Alih Bahasa : Idrus Abidin
MUKADDIMAH.
Segala puji bagi Allah Swt.. Shalawat serta salam dihaturkan kepada panutan tertinggi dan pemilik karakter terbaik dan terhadap para sahabat-sahabat pilihan….Wa ba'du.
Allah Swt. telah mengatur hubungan keluarga dan memfasilitasinya dengan berbagai kesucian, posisi yang tinggi dan meletakan aturan-aturan serta sistem yang sangat rinci yang menyatukan berbagai dimensinya, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Swt. :
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir"[1].
Aturan-aturan ini sangat nampak pada rumah tangga yang merupakan manipestasi ketenangan mutlak yang nantinya akan melahirkan rasa percaya diri. Hal yang merupakan batu bata pertama bagi rumah tangga dan merupakan jaminan ketenangan dan kebahagiannya kelak.
Aturan kedua adalah mawaddah yang merupakan perwujudan rasa cinta dan merupakan jalinan hubungan yang kokoh yang timbul dari eratnya hubungan dan tingginya nilai keikhlasan. Dan telah terbukti kebenaran firman Allah Swt. :
"Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa".[2]
Lalu datang rasa kasih sayang antara kedua sumi istri yang merupakan perwujudan dari upaya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan dan sikap lemah lembut dalam bergaul. Juga keduanya saling mengasihi dan berusaha mencarikan alasan-alasan yang bisa menyebabakan munculnya sikap saling memaafkan. Jadi kehidupan berumah tangga bukanlah tempat untuk mencari kesalahan-kesalahan dan bukan pula tempat untuk saling menunjukkan superiorotas. Rumah tangga bukanlah hubungan antara dua hal yang bertentangan, tetapi ia merupakan hubungan antara suami istri yang saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Kebahagian dalam berumah tangga bukanlah tuntunan yang jauh dari pelupuk mata dan tidak pula mustahil diwujudkan. Setiap manusia memiliki potensi sukses dalam jiwanya yang dapat meminimalkan energi negatifnya.
Jadi kebahagiaan berumah tangga bukanlah terletak pada hal-hal permukaan atau perabotan atau keindahan rumah atau profesi atau ijazah atau kedudukan atau harta atau kekuasaan. Tetapi kebahagiaan itu muncul dari rasa cukup dan rasa ridha serta interkasi yang baik dengan berbagai nikmat yang dianugrahkan oleh Allah Swt. yang begitu melimpah.
Ketenangan dan ketentraman keluarga tidaklah terpokus pada satu pihak tanpa keterlibatan pihak lainnya, tetapi hal itu merupakan tanggung jawab bersama antara kedua suami istri. Dan sejauh kemampuan untuk menanggung beban dan memelihara rasa tanggung jawab ini dari kedua suami istri secara adil maka sejauh itu pula mereka mampu sampai ke tepian rasa aman dan kebahagiaan.
Pengetahuan tentang perbedaan tabiat antara kedua jenis (suami istri) dengan baik dan dengan penuh penghoramatan dan kemampuan masing-masing fihak dalam mengenal kebutuhan fihak lain menjadikan kedanya berusaha mendahulukan kebutuhan pihak lainnya. Hal yang menjadikan rasa cinta makin bersemi dan hubungan suami istri makin erat. Bahkan dapat menghindarkan banyak persoalan dan menjauhkan banyak masalah.
Jadi yang menentukan masa depan suami istri bukanlah kadar rasa cinta antara keduanya dan bukan pula seberapa jauh mereka sukses dalam hubungan intim atau karena persoalan-persolan keuangan rumah tangga, tetapi yang menentukannya adalah cara berinteraksi dan cara menempatkan diri dari berbagai perbedaan-perbedaan. Hal yang lazim dalam kehidupan berumah tangga.
Jadi, kemampuan untuk saling memahami antara suami istrilah yang akan menambah vitalitas hubungan keduanya dan dapat menaungi kehidupan berumah tangga dengan ketenangan dan cinta kasih. Keduanya hendaknya menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. semata. Hendaknya janganlah terlalu menuntut pasangan hidupnya dengan berbagai kesempurnaan. Juga perlu dipahami bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang sangat nisbi dan tidaklah berlaku mutlak. Artinya bahwa ia tidaklah mencakup semua aspek kehidupan. Bisa saja kebahagiaan dan ketentraman tercipta pada beberapa segi kehidupan, sedang segi lainnya tidaklah menuai kesuksesan. Itulah sunnatullah dalam kehidupan. Hari ini menjadi hari baik anda dan pada hari yang lain andalah yang menjadi tawanannya.. Jadi, bahagia sepanjang waktu adalah sebuah kemustahilan.
Hubungan suami istri tidaklah tumbuh dengan baik dengan hanya memberikan hadiah atau oleh-oleh setiap kali ada momen tertentu, tetapi hal itu tumbuh ketika terjadi pembicaraan, ketika mendengar dan saling memahami dalam kehidupan sehari-hari serta saat berusaha menyelesaikan perbedaan-perbedaan kecil secepat mungkin. Demikian pula komunikasi yang tenang dan dalam suasana saling menghormati antara keduanya dalam waktu-waktu yang tepat serta kesiapan untuk berkorban dan bertoleransi antara keduanya, kesemuanya itu akan menghadirkan suasana yang sehat untuk hubungan suami istri yang baik. Dan tidaklah asing bagi semua orang bahwa baiknya cara menentukan pasangan dari sejak proses awal sebelum terjadinya pernikahan dengan berlandaskan pada pertimbangan agama, akhlak, lingkungan yang baik, kesetaraan dalam karir ilmiah dan wawasan serta status sosial dari kedua belah pihak, akan melahirkan landasan yang baik dan lahan yang subur yang nantinya menjadi tempat meretas bangunan pernikahan yang sukses.
