Penulis : Syekh Shaleh al-‘Utsaimin Rahimahullah.
Sumber : Syarah Riyadhusshalihin
Alih Bahasa : Idrus Abidin
Yaitu dua orang yang berbicara dengan sangat rahasia. Juga termasuk kategori ini adalah jika dua orang berbicara dengan bahasa yang tidak difahami oleh oleh orang ketiga.
Allah ta'ala berfirman (QS.Al-Mujadalah : 10)
(1606)[1] وَعَنِ ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِِذََا كَانُوا ثَلَاثَةٌ فَلَايَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِث". متفق عليه.
(1606) Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di atara mereka itu berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga. (HR.Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan ia menambahkan bahwasanya Abu Shalih bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimana kalau ada empat orang ?" Ibnu Umar menjawab, "Tidak apa-apa". Di dalam kitab Al-Muwattha, Imam Malik meriwayatkan hadits ini Abdullah Bin Dinar yang mana ia berkata, "Saya bersama-sama dengan Ibnu Umar berada di rumah Khalid bin Ukbah yang sedang berada di pasar, kemudian ada orang yang bermaksud untuk berbisik-bisik dengannya dan tidak ada seorang pun di dekat Ibnu Umar kecuali saya. Ibnu Umar lantas memanggil orang lain sehingga kami cukup berempat. Ibnu Umar berkata kepada saya dan kepada orang ketiga yang dipanggilnya itu, "Silahkan kalian menyisih sebentar karena saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Janganlah ada dua orang berbisik-bisik tanpa menyertakan satu orang yang lain".
(1607)[2] وَعَنِ ابنِ مَسعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ : إِذَاكُنْتُمْ ثَلَاثَة فَلَا يَتنََاجَى اثْنَانِ دُونَ الآخَرَحَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ، مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُخْزِنُهُ. متفق عليه.
(1607) Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Apabila kalian bertiga maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa menyertakan yang lain sehingga kalian berkumpul dengan orang banyak. Karena yang demikian bisa menyebabkan orang yang tidak terlibat menjadi sedih". (HR.Bukhari dan Muslim).
PENJELASAN.
Di antara adab yang ditekankan oleh Islam adalah seperti yang disingung oleh An-Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya "Riyadhusshalihin" pada bab tentang larangan dua orang berbisik-bisik tanpa keikutsertaan orang ke tiga. Beliau berhujjah dengan firman Allah ta'ala (QS.Al-Mujadalah : 10). Yakni, berbisik-bisik berasal dari Setan. Allah ta'ala menjelaskan apa yang dikehendaki oleh setan dengan bisik-bisik itu, firman-Nya (QS.Al-Mujadalah : 10). Jika orang-orang mukmin melewati orang-orang musyrik maka mereka langsung berbisik-bisik, yakni berbicara dengan sangat rahasia, dengan tujuan agar orang mukmin merasa sedih dan berkata dalam hati bahwa mereka (orang-orang kafir) hendak berbuat jelek terhadap kita atau ungkapan serupa. Itu karena musuh-musuh orang mukmin dari kalangan orang munafik dan orang kafir selalu berusaha dengan berbagai hal yang dapat menyakiti dan membuat mereka sedih, Karena hal demikianlah yang dikehendaki oleh setan dari para musuh-musuh Allah ta'ala itu. Maksudnya, mereka menghendaki agar orang-orang mukmin selalu bersedih. Terhadap orang-orang yang demikian dan kepada para wali-Nya Allah brfirman, "Dan mereka tidaklah bisa memberi mereka mudharot kecuali jika Allah menghendaki". Jadi siapa pun yang bertawakkal kepada Allah ta'ala maka tiada seorang pun yang bisa membahayakanya, sebagaimana yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, "Ketahuilah bahwa jika semua manusia bersatu untuk memberimu manfaat maka pasti mereka tidak mampu memberikan manfaat kepadamu kecuali sesuai dengan apa yang telah ditentukan Allah ta'ala". jadi mereka berbisik-bisik dengan maksud orang mukmin merasa sedih.
