalah landasan kuat bagi kehidupan masyarakat manusia (ayat 135).
30)    Penegasan bahwa di antara sistem kemasyarakatan Islam yang sangat penting adalah keimanan terhadap kitab yang diturunkan Allah Swt., Rasul-rasul-Nya, malikat, hari kiamat, baik kebangkitan, hari berkumpul dan hari perhitungan. Keimanan ini hendaknya kokoh dalam hati dan tidak dirasuki keraguan. Keraguan biasanya terjadi karena kekafiran, nifak, dan masing-masing mnedapatkan balasan yag menyakitkan (ayat 136 – 138).
31)        Penjelasan bahwa tidak boleh bagi orang mukmin mengambil pelindung (bantuan) selain kalangan mereka. Siapapun yang berbuat demikian maka itu menunjukkan ia merasa bangga dengan mereka, padahal rasa mulia itu tidak seharusnya diberikan kecuali dengan Allah Swt. swt (ayat 139).
32)   Di antara sistem kemasyarakatan yang berperan penting di masyarakat yaitu kaum muslimin hendaknya tidak mendengar orang-orang yang menghina Al Qur’an ketika mendengarnya apalagi duduk bersama mereka. Siapapun berbuat demikian, baik mendengar atau duduk bersama mereka maka itu berarti sama dengan mereka dan balasannyapun sama. Itulah adab sosial yang berpengaruh dengan menjauhi orang-orang yang menghina Al Qur’an dan berusaha agar mereka mempengaruhi lainnya (ayat 140).
33)        Penjelasan tentang sifat orang-orang munafik yang harus diketahui oleh kaum muslimin. Penegasan agar kaum muslimin selalu berhati-hati terhadap mereka setiap saat, karena orang-orang munafik mempunyai kecenderungan untuk mencari kelemahan kaum muslimin dan menimpakan bahaya terhadap mereka. Jika kaum muslimin teribat perang dengan musuh lalu mereka memenangkan pertempuran, maka orang-orang munafik datang dengan berkata: kami bersama kalian, tapi jika kemenangan ada di tangan musuh, maka mereka mengatakan kepada kaum kafir: Bukankah kami bersama kalian? Karena di antara sikap kaum munafik adalah berkhianat dan melaksanakan shalat dengan penuh kemalsana serta ria, diantara sifat-sifat mereka adalah kebingungan dan memberikan loyalitas kepada selain orang-orang mukmin –juga penegasan bahwa balasan munafik adalah neraka terendah, kecuali mereka yang bertaubat, beriman dengan sebenarnya, memperbaiki diri dan berpegang teguh kepada Allah Swt. –penegasan bahwa Allah Swt. tidaklah menuntut manusia kecuali beriman dan beramal shaleh, juga bahwa Allah Swt. membalas kebaikan mereka sebagai wujud terima kasih (ayat 141 - 147).
34)   Di antara sistem kemasyarakatan Islam adalah tuntunan untuk membersihkan masyarakat dari perkataan kotor, hina dan mungkar, kecuali jika terjadi tindak kezaliman terhadap seseorang, maka ia berhak untuk melaporkan orang yang menzaliminya dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya. Di antara sistem kemasyarakatn ini adalah menampakkan perbuatan baik sekali-kali dan menyembunyikannya sekli-kali juga, karena semua itu ada pahala di sisi Allah Swt., seperti pahala yang baik yang diperoleh siapapun yang memaafkan orng yang berbuat jelek  kepadanya. Ini semua termasuk adab-adab kemasyarakatan yang dituntut dalam masyarakat agar bisa eksis dan produktif serta melakoni amal shaleh. Di antara hal yang dapat mensterilkan masyarakat dari noda-noda adalah hendaknya manusia semuanya percaya terhadap para Rasul, setiap rasul diutus untuk menegakkan tauhid atau ibadah kepada Allah Swt. saja. Keimanan terhadap para rasul ini akan mewujudkan ketenangan bagi masyarakat demi terjaganya aqidah dan kekuatan iman serta menerjemahkannya dalam wujud amal shaleh (ayat 148 – 152).  
