Resume Tesis
Oleh Idrus Abidin
BAB I
PENDAHULUAN
Kebutuhan
ummat Islam untuk memahami Islam menjadi landasan utama adanya usaha penafsira
al-Qur'an dari sejak zaman Rasulullah saw hingga sekarang. Berbagai jenis
tafsir telah lahir pada medan
keilmuan mengikuti alur pemikiran yang berkembang saat masing-masing penafsir
memulai debut ilmiahnya dalam kancah penafiran. Pada abad ke-7 misalnya, Ibnu
Qayyim ikut meramaikan kancah penafsiran dengan menuliskan beberapa aspek
terkait dengan beberapa ayat al-Qur'an yang dikemudian hari dikumpulkan dalam
sebuah buku dengan nama Al-Tafsir Al-Qayyim oleh Uwais An-Nadawi, salah
seorang pecinta karya-karya Ibnu Qayyim.
Ibn al-Qayyim menulis banyak buku. Tidak
kurang dari 66 buku telah lahir dari kepiawaiannya dalam ilmu-ilmu keislaman.
Secara umum karya-karya tersebut menebarkan spirit pembaharuan guna merespon
dan memberikan reaksi terhadap status quo yang berlangsung sepanjang
kekuasaan Mamluk. Ibn al-Qayyim menyampaikan tafsir al-Qur'an yang tersebar
dalam beberapa karyanya –karena ia tidak menulis secar khusus dalam satu buku
tafsir- dan jika diamati, tafsir-tafsirnya itu disampaikan melalui deskripsi
yang sangat detail serta bahasa yang
sangat elegan yang secara umum meluapkan semangat pembaharuan, cendrung
merespon serta memberikan reaksi atas relaitas sosio-historis umat Islam..
Tafsir-tafsir ibn al-Qyyim nampaknya
bercorak adabi ijtima'iy. Corak adabi-nya ditandai dengan tutur
bahasa yang indah, bahkan kerap kali untuk menafsirkan suatu ayat ia
menyertakan beberapa narasi yang sangat puitis. Sedangkan corak ijtima'iy-nya
ditandai dengan kecendrungan tafsirnya yang sangat responsif-reaktif terhadap
perkembangan sosio-historis yang terjadi. Misalnya, pada bagian tafsirnya Ibn
al-Qayyim menyatakan penolakannya terhadap beberapa paham keagamaan tertentu,
seperti paham "Nafy al-Shifat" dari kelompok jahmiyah yang
dipandangnya sebagai sesat.
Sedangkan pada bagian tafsirnya yang lain,
Ibn al-Qayyim menyatakan kesetujuannya atau penerimaannya terhadap pandangan
keagamaan ulama-ulama tertentu, terutama gurunya, yaitu Ibnu Taimiyyah. Pada
bagian tafsir lainnya Ibn al-Qayyim al-Jawziyah memperkenalkan wacana keagamaa
baru yang mungkin dikembangkannya dalam rangka pembaharuan ummat islam. Di
bidang tashawwuf misalnya, Ibn al-Qayyim menggagas beberapa pokok pemikiran yang
dinilai oleh para ahli sebagai wacana pemikiran neo sufisme.
Adapun masalah pokok yang hendak diungkap
dalam penelitian ini adalah menyangkut corak atau ittijah tafsir Ibn
al-Qayyim. Maka jawaban-jawaban spesifik yang ingin diungkap adalah menyangkut
masalah-masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
·
Adakah unsur-unsur penolakan, penerimaan dan
perluasan wacana dalam kitab al-Tafsir al-Qayyim yang berindikasi
merespon atau bereaksi terhadap perkembangan sosio-historis umat Islam ? Dan
bagaimanakah unsur-unsur tersebut disampaikan oleh Ibn al-Qayyim ?
·
Dengan mengkaji unsur-unsur tafsir sebagaimana
dimaksud pada point 1 di atas, dapatkah dikatakan bahwa tafsir Ibn al-Qayyim
bercorak Adabiy Ijtima'iy ?
Studi ini adalah suatu penilitian yang
menggunakan metode sejarah dengan mengambil jenis penilitian bibliografis.
