Oleh : Idrus Abidin
URGENSI TAZKIYATUNNAFS.
Tazkiyatunnafs memiliki beberapa urgensi berupa :
- Merupakan bagian dari missi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam .
Di antara missi besar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah upaya untuk menetralisir berbagai pemikiran, konsep dan kepercayaan yang telah melembaga dalam komunitas manusia. Hal demikian banyak lahir dari ketidaktahuan manusia tentang Allah swt, sehingga berefek pada kekeruhan jiwa. Untuk menginternalisasi kembali nilai-nilai ilahi ke dalam struktur kepribadian manusia, dibutuhkan upaya pembersihan yang dikenal dengan istilah tazkiyah atau takhliyah. Tentang missi besar ini, Allah swt menegaskan :
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (2)
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS Al-Jumu'ah:2)
- Jiwa merupakan tempat pergolakan abadi yang melibatkan manusia, malaikat dan setan.
Hati manusia merupakan sebuah wadah yang rentan terhadap berbagai pengaruh yang ditimbulkan oleh mata, pikiran dan pendengaran. Jika dimanfaatkan dengan baik, mata dan pendengaran serta pikiran dapat menstimulasi jiwa untuk mendapatkan kesucian. Dengan kesucian hati, malaikat akan memiliki tempat tersendiri padanya sehingga berperan dalam mengutkan manusia untuk dekat kepada Allah swt. Tetapi jika diisi dengan berbagai kemaksiatan maka akan menjadi sarang setan. Di sana ia akan melancarkan berbagai tipu dayanya, sehingga yang bersangkutan melihat kemaksiatan sebagai kebaikan dan kebaikan sebagai kejahatan. Allah menegaskan hal ini dengan firman-Nya :
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". (QS. Al-Syams : 7-10).
- Merupakan sumber kebahagiaan manusia.
Kebahagian manusia sesungguhnya bersumber pada kesucian jiwanya. Dengan kesucian jiwa, manusia jauh dari berbagai pikiran negatif. Hal yang biasanya meracuni perasaan dan membelenggunya. Jiwa yang bersih sangat potensial untuk melahirkan berbagai maha karya. Kumpulan orang-orang bersih jiwanya dalam sejarah Islam telah melahirkan peradaban yang mengungguli semua bentuk peradaban lain. Peradaban yang menjamin lahirnya kebahagian jiwa dan kepuasaan jasmani dalam koridor yang dibenarkan oleh agama.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (28)
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". (QS Ar-Ra'du : 28).
- Sarana untuk mendapatkan kecintaan dan keridhaan Allah swt.
Jiwa yang bersih akan mengundang datangnya keridhaan dan kecintaan Allah swt. Firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (222)
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS al-Baqarah : 222).
Taubat merupakan sarana penyucian jiwa. Sedangkan kesucian diri yang dimaksud pada ayat di atas adalah kesucian lahiriah. Ayat ini terkait dengan larangan mendekati wanita (istri) ketika sedang haid.
- Kunci sukses di akhirat kelak.
Ketika manusia telah berada di akhirat kelak, rasa aman diperoleh hanya berdasarkan tingkat kesucain jiwanya. Orang-orang yang melumuri jiwanya dengan berbagai kemaksiatan, akan mendapatkan hidup yang mengerikan di akhirat kelak. Nila kesucain jiwa manusia yang menjadi tolak ukur kesuksesan ini tidak bisa ditebus dengan emas seisi langit dan bumi dan tidak bisa ditebus dengan anak atau oleh anak sendiri. Allah menginformasikan :
وَلَا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ (87) يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
"Dan janganlah Engkau hinakan Aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". (QS. Asy-Syuara : 87-89).
RAGAM JIWA MANUSIA.
Berdasarkan pada kondisi hati manusia ketika mengalami interaksi dengan dunia luar (keadaan sehari-hari), maka ada tiga predikat yang bisa disandang oleh jiwa :
1. Nafs Mutmainnah.
Jiwa yang terisi oleh keimanan kepada Allah swt dan kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para nabi-Nya, qadha dan qadhar-Nya serta adanya hari kiamat sangat berpotensi untuk memperoleh jiwa tipe ini. Sejauh apapun presentase keimanan ini terakam dalam jiwanya, maka sejauh itu pula ketentraman dalam hidup ini diperoleh. Jika dipersentaskan secara kasar, orang yang terisi hatinya dengan keimanan antara 55 % hingga 100 % akan merasakan jiwa seperti ini. Allah menerangkan keadaan orang yang memiliki jiwa demikian dengan firman-Nya :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS al-Fajr : 27-30).