Kemudian beliau menyebutkan kedua hadits Ibnu Umar dan hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhum dalam kategori ini. Dan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang dua orang berbisik tanpa keikutsertaan pihak ke tiga. Maksudnya jika mereka bertiga maka tidak dihalalka bagi dua orang untuk berbisik-bisik tanpa mengikutkan orang yang ke tig, karena yang ketiga akan bersedih dan berkata dalam hati, kenapa mereka tidak mengajak saya berbicara. Ini jika ia berperasangka baik kepada ke duanya. Bisa jadi ia berperasangka jelek terhadap keduanya. Tetapi jika ia berperasangka baik kepada keduanya maka ia akan berkata dalam hati, "kenapa saya tidak berharga sekali ? mereka berdua berbisik-bisik tanpa mengikutkan aku ? karenanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang perbuatan demikian dan tidak ada keraguan bahwa itu termasuk dalam kategori adab.
Jika ada yang mengatakan, "Jika ada hal penting yang hendak saya sampaikan kepada sahabat saya, sementara saya ingin agar tidak ada yang mengetahui masalah itu kecuali kami berdua. Masalah khusus ?. Kami mengatakan, "Silahkan melakukan seperti apa yang pernah dilakukan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhum, panggil satu orang lain agar kalian cukup berapa ? Empat. Lalu dua orang bisa berbisik, sedang yang lain bisa saling berbicara sebagaimana yang dilakukan Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, juga sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits "Hingga kalian bergabung bersama orang banyak", pada hadits Ibnu Mas'ud. Jika mereka berdua tela bergabung dengan orang banyak maka tidak ada masalah lagi, juga bisikan antara dua orang tanpa keterlibatan orang ke tiga. Jika mereka bertiga, sedang dua orang diantara mereka bisa berbahasa asing, sedang yang ke tiga tidak bisa. Lalu kedua orang tadi berbicara dengan bahasa mereka berdua, sedang yang ketiga hanya mendengar dan tidak memahami apa yang sedang mereka bicarakan maka ini sama saja dengan yang pertama, karena itu bisa membuatnya sedih. Kenapa mereka berdua membiarkan aku dan berbicara sesama mereka saja ? atau bisa jadi ia berpersangka jelek terhadap keduanya, misalnya ada seseorang yang berbicara dengan orang lain dengan bahasa inggris, sedang yang ke tiga tidak memahaminya maka ini sama bentuknya dengan dua orang yang sedang berbisik-bisik itu. Yang mana dengan mengeraskan suara tentu tidaklah bermakna apa-apa, maka itu terlarang pula. Jika ada yang mengatakan, "Bagaimana jika ia punya kepentingan pada saudaranya ? Kami jawab, "Hendaknya ia melakukan seperti apa yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar. Kalau tidak ada kemungkinan dan tida ada seorang pun yang mendatangi mereka maka ia hendaknya minta izin kepadanya. Misalnya mereka berdua mengatakan, "Apa Anda bisa mengizinkan kami berbicara sebentar ? Jika ia memberikan izin untuk mereka maka itu hak mereka. Ketika itu, ia tidak lagi merasa sedih dan tidak lagi memperhatikan pembicaraan yang terjadi. Walahu Al-Muwaffaq.
LARANGAN MENYIKSA BUDAK, BINATANG, ISTRI, DAN ANAK TANPA ADANYA SEBAB SYAR'I ATAU LEBIH DARI BATASAN ADAB.
Allah ta'ala berfirman (QS.An-Nisaa' : 36)
(1608)[3] وَعَنِ ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلّمَ قَالَ : عُذِّبَتْ اِمْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍحَبَسَتهَا حَتَّى مَاتَت، فَدَخَلَت فِيهَا النَّارَ، لَاهِيَ أَطْعَمَتهَاوَسَقَتهَا إِذْهِيَ حََبَسَتهَا، وَلاَهِيَ تَرَكَتْهَاتَأكُلُ مِن خَشَاشِ الأَرْضِ". متفق عليه.
(1608) Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Ada seorang perempuan masuk neraka karena kucing. Ia mengurung kucing itu hingga mati. Perempuan tersebut tidak memberi makan dan minum kepada kucing tadi, padahal ia telah mengurungnya, dan ia tidak melepaskannya agar ia mencari serangga atau binatang kecil lainnya yang ada di bumi ini agar dia memakannya.(HR.Bukhari dan Muslim).