Dikatakan sebagai metode sejarah kerena penelitian ini secara umum begerak
melalui perspektif historis, hal mana aktifitas dan hasil karya Ibn al-Qayyim
dalam bidang tafsir al-Qur'an tujuh abad yang lalu akan segera dikaji.
Studi ini dikatakan penelitian jenis
bibliografis karena penulis akan memperlakukan tafsir ayat-ayat pilihan karya
Ibn al-Qayyim sebgai data mengenai pandangan dan pemahaman mufassir masa
lampau yang dapat diiterpretasi serta digeneralisai. Metode sejarah dengan
jenis penelitian bibliografis adalah penelitian untuk mencari, menganalisa,
membuat interpretasi serta generalisasi fakta-fakta yang merupakan pendapat
para ahli dalam suatu masalah atau suatu organisasi. Penelitian ini mencakup
hasil pemikiran dan ide yang telah ditulis oleh para pemikir dan para ahli.
Langkah-langkah dari penelitian dan studi
ini mengikuti apa yag telah dirumuskan oleh Moh. Nazir tentang langkah-langkah
penelitian dengan metode sejarah, yaitu : (1) Mendefinisikan dan merusmuskan
masalah yang terkait dengan aktifits keilmuan Ibn al-Qayyim dalam tafsir,
terutama meyangkut apa yang mempengaruhi kecendrungan penafsirannya terhadap
beberapa ayat pilihan; (2) Merumuskan tujuan penelitian; (3) Merumuskan hipotesis;
(4) Mengumpulkan data yang berasal dari sumber primer dan sumber-sumber sekunder;
(5) Mengevaluasi data-data yang telah dikumpulkan dengan melaukan kritik
internal maupun eksternal; (6) Melakukan interpretasi serta generalisasi atas data-data tersebut melalui pendekatan
ilmu Tafsir al-Qur'an; dan (7) Mempersiapkan laporan penelitian.
BAB II
LATAR BELAKANG PERSONAL IBN AL-QAYYIM
AL-JAUZIYYAH
Nama asli Ibn al-Qayyim adalah Muhammad
bin Abi Bakr ibn Ayyub ibn Sa'ad ibn Harits al-Zur'i al-Dimasyqi Abu Abdillah
Syams al-Din. Beliau lahir di desa Azra, Damaskus pada tanggal 7 Shafar 691 H.,
bertepatan dengan tahun 1292 M. Masa hidupnya
hanyalah 60 tahun, karena pada tanggal 13 Rajab 751 H., bertepatan
dengan tahun 1350 M. Ibn Al-Qayyim al-Jauziyyah wafat di Damaskus.
Beliau
berasal dari keluarga yang relijius serta cinta ilmu. Ia kemudian tumbuh dewasa
dan menjadi terkenal sebagai seorang yang sangat alim, penulis produktif,
rendah hati dan taat beribadah. Sehingga sebagian ulama cenderung menilainya
sebagai soerang shufi yang shaleh. Dalam berbagai tulisannya beliau
memperlihatkan akhlak keulamaaan yang tinggi dengan kecintaannya yang
meluap-luap terhadap kebenaran dan ketawadhuannya yang semakin membuktikan
kualitas, integritas serta otoritsnya
sebagai seorang ulama.
Pengalaman
pendidikan Ibn al-Qayim al-Jauwziyyah dimulai dan terutama dibimbing oleh
banyak ulama Hanbaliyah terkemuka di madrasah yang dikelolah oleh ayahnya
sendiri, Abu Bakr ibn Ayyub al-Zur'I, yaitu Madrasah al-Jauziyah. Madrasah yang
bertempat di al-Buzuriyyah, Damsyik dan menjadi pusat Pendidikan Islam mazhab
Hanbaliyah ini didirikan oleh Muhy al-Din Yusuf ibn Abi al-Farj Abd al-Rahman
ibn Ali ibn Muhammad ibn Ali ibn Ubaidillah ibn al-Jawzi al-Qarsyi al-Bakri
al-Baghdadi al-Hanbali.