35)    Di antara sistem kemasyarkatn yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat adalah hilangnya atau berkurangnya orang-orang yang suka berbantah-bantahan dengan kebatilan atau orang-orang yang suka mempermasalahkan kebenaran, karena dengan adu mulut dan berargumen seperti itu dapat melalaikan manusia dari kebenaran serta menyibukkan mereka dengan senda gurau dan kebatilan. Padahal manusia telah memiliki pengalaman dengan orang-orang Yahudi ketika selalu membantah Nabinya dan mempertanyakan kebenaran yang dibawa, lalu Nabi Musa mereka tuntut untuk memperlihatkan Allah Swt. dengan nyata di hadapan mereka, kemudian mereka disiksa akibat hal itu dengan petir yang menghancurkan orang-orang yang menuntut demikian. Mereka juga menuntut nabi Musa dengan banyak bukti-bukti dan mukjizat sehingga banyak yang mereka saksikan, tetapi mereka tetap tidak beriman, mereka lalu mengambil anak sapi sebagai sesembahan –ini adalah pengalaman yang berbahaya bagi masyarakat yang tidak boleh lagi terulang.
·         Allah Swt. swt telah mengancam pelaku dosa dari kalangan Yahudi dan orang-orang yang suka berdebat dengan mengangkat gunung di atas kepala mereka lalu menimpakan kepada mereka jika tidak beriman dengan syariat Allah Swt. dan meninggalkan perdebatan hingga mereka bisa menerimanya. Allah Swt. lalu mengambil janji mereka dengan berkata: masukilah pintu (Palestina) dengan penuh ketundukan kepada Allah Swt. dan jangan melanggar pada hari Sabtu, tetapi mereka menolak syariat Allah Swt., melanggar janji, membunuh banyak nabi dan berkata: hati kamu tertutup untuk menerima apa diserukan oleh Musa. Mereka juga mengatakan tentang Maryam yang suci dan shalehah dengan perkataan yang penuh kedustaan, menuduhnya dengan tuduhan yag ia sangat jauh darinya. Mereka mengira telah membunuh Nabi Isa ibnu Maryam, padahal sebenarnya mereka tidaklah membunuh dan menyalibnya, mereka berbeda pendapat tentang siapa sebenarnya yang mereka bunuh, padahal Allah Swt. ketika itu mengangkat Isa kepada-Nya, membebaskannya dari lawan-lawannya. Maha suci Allah Swt. yang bisa berbuat sesui dengan kehendaknya.
·         Semua orang Yahudi mengetahui hakekat Isa yang sebenarnya dan bahwa ia adalah hamba dan utusan Allah Swt., tetapi mereka sombong, dan itu tidaklah bermanfaat bagi mereka karena Isa Al Masih akan menjadi saksi bagi mereka pada hari kiamat dan mengalahkan mereka dengan bukti bahwa ia telah menyampaikan risalah dan menyeru mereka, tetapi mereka tidaklah menerima ajakan itu.
·         Karena kezaliman orang-orang Yahudi terhadap diri dan selain mereka, dengan menghalang-halangi orang lain untuk memeluk agama Allah Swt., maka Allah Swt. menyiksa mereka dengan mengharamkan beberapa jenis makanan baik-baik yang sebelumnya halal bagi mereka.
·         Semua aktifitas yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi tersebut merusak masyarakat dan mengancam manusia, khususnya sistem riba dan usaha untuk mencaplok harta orang lain dengan cara yang batil, memanfaatkan kebutuhan orang-orang lemah dengan cara yang tidak berperikemanusiaan. Semua itu membuat mereka berhak mendapatkan siksaan dari Allah Swt. swt.