(1609)[4] وعنه أنه مَرَّبِفِتْيَانٍ مِنْ قُرَيشٍ قَد نَصَبُوا طَيْرًا وَهُمْ يَرْمُونَهُ، وَقَدْ جَعَلُوا لَِصَاحِبِ الطَّيرِكُلَّ خَاطِئَةٍ مٍن نُبُلِهِم، فَلَمَّا رَأَوا بْنَ عُمَرَ تَفَرَّقُوا، فَقَالَ بنُ عُمَر : مَنْ فَعَلَ هَذَا ؟ لَعَنَ اللهُ مَن فَعَلَ هَذَا، إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ مَنِ اتَّخَذَ شَيْئًا فِيهِ الرُّوحُ غَرَضَا. متفق عليه.
(1609) Dari Ibnu Umar bahwasanya ia bertemu dengan pemuda-pemuda Quraisy yang sedang memasang burung untuk dijadikan sasaran panah, tetapi semua anak panahnya tidak ada yang tepat sasaran. Ketika mereka melihat Ibnu Umar, mereka berpencar. Kemudian Ibnu Umar berkata, "Siapa yang berbuat seperti ini ? Allah ta'ala mengutuk orang yang melakukan perbuatan seperti ini. Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengutuk orang yang menggunakan sesuatu yang bernyawa untuk dijadikan sasaran". (HR.Bukhari dan Muslim).
(1610)[5] وَعَن أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنءهُ قَالَ : نَهَي رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ تُصْبَرَ البَهَائِمِ. متفق عليه.
(1610) Dari Anas Radhiyallahu Anhu, ia mengatakan, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang mengurung binatang hingga mati".(HR.Bukhari dan Muslim).
(1611)[6] وَعَن أَبِي عَلِي سُوَيدِ بنِ مَقرِنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : لَقَدْ رَأَيتَنِي سَابِعَ سَبعَةٍ مِن بَنِي مَقرِنٍ مَالَنَا خَادِمٌ إِلَّاوَاحِدَة لَطَمَهَا أَصْغَرُنَا، فََأَمَرنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ َنَعْتِقَهَا. رواه مسلم.
(1611) Dari Abu Ali Suwaid Bin Muqarrin Radhiyallahu Anhu ia berekata, "Sebagaimana Anda ketahui bahwa saya adalah anak ketujuh dari tijuh orang bersaudara dari putra Muqarrin. Kami hanya mempunyai seorang budak. Suatu ketika adik kami menampar budak itu, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh kami untuk memerdekakannya". (HR.Muslim).
PENJELASAN.
Bab ini disebutkan oleh penulis Rahimahullah pada kitabnya Riyadhu As-Shalihin. Larangan untuk menyiksa binatang, anak-anak, dan orang tua serta orang yang berada di bawah perwalianmu. Haram bagi Anda untuk menyakitinya dengan pukulan atau dengan yang lainnya, kecuali dengan alasan yang syar'I. kemudian beliau berhujjah dengan firman Allah ta'ala (QS.An-Nisaa' : 36) mereka semua itu adalah para pemilik hak {dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapamu} dia berdualah orang yang paling besar haknya bagimu, Ibu dan Bapak {karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat} Al-Qurbaa' yakni kaum kerabat dari fihak istri atau dari fihak bapa. Sedang Al-Yatama adalah anak-anak kecil yang telah meninggal ayahnya Al-Masakiin adalah orang-orang fakir, waljari zilqurbaa adalah tetangga dekat, waljaril junub adalah tetangga jauh, wasshahibi bil janbi, ada yang mengatakan itu adala istri, adapula yang mengatakan itu adalah teman seperjalanan. {dan hamba sahayamu}. Ini adalah syahid (pembenaran). Maksudnya, apa-apa yang kalian miliki, baik berupa budak maupun hewan peliharaan. Manusia dituntut untuk berlaku baik kepada mereka. Jika itu adalah anak cucu adam berupa budak maka ia harus memberinya makan sesuai dengan makanan yang mereka makan, memberikan pakaian yang sama dengan apa yang mereka pakai, menenmpatkan mereka pada tempat yang layak dan tidak menugaskan mereka dengan tugas yang diluar kesanggupan mereka. Kemudian beliau menyebutkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa ada seorang wanita masuk neraka karena kucing yang mereka tahan. Al-Hirrah adalah kucing. Ia menahannya dan tidak memberikan air dan makanan kepadanya hingga ia mati, lalu ia masuk neraka gara-gara kucing itu dan disiksa karenanya. Wal'iyazu Billah. Padahal ia hanya seekor kucing yang tidak memiliki harga apa-apa. Hanya saja ia menyiksanya dengan siksaan yang sedemikian rupa. Ia menahannya hingga meninggal dalam keadaan lapar. Bisa dipahami dari hadits ini bahwa jika seAndainya kita memberinya minum dan makanan yang cukup, maka tidak ada maslah. Termasuk dalam kategori ini, burung-burung yang sedang disimpan dalam sangkarnya. Jika kita memberinya makanan dan minuman dan tidak lupa memberikannya dan menjauhkannya dari tempat yang panas dan dingin maka tidak ada masalah. Tapi jika ia teledor dan ia meninggal maka ia akan disiksa karenanya. Wal'iyazu Billah. Sebagaimana wanita ini disiksa karena kucing yang ditahan olehnya. Ini menunjukkan bahwa manusia selayaknya selalu memperhatikan apa yang ada dibawah tanggungannya, seperti hewan peliharaan. Adapun manusia, tentu ia lebih utama dan lebih harus didahulukan, karena lebih berhak untuk dimuliakan.