2. Nafs Lawwamah.
Jika tingkat keimanan manusia menurun dari kisaran 55 % hingga 45 % maka ia akan berada pada kondisi serba tidak menentu. Ketika berbuat kebaikan maka ia akan menyesali dirinya. Jika ia melakukan kejelekan demikian pula adanya. Hal ini terjadi karena ia berada pada wilayah tengah antara dominasi malaikat dan dominasi setan. Sehingga tidak ada dari keduanya yang mendominasi hati dan berhak memberikan perasaan tertentu. Karena itulah, jiwa jenis ini disebut nafsu lawwamah (suka menghina diri). Yaitu hati yang selalu menyesali dirinya, baik ketika berbuat baik maupun ketika berbuat jelek. Tentang hati demikian Allah berfirman :
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (2) أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (3) بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ (4)
Aku bersumpah demi hari kiamat, Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)[1530]. Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, Sebenarnya kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (QS al-Qiyamah : 1-4).
3. Nafs Ammarah.
Jika hati hanya terisi oleh keimanan sebesar 45 % ke bawah sedangkan 55 % lainnya didomonasi oleh setan akibat kelalain, maka jiwa akan mendapatkan predikat nafs ammarah. Yaitu jiwa yang tunduk terhadap kendali setan. Apa yang baik menurut agama akan tampak jelek dalam pandagannya. Kebaikan yang dilihat adalah sejauh mana suatu keadaan bertentangan dengan agama. Sehingga jiwa demikian selalu mengarahkan pemiliknya untuk berbuat kejelekan. Jiwa jenis ini tidak bisa dikendalikan oleh pemiliknya kecuali dengan bantuan Allah melalui usaha maksimal untuk merubah diri dan lingkungannya. Tentang jiwa demikian diterangkan oleh Allah melalui lisan Nabi Yusuf A.S :
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ (53)
Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (QS. Yusuf : 53).
LANGKAH-LANGKAH UNTUK MEMBERSIHKAN JIWA
Dalam rangka mengupayakan agar jiwa berada pada wilayah Nafs Mutmainnah, sebaiknya langkah-langkah berikut ini dilakukan :
1. Memperdalam ilmu akidah yang mendorong wujudnya keihlasan dalam beribadah.
2. Taubat.
3. Memperbanyak amalan sunnah.
4. Mentadabburi al-Qur'an.
5. Memperbanyak zikir.
6. Mengingat kematian.
7. Bergaul dengan orang-orang shaleh.
KIAT MEMPERTAHANKAN KESUCIAN JIWA.
Sebagi manusia, kita diharapkan mempersembahkan prestasi ibadah terbaik di dunia ini sebagai modal menghadap kepada Sang Khaliq. Presatasi puncak dalam ibadah tidak akan pernah diraih kecuali dengan berusaha mempertahankan kesucian jiwa. Terdapat beberapa kiat yang direkomendasikan oleh ulama untuk maksud tersebut. Di antaranya :
A. Muraqabah.
Muraqabah adalah perasaan kaum beriman yang merasakan kontrol ilahiyah yang meliputi segala gerak geriknya dalam hidup ini. Perasaan demikian tidak akan pernah hadir kecuali jika keimanan seseorang terhadap Allah semakin meningkat pada level maksimal. Tetang muraqabah ini, Allah mengingatkan :
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18)
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaaf : 18).
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ (235)
Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya,. (QS. al-Baqarah : 235).
B. Mu'ahadah.
Mua'hadah merupakan betuk komitmen seorang muslim unutk patuh terhadap nilai-nilai yang telah digariskan oleh Islam. Dengan komitmen demikian, seorang muslim akan berpegang teguh terhadap tali Allah yang kuat (al-Urwah al-Wutsqaa). Karena dengan komitmen demikian ia akan menjauh dari kubangan setan yang setiap saat hendak menggelincirkan manusia dari jalan lurus.
C. Muhasabah.
Mengevalusi diri dengan menjadikan nilai-nilai Islam sebagai indiktor dikenal dalam Islam sebagai muhasabah. Muhasabah ini dilakukan untuk mengukur tingkat komitmen seorang muslim terhadap nilai-nilai yang diyakininya. Allah menegaskan pentingnya hal ini dengan firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)
18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Hasyr 18)
D. Muaqabah.
Sanksi yang diberlakukan seorang muslim terhadap dirinya jika teledor dari nilai-nilai Islam disebut dengan mu'aqabah. Hal ini penting dilakukan mengingat jiwa kita membutuhkan pelatihan dan pembiasaan secara terus menerus. Hanya saja sanksi yang ditetapkan hendaknya berupa hal-hal yang dibenarkan dalam Islam.
E. Mujahadah.
Optmalisasi dalam melakukan ibadah dan mempersembahkan amaliah terbaik untuk Allah adalah wujud utama mujahadah. Dengan mujahadah ini, jalan kebenaran makin tampak nyata dalam pandangan orang-orang yang memaksimalkan upayanya menuju Allah swt. Allah menegaskan :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (69)
69. Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS al-Ankabut : 69).
Demikian urain singkat ini. Wallahu A'lam.
0 komentar:
Post a Comment