Diantara
sekian gurunya yang banyak mempengaruhi manhaj dan pandangan keagamaan
Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah adalah Ibn Taimiyah. Pertemuan dengan gurunya itu
terjadi ketika Ibn al-Qayim al-Jauwziyyah mendengar bahwa Ibn Taimiyah pulang
dan hendak bermukim lagi di Damaskus, yakni pada tahun 712 H., setelah
sebelumnya Ibn Taimiyah diusir dari Mesir akibat counter pemikiran yang
begitu gencar dilakukannya atas paraktik-praktik tasawuf yang berkembang di
Mesir karena dinilainya sehagai bid'ah dhalalah, yakni menyimpang dari
ajaran al-Qur'an dan al-Sunnah. Sejak itulah Ibn al-Qayim al-Jauwziyyah bertemu
dan menjadi murid Ibn Taimiyah selama kurang lebih dari 16 tahun. Kepada ulama
besar yang kemudian menjadi guru tetapnya itulah ia mempelajari berbagai
disipilin ilmu, terutama tafsir, hadits, fiqh, fara'id dan ilmu kalam.
Pada
masa Ibn al-Qayim, kehidupan Islam juga diwarnai dengan semakin berkembangnya
aliran-aliran kongkrit di bidang kalam,. Diantara aliran kalam yang paling
berpengaruh adalah Mazhab Asy'ariah yang banyak tersebar di Irak dan
sekitarnya berkat pemikiran yang diusung oleh al-Gazali. Sedangkan di Mesir
mazhab ini dikembangkan oleh sultan Shalahuddin al-Ayyubi dan penguasa-penguasa
dinasti Ayyubiyah berikutnya. Adapun di Maghrib, mazhab ini dikembangkan oleh
pengusa Daulah Al-Muwahhidin bernama Muhammad ibn Tumar.
Aliran
mazhab lain yang berkembang pada masa Ibn Al-Qayyim al-Jauziyyah adalah Mazhab
al-Rafidhah dan Syi'ah di khurasan dan Irak. Di Khurasan pun berkembang
mazhab al-Karamiyyah. Dan kemudian di Yaman berkembang Mazhab
Zaidiyah. Paham keislaman yang mendapat respon serta reaksi keras dari Ibn
Al-Qayyim al-Jauziyyah adalah jabariah. Paham tesebut berkeyakinan bahwa
manusia tidak mempunyai pilihan dalam perbuatannya dan segala sesuatu terjadi
jika Allah menghendakinya. Perbuatan Tuhan tidak mempunyai hikmah atau sebab
dan tujuan. Semua yang ada semata-mata tercipta karena-Nya. Paham Islam lainnya
yang direspon serta dikkritisi oleh Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dalam berbagai
tulisannya adalah paham Qadariah. Berbeda dengan jabariyah, paham ini
mengingkari pengaruh kekusaaan dan kehendak Allah terhadap perbuatan
makhluk-Nya dan menolak nama dan sifat Allah. Disamping tersebar dalam
tafsirnya, Ibn Al-Qayyim al-Jauziyyah secara khusus menulis buku Syifa'
al-Alil yang di dalamnya di bahas kritik beliau terhadap paham Jabariyah
dan Qadariah.
Di
samping diwarnai oleh perkembangan di bidang filsafat Islam, terutama filsafat
Ibn Sina dan Al-Farabi, pada periode ini kehidupan Islam diwarnai pula oleh berkembangnya
aliran-aliran Tasawuf, antara lain Tasawuf Falsafinya Muhyi
al-Din Ibn Arabi dan Umar Ibn al-Farid. Adapun aliran-aliran thariqat
yang berkembang pada periode tersebut antara lain : Al-Qadiriyah dari
Abdul Qadir al-Jaelani, Al-Suhrawardiyah oleh Abdul Qadir Syuhrawardi, Al-Rifaiyyah
dari Ahmad al-Rifa'I al-Husaini, Al-Dasuqiyyah dari Ibrahim al-Dasuqi, Al-Mawawiyah
dari Jalaluddin Rumi, Al-Akbariyah dari Muhy al-Din ibn al-Arabi, Al-Syadzaliyah
dari Abul Hasan al-Syadzili dan thariqat al-Naqsyabandiah dari Muhammad
ibn Baha'u al-Din Naqsyaband.