Adapun hadits kedua bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma melewati dua orang pemuda dari suku quraisy yang mana keduanya menjadikan burung sebagai sasaran memanah untuk mengetahui siapa diantara keduany yang paling tepat sasaran. Ketika mereka melihat Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma maka ia lari berpencar menghindarinya. Kemudian ia mengatakan, "Apa ini ?" mereka lalu memberi tahu umar. Ia berkata, "Allah ta'ala melaknat orang yang berbuat demikian, Allah ta'ala melaknat orang yang berbuat demikian. Ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang memiliki nyawa sebagai sasaran. Ini karana merasakan kesakitan sebab ada yang memanah sayapnya, ada yang memanah dadanya, ada yang memanah punggungnya dan ada juga memanah kepalanya sehingga ia merasakan sakit. Karena itulah Rasullah melaknat orang yang menjadikan burung yang masih bernyawa sebagai sasaran. Aadapun setelah mati maka ia tidak lagi merasakan apa-apa. Demikian pula hadits setelahnya bahwa Rasullah melarang membunuh hewan dengan cara ditahan, maksudnya ditahan kemudian dibunuh. Hal ini tidak boleh. Juga karena jika ia menahannya berarti ia bisa menyembelihnya maka tidak boleh dipanah. Jika dipanah maka ia menyakitinya dari salah satu sisi dan dari sisi yang lain ia menghilangkan fungsinya sebagai harta. Walahu Al-Muwaffiq.
(1612)[7] وعن أبي مسعود البدري رضي الله عنه قال : كُنتُ أَضْرِبُ غُلَامًا لِي بِالسَّوْطِ، فَسَمِعتُ صَوتًا مِنْ خَلْفِي : "اِعْلَمْ أَبَا مَسْعُود" فَلَم أَفهَم الصَوتَ مِنَ الغَضَبِ. فَلَّمَا دَنَي مِنِي إِذَ هُوَ رَسُولُ اللهَ صلى الله عليه وسلم فَإِذَا هُوَ يَقُولُ : اِعْلَمْ أَبَا مَسْعُود أَنَّ اللهَ أَقْدَرُ عَلَيكَ مِنكَ عَلَى هَذَا الغُلَامِ" فقلت : لَاأَضْرِبُ مَمْلُوكًا بًعْدَهٌ أََبَدًا". وفي رواية : فسقط السوط من يدي من هيبته.
وفي رواية : فقلت : يا رسول الله هُوَ حُرٌّ لَوَجْهِ اللهِ تََعَالَى، فَقَالَ : "أَمَا لَوْلَمْ تَفْعَل، لَلَفَحَتْكَ النَّارُ أَوْ لَمَسَتْكَ النَّارُ". رواه مسلم.
(1612) Dari Abu Mas'ud Al-Badari Radhiyallahu Anhu berkata, "Ketika saya memukul budakku dengan cambuk, saya mendengar ada suara dari arah belakang, "ketahuilah wahai Abu Mas'ud" karena sedang marah maka saya tidak mengetahui suara sipakah itu. Setelah ia mendekat maka ternyata suara itu adalah suara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, "ketahuilah wahai Abu Mas'ud bahwa Allah lebih kuasa untuk menyiksa kamu dibanding kemampuanmu menyiksa budak itu". kemudian saya berkata, "saya tidak akan memukul budak setelah ini selama-lamanya".