·         Hanya saja orang-orang yang dalam keilmuannya dari kalangan Yahudi dan kaum mukmin dari umat Muhammad saw membenarkan apa yang diwahyukan Allah Swt. kepada Rasulullah dan rasul-rasul sebelumnya. Mereka ditemani dalam pembenaran ini oleh orang-orang yang mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, beriman kepada Allah Swt. dan hari akhir. Dengan itu semua mereka berperan dalam masyarakat yang bersih dan aman. Mereka semua akan diberi pahala dengan sebaik-baiknya (ayat 153 – 162).   
36)        Peringatan bahwa di antara yang dapat menopang masyarakat adalah penegasan bahwa apa yang diwahyukan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw adalah seperti apa yang diwahyukan kepada semua Nabi sebelumnya Nuh, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub, -dan keturunannya, yaitu para Nabi dari anak cucu Ya’kub as –Isa, Ayyub, Yunus, Harun, Sulaiman, Daud pemilik kitab Zabur, dan selain mereka yang Allah Swt. sengaja sembunyikan nama-nama mereka dan tidak menceritakan kisah mereka kepada penutup para Nabi Rasulullah saw.
·      Semua rasul itu datang dengan berita gembira bagi orang-orang mukmin serta ancaman bagi orang-orang kafir dan munafik, untuk memotong alasan-alasan mereka dan menegaskan kebenaran apa yang diturunkan kepada Rasulullah saw.
·         Kepercayaan terhadap semua itu dapat menopang kesatuan umat manusia seluruhnya pada setiap tempat dan zaman, bukan kesatuan pada waktu tertentu dan tempat tertentu semata, lalu ketenangan seperti apa yang dapat dirasakan oleh masyarakat manusia layaknya hal di atas?
·         Orang-orang kafir yang tidak membenarkan Nabi Muhammad saw, menjauh dari jalan Allah Swt. swt, dengan sikap seperti itu mereka malah tersesat sejauh-jauhnya. Allah Swt. telah mengambil sumpah sendiri untuk tidak memaafkan kekafiran mereka dan kesesatan itu, dan tidak menunjukkan jalan keselamatan sebagai balasan atas tingkah laku mereka. Tiada jalan bagi mereka kecuali jahanam dan kekekalan di dalamnya. Itu adalah perkara mudah bagi Allah Swt. swt.
·         Terhadap seluruh manusia, demi ketenangan dan ketentraman masyarakat agar membenarkan apapun yang datang melalui lisan Rasulullah saw. Jika ia berbuat demikian maka itu sangat baik bagi mereka. Jika mereka memilih kekafiran, tentu Allah Swt. tidaklah lepas tangan dari mereka, Dialah rajanya. Menguasai segala di sekitarnya seperti bumi dan langit, menguasai penciptaannya, bijak ketika merancangnya. Dia tidaklah menyia-nyiakan amal seseorang yang berbuat baik dan tidak melupakan balasan orang yang berbuat hina (ayat 163 – 170). 
37)    Di antara yang dapat mewujudkan ketentraman adalah dengan tidak adanya manusia yang melampui kebenaran, walaupun itu berupa sikap berlebih-lebihan dalam beragama, karena tidak ada agama apapun dari sisi Allah Swt. yang meridlai sikap berlebih-lebihan ini. Itu hanyalah pemalsuan atas nama Allah Swt.. Orang-orang Yahudi telah berlebih-lebihan terhadap Isa bin Maryam, lalu mereka menggambarkannya secara salah yang sebenarnya tidak ada hal demikian pada dirinya. Padahal Isa ibnu Maryam adalah Rasulullah as kalimat-Nya yang diberikan kepada Maryam, jibril meniupkan ruh-Nya pada Maryam yang merupakan bukti kemahakuasaan Allah Swt. dalam menciptakan hal yang tidak lazim bagi manusia sebagai wujud kekuasaannya, karena manusia mengenal bahwa kelahiran hanyalah terjadi dari sosok laki-laki dan perempuan. Allah Swt. lalu menciptakan Adam tanpa campur tangan laki-laki dan perempuan, menciptakan Hawa dari laki-laki tanpa perempuan, menciptakan Isa dari perempuan tanpa laki-laki, maha suci Allah Swt. atas kekuasannya, maka tidak ada kebenaran pada perkiraan mereka bahwa tuhan adalah tiga. Menghentikan kebatilan ini lebih baik bagi mereka, tiadalah tuhan kecuali Allah Swt. semata, ia jauh dari sangkaan, bahwa ia mempunyai anak dan apa perlu-Nya terhadap anak, padahal di tangan-Nyalah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada pada keduanya. Cukuplah Dia sebagai pengatur yang bijak bagi alam ini (ayat 171).