Tabel Tentang
Aspek Personal, Sejarah dan Peradaban yang
Melatar Belakangi
Aktifitas Ibn al-Qayyim dalam Penulisan
Buku-buku keislaman.
NO
|
ASPEK
|
LATAR BELAKANG
|
AKTIVITAS PENULISAN
|
1
|
personal
|
Masa hidup Ibn al-Qayyim : 691-751 H.
|
Berlangsung antara tahun 691 hingga 751 H.
|
Berasal dari keluarga yang relejius
pendidik serta cinta ilmu
|
Mencerminkan etos keilmu- an serta keulamaan yang kuat.
|
||
Cerdas, shalih, gemar membaca dan mengoleksi banyak buku.
|
Tulisannya memancarkan komitmen keislaman yang kokoh, ketajaman pikiran,
kehalusan bahasa, keluasan ilmu, dan kemajuan gagasan.
|
||
Mengusai disiplin ilmu fiqhi, ushul fiqhi, tafsir, hadits, kalam,
tasawwuf, dll.
|
Tulisanya membahas bidang ilmu fiqhi, ushul fiqhi, tafsir, hadits, kalam,
tasawwuf, dll.
|
||
Berkarir sebagai ulama, mufti dan pendidik.
|
Tulisannya secara umum mendorng suatu pencerahan pemikiran, pelurusan
agama, pengkaderan umat atau ulama dan pengembangan wacana.
|
||
Historis
|
Ibn al-Qayyim hidup pada masa Dinasti Mamluk yang berkuasa pada 648-793
H. Dan berpusat di Mesir, yakni sejak masa kepemimpinan Ashraf Khalil (689-693 H) hingga Nasir
al-din al-Hasan (748-752H.)
|
Menulis hingga tahun 691 hingga 751 H. (selama hidup)
|
|
Hidup dan berkarir sebagai ulama pada Pasca Kepemim pinan Baybers
(658-689 H) dan Qalawun (678-689 H) ; yakni di era penguasa-penguasa Mamluk
yang korup dan menimbulkan isntabilitas sosial politik serta ekonomi.
|
Tulisannya memancarkan respon serta reaksi yang kuat atas status quo
negara yang korup yang menyebabkan kondisi sosial politik serta ekonomi
menjadi tidak stabil
|
||
Hidup pada pasca kejatuhan Baghdad ke tangan Mongol dan pusat
pemerintahan Islam pindah ke Mesir di bawah kepemimpinan Mamluk
|
Tulisannya memancarkan respon serta reaksi yang kuat atas sejarah Umat
Islam Pasca Kejatuhan Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
|
||
Peradaban
|
Hidup pada pasca kehancuran peradaban Islam yang berpusat di Bagdad dan
ketika pusat peradaban Islam bepindah ke Mesir dan Syam.
|
Tulisannya memancarkan respon serta reaksi yang kuat atas peradaban umat
Islam yang berpusat di Mesir dan Syam
pasca kehancuran peradaban islam yang berpusat di Baghdad.
|
|
Kehidupan politik, sosial ekonomi pasca kepemimpinan Baybers dan Qalawun
sangat kacau
|
Tulisannya memancarkan
respon serta reaksi yang kuat terhadap kondisi sosial, politik, serta
kehidupan ekonomi yang kacau..
|
||
Mesir dan Syam, tempat Ibn al-Qayyim lahir dan hidup, menjadi pusat
perkembangan ilmu dan berkumpulnya
para ulama.
|
Menulis dalam konteks perkembangan ilmu-ilmu keislaman dan pertemuan para
ulama dari berbagai latar belakang madzhab pemikiran dan idiologi politik.
|
||
Tradisi keterbukaan dan kebebasan menyampaikan pendapat yang dibangus
pada masa kepemimpinan Baybers masih berlangsung
|
Suasana tersebut sangat kondusif bagi Ibn al-Qayyim untuk produktif
menulis bahkan menghasilkan tidak kurang dari 66 judul buku.
|
||
Tradisi keilmuan semakin elitis akibat hubungan dekatnya dengan para
pengusa Mamluk
|
Tulisannya memancarkan respon seerta
reaksi yang keras atas status quo ulama.