Pada riwayat yang lain dikatakan, "Kemudian jatuhlah cambuk itu dari tanganku karena wibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam". Pada riwayat yang lain dikatakan, "Kemudian saya berkata, "Wahai Rasulullah, budak ini saya bebaskan karena Allah ta'ala". Beliau lantas bersabda, "SeAndainya kamu tidak segera membebaskannya maka kamu akan disiksa atau dibakar oleh api neraka" (HR.Muslim).
(1613)[8] وَعَن ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنهُ أَنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : "مَنْ ضَرَبَ غُلَامًا لَهُ حَدًّا لَمْ يَأْتِهِ أَوْ لَطَمَهُ فَإِنَّ كَفَّارَتَهُ أَنْ يَعْتِقَهُ". رواه مسلم.
(1613) Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Barang siapa yang memukul budaknya sebagai hukuman atas pekerjaannya atau barang siapa yang menamparnya maka tebusannya adalah memerdekakannya dari status sebagai budak". (HR.Muslim).
(1614) [9] وَعَنْ هِشَامِ بن حَكِيمِ بنِ حِزَامِ رضي الله عنه أَنَّهُ مَرَّ بِالشَّامِ عَلَى أُنَاسٍ مِنَ الْأَنْبَاطِ، وَقَدْ أُقِيمُوا فِي الشَّمْسِ وَصُبَّ عَلَى رُؤُوسِهِمُ الزَّيْتُ، فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قيل : يُعَذَّبُونَ فِي اْلخَرَاجِ، وفي رواية : حُبِسُوا فِي الجِزْيَةِ. فقال هشام : أَشْهَدُ لَسَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إِنَّ اللهَ يُعَذِّبُونَ الَّلذِينَ يُعَذِّبُونَ النَّاسَِ فِي الدُّنْيَا". فَدَخَلَ عَلَى الأَمِيرِ فَحَدَّثَهُ فَأمَرَ بِهِمْ فَخُلُّوا. رواه مسلم.
(1614) Dari Hisyam bin Hakim bin Hizam bahwasanya ketika ia sedang berjalan di Syam, ia menyaksikan ada beberapa orang petani yang sedang dijemur di bawah terik matahari sedang minyak dituangkan di atas kepala mereka. Kemudian Hisyam berkata, "kenapa mereka diperlakukan seperti itu ?" ada yang menjawab, "mereka disiksa karena tidak mau mambayar pajak". Pada riwayat yang lain dikatakan, "Mereka ditawan karena mereka tidak mau membayar pajak". Kemudian Hisyam berkata, "saya bersaksi bahwa saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Sungguh Allah ta'ala akan menyiksa orang-orang yang menyiksa sesama manusia di dunia ini". Hisyam kemudian masuk ke rumah gubernur dan membicarakan apa yang telah terjadi dan memerintahkan agar mereka segera dilepaskan, maka mereka pun dilepaskan semuanya". (HR.Muslim)
(1615) [10]وعن بن عباس رضي الله عنه قال : رَأَى رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم حِمَارًامَوْسُومَ الوَجْهِ فَأَنْكَرَذلَكِ َفَقَالَ : وَاللهِ لَاأَسِمُهُ إِلَّاأَقْصَى شَيْئٍ مِنَ الوَجْهِ". وَأَمَرَ بِحِمَارِهِ فَكَوَي فِي جَاعِرَتَيهِ فَهُوَأَوَّلُ مَنْ كَوى الجَاعِرَتَينِ. رواه مسلم.
(1615) Dari Ibnu Abbas ia berekata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melihat ada seekor keledai yang telah dicap mukanya, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak senang melihat hal seperti itu, kemudian beliau bersabda, "Demi Allah ! Aku tidak akan memberikan cap suatu apa pun pada muka binatang". Beliau lalu memerintahkan agar keledainya diberi cap pada kedua pantatnya. Dialah orang pertama yang memberi cap pada kedua pantat bintang peliharaannya". (HR.Muslim).
(1616) [11] وعنه أن النبي صلى الله عليه وسلم مر عليه حمارقدوسم في وجهه فقال : "لَعَنَ اللهُ الَّذِي وَسَمَهُ". رواه مسلم. وفيرواية لمسلم أيضا : نَهَى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الضَّرْبِ فِي الوَجْهِ وَعَنِ الوَسْمِ فِي الوَجْهِ.