Dan tidak diragunkan lagi bahwa kesadaran keduanya akan kewajiban dan haknya masing-masing serta pemahaman yang baik akan hal tersebut dan dengan semangat kuat serta sikap yang terencana dalam memenuhi hak setiap pihak, akan membawa kehidupan berumah tangga menjauh dari rasa benci dan permusuhan.
Hendaknya sumi istri waspada dari berbagai kemaksiatan dan dosa-dosa yang akan melahirkan keresahan dan kepenatan, menimbulkan kerugian dan kesegsaraan, serta mengganti kebahagiaan menjadi lautan kesengsaraan dan kasih sayang menjadi pertentangan yang tidak bertepi.
Salah seorang ulama salaf pernah berkata, "Saya pernah melakukan maksiat kepada Allah Swt. lalu saya menyaksikan bekas-bekas kemaksiatan itu tampak pada tingkah laku istriku dan hewan peliharaanku".
Demikian pula sikap mengacuhkan kesalahan-kesalahan, terutama yang tidak disengaja, ikut merasakan kesedihan, kebahagiaan, kemesraan, canda tawa, kata-kata yang baik dan mencerminkan cinta kasih, saling menasehati, saling menghormati, saling tampil menarik terhadap pasangan, menjauhi sikap kasar dan keras dan bersikap lemah lembut, kesemuanya itu merupakan bagian dari kunci dan sebab-sebab kebahagian berumah tangga.
Seharusnya pikiran kita tidak pernah lupa bahwa taufik hanyalah ada dalam genggaman Allah Swt.. Hanya saja mengusahakan berbagai faktor menuju kesuksesan sangatlah dianjurkan.
Betapa benar firman Allah Swt. : "Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan".[3]
Kedua suami istri hendaknya tidak lupa bahwa menghormati aturan-aturan Allah Swt. pada setiap tingkah laku mereka dan mengikuti ajaran-ajaran-Nya serta sunnah Rasul-Nya adalah merupakan pilar-pilar kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tidaklah ditemukan sebuah dalil yang lebih baik tentang hal ini selain hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan ketaatan seorang istri terhadap suaminya dan berusaha mendapatkan keridhaannya. Demikian pula keutamaan seorang suami berlaku baik terhadap istrinya dengan berlemah lembut kepadanya dan berusaha bersabar terhadap hal-hal yang tidak menyenagkan yang timbul dari padanya.
Rasulullah saw bersabda, "Siapa pun wanita yan ditinggal mati oleh suaminya, sedang sang suami ridha terhadapnya maka ia akan masuk sorga". (HR. Tirmidzi).
Juga diriwayatkan dari Rasulullah saw, "Akan dimintakan ampunan bagi wanita yang taat terhadap suaminya oleh burung-burung yang sedang terbang di udara lepas, ikan lumba-lumba yang terdapat di dalam air dan matahari serta bulan selama ia diridhai oleh suaminya. Wanita siapa pun yang bermuka masam di hadapan suaminya maka ia berada dalam kemurkaan Allah Swt. hingga ia berusaha tertawa dan mencari keridhaan suaminya. Wanita mana pun yang keluar rumah tanpa seizin suaminya maka ia akan dilaknat oleh malaikat hingga ia kembali".
Jadi, wanita dengan sikap demikian dan keluar rumah tanpa izin suaminya maka ia terlaknat dan termasuk penghuni neraka hingga ia bertaubat kepada Allah Swt.. Rasulullah saw bersabda, "Berwasiatlah dengan cara yang baik kepada wanita", (HR.Bukhari).
Ada sebuah riwayat bahwa terdapat seorang laki-laki datang menemui Umar radiyallahu anhu untuk mengeluhkan sikap istrinya. Ia lalu berdiri di depan pintu, menunggu beliau keluar rumah. Lalu ia mendengar istri umar jengkel dan marah-marah terhadap Umar, sedang Umar terdiam dan tidak berusaha melayani kejengkelan istrinya itu, maka orang tersebut pulang sambil bergumam : Jika demikian yang terjadi pada diri Umar, padahal ia terkenal dengan sikap kerasnya dan keteguhannya serta posisinya sebagai Amirul mukminin, lalu bagaimana dengan diriku ? Umar lalu keluar dan melihatnya pergi meninggalkan pintu rumahnya. Beliau lalu memanggilnya dan bertanya kepadanya, "Apa keperluanmu ?" Ia menjawab, "Wahai Amirul Mukminin ! Saya datang untuk mengeluhkan sikap istri saya kepadamu, tetapi saya mendengar sikap istrimu demikian pula maka saya pulang sambil bergumam, "Jika demikian kondisi Amirul Mukminin dengan istrinya, lalu bagaimana denganku ?".
Umar lalu mengatakan, "Wahai saudaraku ! Saya bersabar atas semua itu karena banyaknya hak-haknya yang harus aku tunaikan kepadanya. Dialah yang selalu mengurus makananku, menyiapkan roti untukku, mencuci pakaianku, meyusui bayiku, padahal semua itu tidaklah wajib baginya. Dialah yang membuat hatiku merasa tenang dan menjauhi perbuatan haram. Saya berusaha menerima perlakuannya itu karena mempertimbangkan hal-hal di atas.
Orang itu lalu berkata, "Wahai Amirul Mukminin ! Demikian pula istriku".
Umar berkata, "Terimalah wahai saudaraku ! itu hanyalah sementara saja"
Betapa benar firman Allah Swt. yang berbunyi, "Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".[4]
Hanya Allah Yang Maha Tahu Segala hal Dibalik Kehendak dan Keinginan Manusia.
PENULIS
0 komentar:
Post a Comment