|
||
Gejala taassub mazhab muncul dan
semakin mengkristal di antara para ulama serta pengikutnya sebagai akibat
warisan sejarah skisme islam masa lalu, juga sebagai akibat kebijakan pengusa
Mamluk yang melaksanakan politik lokalisasi, sentralisasi dan elitisi basis-basis
pendidikan mazhab-mazhab Islam.
|
Gagasan pembaharuan yang disampaikan
dalam banyak tulisannya mendapat tanta-
ngan keras mayoritas mazhab ulama Syam dan Mesir. Dan akibat tulisannya Ibn
al-Qayyim pernah dipenjara.
|
||
Kehidupan keagamaan pun diwarnai dengan
muncul dan semakin menggumpalnya gejala taqlid buta pada umat Islam
|
Tulisannya memancarkan semangat pembaharuan yang
meluap-luap atas kondisi umat yang jumud seperti itu.
|
||
Diwarnai pula dengan muncul dan dan
semakin berkembangnya paham-paham dan praktik-praktik keislaman baik dalam
bidang teologi, filsafat, maupun tasawwuf
|
Tulisannya memancarkan res pon, reaksi atas
paham-paham Islam yang dipan- dangnya tidak sejalan de- ngan ajaran Islam,
antara lain beberapa paham aliran Mu'tazilah, Jahmiyah dan aliran-aliran
tasawwuf tertentu.
|
BAB III
TAFSIR AL-QUR'AN PADA
ZAMAN IBN AL-QAYYIM
AL-JAUZIYYAH
Tradisi
tafsir al-Qur'an dan permasalahannya pada masa Ibn al-Qayyim al-Jauziyah adalah
merupakan kelanjutan dari tradisi yang berkembang pada masa sebelumnya. Dari
aspek presentsi, pada masa itu sebenarnya masih menggunakan dua cara, yaitu
cara periwayatan dan pembukuan. Presentsi
tafsir dengan periwayatan dapat dikataka kurang berkembang pada masa ini karena
beberapa faktor. Pertama, jarak antara masa Nabi dan masa Ibn al-Qayyim
sangat lama kedua, sebagian ulama pada masa Ibn al-Qayyim al-Jauziyah lebih
cenderung menafsirkan al-Quran berdasarkan sumber-sumber teriwayatkan yang
diperesentasikan dengan cara pembukuan. Ketiga, sebagian ulama lainnya lebih
cenderung menfsirkan al-Qur'an berdasarkan sumber-sumber lain, baik
riwayat-riwayat israiliyyat, filsafat Helenisme Yunani, bahkan berdasarkan pikiran
dan perasaan mufassir sendiri.
Perkembangan tradisi tafsir pada masa Ibn
al-Qayyim al-Jauziyah juga diwarnai dengan munculnya berbagai pendekatan,
misalnya pendekatan bahasa, pendakatan hukum islam, pendekatan teologi,
pendekatan sosiologis, pendekatan filosopis, pendekatan sains, pendekatan
sejarah dan pendekatan tasawwuf
Dari aspek manhaj, pada masa itu yang
berkembang adalah tafsir dengan cara analisis serta relatip berwatak parsial (tahlili),
tafsir dengan cara memberikan penjelasan makna secara singkat dan global (ijmali)
dan tafsir dengan cara memberikan perbandingan antara berbagai ayat atau antar
berbagai wacana tafsir (muqaran).
Adapun permaslahan tafsir yang mencul
ketika itu adalah : Pertama, munculnya kontraversi tafsir antara tafsir
terpuji dengan tafsir tercela. Kedua, munculnya
penyimpangan-penyimpangan tafsir akibat muncul tafsir bi al-ra'yi dan
tafsir bi al-isyari. Ketiga, munculnya aliran-aliran tafsir, baik
yang berlairan teologi ataupun maupun yang beraliran fiqih.
Di samping permasalahan di atas, hal yang
juga penting disinggung terkait dengan aktifitas penafsiran Ibn al-Qayyim
al-Jauziyah adalah peran gurunya, Ibn Taimiyah terhadap kecendrungan tafsirnya.