(1616) Dari Ibnu Abbas bahwasanya suatu ketika ada seekor keledai yang ada cap di mukanya berlalu dihadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu beliau bersabda, "Allah melaknat orang yang memberi cap pada muka keledai itu". (HR.Muslim) Pada riwayat Muslim yang lain pula dikatakan, "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang untuk memukul bintang pada bagian mukanya dan melarang untuk memberi cap pada mukanya".
PENJELASAN.
Hadits-hadits yang dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya "Riyadhusshalihin" pada bab larangan menyiksa hewan, budak dan anak-anak dan lain-lain yang sedang dididik oleh manusia. Hal itu karena maksud dari pendidikan adalah untuk memperbaiki. Sementara menyakiti bukanlah merupakan tujuan mendidik itu sendiri. Karena itulah manusia tidak diperbolehkan memukul anak-anak, selama masih bisa didik dengan selain pukulan. Jika adab yang baik itu tidak terwujud kecuali dengan pukulan maka ia boleh memukunya. Jika ia memukul maka pukulan itu tidak boleh mengakibatkan memar. Ingatlah firman Allah ta'ala pada surat An-Nisaa' (Qs.An-Nisaa' : 34). Allah ta'ala menjadikan pukulan pada fase ketiga. Sedang tujuan dari pukulan adalah untuk mendidik dan tidak sampai pada tarap menyakitkan.
Penulis menyebutkan beberapa hadits, diantaranya hadits Abu Mas'ud Al-Badari Radhiyallahu Anhu bahwasanya ia pernah memukul budaknya lalu ia mendengar suara dari belakang yang berbunyi, "Wahai Abu Mas'ud" ia tidak memahami suara itu karena sangat marah. Tiba-tiba yang berbicara itu adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, lalu beliau bersabda "Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Mas'ud bahwa Allah lebih kuasa untuk menyiksa kamu dibanding kemampuanmu untuk menyiksa budak itu?". Yakni ingatlah kekuasaan Allah atas dirimu. Karena Ia lebih berkuasa atas dirimu dibanding kekuasanmu terhadap budak itu. Dan kepada perbuatan demikianlah Allah ta'ala memberikan isyarat (QS.An-Nisaa' : 34) ketika ia melihat bahwa ia adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan beliau menyebutkan nasehat bahwa Allah ta'ala maha kuasa atasnya dibanding kekuasaannya untuk menyiksa budak itu maka jatuhlah tongkat dari tangannya karena pengaruh wibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian ia memerdekakan budak itu. Ia memerdekakannya. Ini menunjukkan bagusnya pemahaman Abu Mas'ud Radhiyallahu Anhu. Karena Allah ta'ala mengatakan (QS.Huud : 114) sebagai ganti dari siksannya kepada budak iru maka ia berbuat baik kepadanya dengan memerdekakannya. Karena itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh perbuatan demikian bahwa barang siapa yang memukul budaknya atau menamparnya maka kaffaratnya adalah ia harus memerdekakannya. Karena kebaikan akan menghapuskan kejelekan.
Kemudian ia menyebutkan hadits Hisyam bin Hakim Radhiyallahu Anhu pada kisah tentang oang-orang yang ditahan karena tidak membayar pajak. Orang-orang yang ditahan karena tidak membayar pajak disebut Al-Anmat. Mereka disebut Al-Anmat karena mereka mengeluarkan air. Mereka itulah para petani di negeri syam. Mereka memiliki kewajiban membayar pajak dan nampaknya mereka belum membayarnya. Maka gubernur memberikan sangsi besar itu. Ia menjemurya di bawah terik matahari dan menyiram kepala mereka dengan minyak, karena minyak akan terasa makin panas jika terkena sinar matahari. Ini adalah bentuk penyiksaan yang menyakitkan. Hisyam Radhiyallahu Anhu lalu masuk menemui Amirul Mukminin dan memberikan masukan hingga mereka semua dibebaskan. Di sini terdapat nuansa keindahan hidup para salafusshalih dalam memberikan nasehat kepada pemerintah. Mereka mendatangi pemerintah dan memberi mereka nasehat. Jika mereka mendapatkan hidayah maka memang itulah yang dituntut dan jika tidak mendapatkan hidayah maka sang pembari nasehat telah bebas tanggung jawab. Kini tanggung jawab tetap berada pada pemerintah. Hanya saja pemerintah yang takut kepada Allah ta'ala jika diingtakan dengan ayat-ayat Allah maka maka mereka tidaklah seperti layaknya orang-orang buta dan tuli. Sang pejabat tadi mendapatkan kesadaran dan memrintahkan agar mereka dibebaskan. itu menunjukkan bahwa penyiksaan yang sampai pada tingkat demikian tidaklah diperbolehkan.