38)        Dalil yang termasuk kuat dalam menolak pendapat orang-orang yang mengira Isa sebagai tuhan adalah bahwa Isa sendiri tidak mungkin enggan menjadi hamba Allah Swt., bahkan malaikat terdekat sekalipun enggan untuk itu. Barang siapa yang meninggalkan status kehambaannya –dan itu mustahil –maka ia akan dikumpulkan dihadapan Allah Swt., lalu diberikan balasan yang setimpal ketika Allah Swt. swt membalas tingkah laku manusia, maka orang-orang beriman dan beramal shaleh akan mendapatkan pahalanya, dimasukkan ke dalam surga, memberikan limpahan rahmat dan diliputi oleh kasih sayang Allah Swt. yang maha luas. Ketika itulah orang-orang yang disiksa mencari penolong yang dapat melindunginya dari azab Allah Swt., tetapi mereka tidak mendapatkannya (ayat 172 – 173).
39)        Di antara penyebab utama munculya ketenangan sosial masyarakat seluruhnya adalah hendaknya semua manusia beriman dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad saw, penutup para Nabi dan rasul, dengan adanya bukti nyata, bukti yang benar dan membenarkan kitab yang dibawanya. Di antara bukti penting adalah adanya Al Qur’an, cahaya yang akan menuntun manusia menuju kebenaran dan jalan yang lurus, yang menentukan manhaj yang benar bagi kehidupan manusia yang bisa mewujudkan kebaikan dunia dan akhirat –orang-orang yang beriman dengan ajaran Muhammad saw, beriman kepada Allah Swt., risalah-Nya, berpegang teguh dengan-Nya, komitmen dengan Allah Swt. hingga ia jauh dari kesesatan dunia. Mereka semua akan dimasukkan ke dalam surga Allah Swt. swt, diberikan limpahan rahmat, dan diliputi oleh fadilah Allah Swt.. Adapun di dunia maka ia akan dibantu untuk menuju komitmen yang tinggi menuju jalan lurus, dan ini adalah puncak kesuksesan dan kemenangan (ayat 174 – 175).
40)        Di antara sebab adanya ketentraman dalam masyarakat adalah tidak adanya larangan terhadap seseorang untuk mendapatkan warisannya, seperti saudara yang meninggal, sedang ia tidak mempunyai anak atau orang tua (kalalah) maka saudara-saudaranya berhak mendapatkan warisan. Sistem pewarisan seperti ini adalah satu-satunya di dunia ini, karena sistem lain tidaklah memberikan warisan terhadap saudara laki-laki, saudara perempuan, anak saudara laki-laki dan anak saudar perempuan. Adapun Islam menetapkan hak-hak mereka seperti yang akan kami jelaskan ini semua dapat memperkuat hubungan kekerabatan, kekeluargaan dan masyarakat. Hak-hak mereka seperti di bawah ini:
·         Jika yang meninggal tidak mempunyai anak dan orang tua tapi mempunyai seorang saudara perempuan, maka ia mendapatkan setengah bagian.
·         Jika yang meninggal adalah perempuan, tidak mempunyai anak dan orang tua, sednag ia mempunyai satu saudara laki-laki, maka ia yang mewarisi semua harta warisan.