Berdasarkan analisa penulis bahwa aspek yang berpengaruh terhadap hal ini
adalan : Pertama, aspek manhaj penafsirannya, yaitu sama-sama menerapkan
manhaj salafi. Kedua, aspek sumber penafsirannya, yaitu sama-sama
merupakan tafsir bil-ma'tsur. Ketiga, aspek kecendrungannya. Dari segi
tujuan penafsirannya cenderung merupakan tafsir unsur ive-reaktif ; sedangkan
dari segi pendekatannya cenderung teologis. Keempat, aspek wacana serta
isu-isu sentral yana dibahasnya, terutama issu-issu teologis.
BAB IV
CORAK TAFSIR IBN
AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH
Ditinjau
dari segi penafsirannya, dapat dikatakan bahwa Ibn al-Qayyim tidak mengambil
sumber tafsir kecuali tafsir yang bersumberkan
pada nash al-Qur'an dan al-Sunnah, atau pada riwayat-riwayat yang datang
baik dari kalangan sahabat, tabi'in maupun tabi; tabi'in.
Hanya
saja sulit bagi penulis untuk mengkaji metode apa yang secara konsisten yang
dipergunakan oleh Ibn al-Qayyim dalam manafsirkan al-Qur'an. Mengigngat empat
metode tafsir terkenal –seperti metode tahlili, ijmali, muqaran dan mauwdhu'i-
yang sering diidentifikasi para kritikus tafsir al-Qur'an, semuanya tidak bisa
dipergunakan secara konsisten untuk mengkategorisasi metode tafsir Ibn
al-Qayyim.
Pada
beberapa tempat Ibn al-Qayyim menfsirkan al-Qur'an dengan metode tahlili,
tetapi pada tempat lainnya beliau meggunakan metode muqaran atau maudhu'i.
Hal ini tampaknya akibat dari tafsirnya yang disampaikan berdasarkan tema yang
sedang dibahasnya pada kitab yang sedang ditulisnya.
Namaun
demikian, hal lain yang dilakukan Ibn al-Qayyim ketika manfsirkan al-Qur'an,
selain tafsir ma'tsur adalah : Pertama, ketika manfsirkan
ayat-ayat al-Qur'an yang terkait dengan prinsip-prinsip aqidah, Ibn al-Qayyim
selalu berpegang pada makna lahiriah ayat al-Qur'an. Meski demikian, elaborasi
tafsirnya sangat luas dan mendalam. Kedua, ketika menafsirkan ayat yang
maknanya mutasyabihat Ibn al-Qayyim senantiasa men-ta'wilkan-nya
dengan pendekatan dan caranya sendiri. Ketika menafsirkan kata " "ثم استوى
على العرش الرحمن
Ibn al-Qayyim tidak terjebak pada apologi kebahasaan. Ibn al-Qayyim
tidak mempokuskan perhatiannya pada kata "استوى" sebagaimana halnya banyak dilakukan
oleh banyak mufassir. Perhatian Ibn al-Qayyim justru tecurah pada kata " الرحمن
".
Segi
yang sebenarnya sangat menarik untuk dikaji dari tafsir ibn al-Qayyim adalah
masalah kecendrungan tafsirnya yang sangat khas. Tujuan dan pendekatan
tafsirnya cenderung memperlihatkan bahwa dirinya sangat peduli pad akehidupan
social keagamaan umat Islam. Dan karena itu Ibn al-Qayyim hendak menyampaikan
tanggapan-tanggapan dan penolakan-penolakan tertentu atas persoalan yang tengah
berkembang pada di tengah kehidupan umat Islam pada masa hidupnya.
Dalam
hal ini penulis banyak menemukan pendekatan yagn dilakukan oleh Ibn al-Qayyim
dalam penafsirannya. Ia tidak pokus pada sebuah pendekatan sehingga menghasilan
tafsir special. Namun demikian, dalam tafsir ayat-ayat serta surat-surat
tertentu dalam al-Qur'an, misalnya dalam surat
al-Fatihah, pendekatan Ibn al-Qayim adalah cenderung teologis. Karena dalam
tafsir tersebut Ibn al-Qayyim memulai pembahasan dengan mengemukakan
asumsi-asumsi teologis yang diyakininya.