Demikian pula diantara hadits-hadits yang disebutkan oleh penulis adalah memberi cap pada wajah. Membari cap pada bagian wajah hewan adalah pebuatan haram dan termasuk dosa besar, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melaknat orang yang melakukan perbuatan demikian. Sedang memberi cap merupakan bentuk dari memanaskan besi lalu ditempelkan pada kulit binatang hingga terbentuklah tAnda. Dengan demikian, kata Al-wasm merupakan pecahan dari kata As-Simah yang berarti tAnda. Orang-orang yang memiliki binatang ternak menjadikan itu sebagai penAnda. Setiap suku memiliki tAnda khusus, baik berbentuk dua garis atau garis yang berbentuk persegi empat atau lingkaran atau bulan sabit. Yang penting bahwa setiap suku memiliki tAnda tertentu. Cap ini menjaga hewan jika tersesat dan orang-orang mengenalnya dengan mudah bahwa itu adalah milik suku anu, sehingga mereka mengumumkan atas nama mereka. Demikian pula ia bisa menjadi indikasi kuat jika terdapat sikap saling mengklaim. Jika seseorang menemukan binatang ternak yang memiliki cap dan mengklaim bahwa itu miliknya maka itu merupakan indikasi kuat bahwa hewan itu adalah benar-benar miliknya. Itu adalah masalah yang sudah pasti ketetapan hukumnya dalam Sunnah, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah memberi cap unta yang berasal dari zakat. Demikian pula yang dilakukan oleh para khalifah setelah beliau. Hanya saja cap seperti itu tidak boleh dilakukan di bagian wajah. Karena wajah tidak boleh di pukul, dicap dan dipotong. Itu adalah pusat keindahan binatang. Dimana seharusnya posisi cap itu ? di leher, di bagian lengan, di bagian paha dan di posisi manapun selain di wajah. Di sini juga terdapat petunjuk bahwa jika seseorang melihat sesuatu yang bisa menyebabkan pelakunya dilaknat maka ia mengatakan, "Ya Allah, laknatlah orang yang melakukan perbuatan ini". ia tidaklah berdosa. Jika kita menemukan hewan yang tAndanya berada di bagian wajah lalu kita mengucapkan, "Ya Allah ! Laknatlah orang yang memberinya cap" maka itu tidaklah bermasalah. Hanya saja kita tidak boleh mengatakan sifulan bin fulan. Kita hanya boleh mengucapkan, "Ya Allah ! Laknatlah orang yang memberinya cap" sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Demikian pula jika kita menemukan kotoran di jalanan, yakni kotoran manusia kita temukan di jalanan maka kita boleh mengatakan, "Allah melaknat orang yang buang air besar di sini karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan, "hindarilah tiga hal yang menyebabkan seseorang dilaknat yaitu, buang air besar di bejana, buang air besar di tengah jalan dan ditempat orang-orang berteduh. Semoga Allah ta'ala memberi kita taufik menuju hal-hal yang disukai dan diridhai oleh-Nya. Dan menjadikan kita orang yang mendapatkan hidayah dan termasuk dalam golongan orang-orang shaleh dan bekerja untuk menjadikan orang lain menjadi shaleh.
[1] Shahih Bukhari (6288) dan Shahih Muslim (2183).
[2] Shahih Bukhari (6288) dan Shahih Muslim (2184).
[3] Shahih Bukhari (2365, 2482) dan Shahih Muslim (1958).
[4] Shahih Bukhari (5515) dan Shahih Muslim (1958).
[5] Shahih Bukhari (5513) dan Shahih Muslim (1956).
[6] Shahih Muslim (1658).
[7] Shahih Muslim (1659).
[8] Shahih Muslim (1657)
[9] Shahih Muslim (2118)
[10] Shahih Muslim (2117)
[11] Shahih Muslim (2117)
0 komentar:
Post a Comment