·         Kalau yang meninggal mempunyai dua saudara perempuan atau lebih yaitu (kalalah) maka mereka berdua atau mereka semua mendapatkan dua pertiga bagian harta warisan.
·         Jika yang meinggal adalah perempuan (kalalah) sedang ia mempunyai dua saudara laki-laki atau lebih, maka harta warisan dibagi rata, jika mereka semua laki-laki, tetapi jika ada perempuan, maka satu orang laki-laki mendapatkan seperti dua bagian perempuan.
·         Jika yang mneinggal adalah laki-laki (kalalah) dan mempunyai saudara, laki-laki maupun perempuan, maka warisan dibagi sesama mereka dengan ketentuan satu orang laki-laki mendapatkan seperti bagian dua orang perempuan.
Inilah  penjelasan dari Allah Swt. swt agar manusia tidak salah sehingga dapat menyebabkan yang berhak tidak mendapatkan hak-haknya, dan menyebabkan  kegoncangan dalam masyarakat, lalu ketenangan menjadi hilang.  
2.      Pilar-pilar yang menopang sistem kemasyarakatn Islam
Dari sela-sela surat Al Qur’an ini saja (surat An Nisa) dan dari apa yang telah kami jelaskan sebelumnya berupa sistem-sistem yang terwujud dalam 40 titik, kita dapat menemukan kejelasan secara singkat tentang pilar-pilar yang melandasi sistem kemasyarakatan. Di bawah ini kami sebutkan beberapa di antaranya:
1)      Penjelasan tentang adab-adab yag harus dipatuhi dalam keluarga, baik kedua orang tua, anak-anak, kerabat, keluarga dekat, dan besanan. Itulah pilar-pilar utama dalam surat yang mulia tersebut.
2)     Terforkus pada sisi akhlak yang harus mengatur anggota keluarga, yag mana diantaranya adalah hak-hak dan kewajiban setiap orang dan ketenangan serta kasih sayang yang melandasi hubungan itu.
3)      Penjelasan hak-hak yang berhubungan dengan harta dan menolak untuk dititipkan pada orang-orang yang bermasalah akalnya (bodoh) yang tidak bisa mengatur harta.
4)       Membersihkan masyarakat dari semua bentuk kemungkaran seperti perkataan kotor dan perbuatan rendahan seperti berbohong, khianat, pencurian, dan minuman keras dll.
5)    Berusaha menebarkan sikap-sikap yang baik di tengah masyarakat dan berusaha mendorong mereka melakukannya serta menganggap usaha tersebut sebagai batu bata penguat masyarakat.
6)  Pentingnya berhukum dengan kitab Allah Swt. dan sunnah Rasul-Nya pada setiap persoalan, masalah, dan kendala yang ada. Pada kedua hal tersebut terdapat obat bagi semua masalah.
7)            Ketelitian dalam pembagian harta warisan orang yang meninggal kepada para pewarisnya sesuai dengan sistem ilahi yang adil ini dan memberikan semua yang berhak dari orang-orang yang memiliki bagian tertentu, atau sisa atau kerabat.
8)            Penegasan nilai-nilai kerja sama, kasih sayang dan saling menolong antara anggota masyarakat, karena tanpa hal itu, ketenangan dan ketentraman tidaklah terwujud.
9)            Mengingatkan tentang urgensi pendidikan Islam terhadap masyarakat dan memperhatikan semua bagian-bagiannya seperti adab pribadi, dan sifatnya, bahkan seluruh tingkah lakunya. Adab-adab kemasyarakatannya dan menegaskan bahwa ia adalah bagian dari umat Islam yang hidup di dunia ini. Maka itu ia harus bersikap dengan pertimbangan bahwa ia bagian dari umat itu.