Sekalipun
beliau ahli hukum islam, namun dalam tafsir ayat-ayat hukum, pendekatan yang fiqh
Ibn al-Qayyim ternyata kurang menonjol. Yang terasa justru pendekatan filsafat
hukumnya, hal mana asperk-aspek hukum lebih banyak disorot segi hikmahnya,
yaitu hikmah dibalik hukum dan bukan segi hukumnya.
Hal
yang sangat terasa disampikan oleh Ibn al-Qayyim melalui ayat-ayat yang
ditafsirkannya adalah bahwa ia sedang merespon bahkan dalam beberapa pendapat
tafsir ia menunjukkan reaksinya perkembangan status Quo Negara, ulama, umat dan
sejarah islam yang tengah terjadi pada saat itu. Dalam hal ini penulis sampai
pada sebuah kesimpulan bahwa dari segi tujuannya tafsir-tafsir –paling tidak
sebagian tafsir- Ibn al-Qayyim adalah cendrung responsif dan atau rektif.
Asumsi penulis ini didasarkan pada beberapa indikasi yang dapat dibaca dari
tafsir Ibn al-Qayyim yaitu :
1.
Adanya unsur penerimaan, persetujuan,
atau pembelaan; disebut nsure afiliasi;
2.
Adanya unsur perluasan wacana
keislaman; disebut unsur perluasan; dan
3.
Adanya unsur penolakan, ketidaksetujuan
atau penentangan; disebut counter pemikiran.
BAB V
KESIMPULAN.
Adapun
kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut :
·
Penafsiran Ibn al-Qayim
al-Jauziyah, terutama yang tercermin dalam kitab Al-Tafsir Al-Qayyim, diwarnai
oleh unsur-unsur penerimaan, perluasan dan unsur penolakan.
ü
Unsur penerimaan : (a) disampaikan
sebagqi wujud komitmen untuk melandaskan penafsiran hanya pada sumber-sumber
teriwayatkan (tafsir bi al-ma'tsur); (b) disampaikan dengan cara
pengambilan beberapa sumber tafsir;
ü
Unsur perluasan : (a)
disampaikan sebagai wujud komitmen pembaharuan umat; (b) disamapaikan dengan
elaborasi tafsir, baik berupa argumentasi tafsir maupun berupa wacana keagamaan
baru.
ü
Unsur penolakan : (a)
disampaikan sebgai wujud komitmen mengguliran gerakan Taharrur al-Zhanniyat;
(b) unsur ini sangat menonjol, terutama berkenaan dengan penolakan secara
kritis terhadap paham-paham keagamaan yang dianut beberapa aliran Islam, antara
lain : Paham kelompok al-bathiliin, paham nafy al-Shifat-nya
golongan Jahmiyah, paham Jabariyah, paham Qadariyah paham sparatis kelompok Rafidhah
dan paham dari aliran-alira tasawuf tertentu; (c) unsur ini disamapaikan dengan
cara menguraikan dengan penalaran-penalaran
tafsir yang tidak hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan naql (ma'tsur)
dan logika deduktif (ma'qul), tetapi disasarkan juga pada pertimbangan
sosio-historis;
·
Corak tafsir Ibn al-Qayyim
al-Jauziyyah adalah Adabiy Ijtimaiy. Hal ini didasarkan pada beberapa indikator berikut :
ü Unsur-unsur
penerimaan, perluasan dan penolakan mengindikasikan respon dan reaksi yang
sangat kuat dari ibn al-Qayyim terhadap perkembangan sosio-historis yang
terjadi, terutama pada masa kehidupannya;
ü Internalisasi
nila-nilai al-Qur'an untuk pembaharuan kehidupan umat Islam, ditafsirkan dengan
analitis serta deskripsi kebahasaan yang sangat kritis, detail dan elegan;
ü Karena cenderung menjelaskan
al-Qur'an berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun dengan bahasa
yang lugas dengan menekankan tujuan pokok diturunkannya al-Qur'an, lalu
berupaya mengaplikasikannya pada tatanan sosial, maka tafsir Ibn al-Qayyim
al-Jauziyyah secara nyata memiliki ciri-ciri tafsir dengan corak Adabiy
Ijtima'iy.
0 komentar:
Post a Comment