10)      Menetapkan sistem kemasyarakatan yang menjadi landasan orang-orang muslim untuk berinteraksi dengan non muslim dari kalangan ahli kitab, baik Yahudi maupun Nasrani atau selain ahli kitab, dari kalangan orang-orang musyrik atau lainnya. Sebuah bentuk interaksi yang tidak membenarkan adanya tindak kezaliman kepada siapapun. Barang siapa yang menzalimi orang muslim atau lainnya, maka ia diberi sanksi dan menekan sistem agar dapat melaksanakan sanksi itu.
11)     Menjelaskan sistem peperangan dan jihad di jalan Allah Swt., karena jihad di dalam Islam tidak akan terhenti selamanya. Kaum muslimin tidak mengabaikannya kecuali ia ditimpa kehinaan. Penjelasan adab-adab jihad dalam berhiubungan dengan lawan dan penjelasan tentang tata cara shalat dalam peperangan.
12)    Disyariatkannya hijrah kaum muslimin dari negeri yang menghendaki kehinaan bagi mereka, di mana mereka tidak dapat menghindarinya. Siapapun yang tidak hijrah pada kondisi demikian, maka mereka akan dihisab, kecuali orang-orang lemah, perempuan dan anak-anak yang tidak memiliki kemampuan apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa.
13)   Menginventarisir sifat-sifat orang munafik dalam masyarakat agar dapat diketahui oleh kaum muslimin agar dapat waspada dari perilaku mereka.
14)        Menegaskan bahwa pendidikan kemasyarakatan yang benar adalah yang berlandaskan pada iman kepada Allah Swt., malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, karena keimanan inilah yang akan mewujudkan ke amal shaleh. Amal shaleh ini bermanfaat bagi semua orang yang ditengah masyarakat. Bukanlah keimanan yang dimaksud tidak berwujud amal shaleh. Ayat-ayat yang ada dalam surat tersebut tentang iman berjumlah 20 ayat. Setiap ayat pasti menyebut pekerjaan yang harus dilakukan oleh manusia atau perbuatan yang harus ia hindari. Kesemuanya itu adalah amal shaleh.
15)     Surat tersebut mengarahkan masyarakat agar bersih dari orang-orang yang suka berdebat kusir. Mereka itulah biang stress, kegoncangan dan kekacauan masyarakat karena seperti itulah yang merongrong potensi dan tujuan masyarakat.
Demikianlah landasan pendidikan masyarakat Islam. Secara global, kita bisa mengatakan: pendidikan kemasyarakatan Islam bagi manusia adalah hendaknya mereka komitmen dengan pikiran tenang dan semangat yang tinggi dengan sistem dan adab yang dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman masyarakat. Bahkan masyarakat tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan menuntut hak-haknya kecuali di bawah naungannya.


[1] Ta’ammulat Islamiyah Fii Qadaya al Insan wal Mujtama, Dr. Rusydi Fakkar, hal. 117, didistribusikan oleh Penerbit  Wahbah Kairo tahun 1407 H/1987 M cet. 2.
[2] Ibid. hal. 118
[3] Sebuah kitab yang membahas panjang lebar karakteristik masyarakat Islam serta unsur pembentuk dan tujuan-tujuannya, serta isinya yang mencakup akhlak dan adab-adab, kami memohon bantuan kepada Allah Swt. untuk menyelesaikannya.
[4] Ini telah kami jelaskan secara rinci dalam buku kami Al Maratul Muslimah wa Fiqhudda’watiIllAllah Swt.  diperbanyak oleh Darul Wafa’ tahun 1411 H/1991 M lihat bab 2 dengan kedua pasalnya serta pasal 2 dari bab 4 jika ingin penjelasan lebih luas.
[5] Insya Allah Swt. nanti kami jelaskan pada buku kami: al mujtama’ al Islami” yang sedang kami siapkan. Semoga Allah Swt. swt membantu penyelesaiannya.
[6] Ibid







0 komentar:

إرسال تعليق

Categories

About Us

There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form.

نموذج الاتصال