Banyak orang diantara kita yang berusaha membangun sebuah pemikiran, berusaha membentuk impian dan bermaksud menghayalkan kebahagiaan. Bahkan merencanakan dan mencari dalam waktu yang sangat panjang demi memperoleh gambaran yang lebih baik tentang pasangan hidup, karena memang ia adalah pasangan seumur hidup sampai berhentinya ajal melanglang buana.
Saturday, December 31, 2011
Wednesday, December 28, 2011
TIPIKAL MASYRAKAT SHALEH DALAM AL-QUR'AN
Published :
December 28, 2011
(Pengenalan Umum Kandungan Surah al-Hujurat}
Idrus Abidin
PENGANTAR.
Masyarakat shaleh adalah sebuah masyarakat yang dibangun di atas landasan khairu ummah. Suatu masyarakat yang lahir dari upaya untuk membawa risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan harapan dapat menyebarkan rahmat. Masyrakat demikian merupakan komunitas yang terbangun atas kesamaan akidah yang mentauhidkan Allah dan fikrah yang telah tersibgah dengan nilai-nilai rabbaniyah. Masyarakat Islam sama sekali bukan masyrakat yang didasarkan pada tanah air, kepentingan ekonomi, warna kulit atau ras suatu bangsa. Dalam masyarakat shaleh, semua itu dilihat sebagai sesuatu yang alami, di mana manusia tidak memiliki peran untuk memilih tempat kelahiran, warna kulit dan ras. Bahkan identitas masyarakat shaleh tersebut melampai batas-batas Negara, warna kulit atau ras sekali pun. Ummat sebagai model masyarakat muslim menghendaki landasan pembentukannya berasal dari kesadaran manusia sebagai hamba yang memiliki tugas dalam hidup sebagai khalifatullah. Karenanya, dalam al-qur'an, ciri-ciri masyarakat sholeh dapat dilihat berupa ; Rabbaniah -baik dari segi landasan maupun tujuannya-, da'wah, al-washatiah (moderat), dan al-wahdah (kesatuan).[1]
Dalam al-Qur'an, ummah adalah bentuk ideal dari masyarakat muslim. Yang mana, identitasnya ada pada integritas keimanan, komitmen untuk memberikan kontribusi positif terhadap manusia (ihsan), dengan memberikan loyalitas penuh terhadap kebenaran melalui mekanisme amar ma'ruf dan nahi munkar (QS 3 : 110).[2] Ummah atau masyarakat Islam tidaklah tunduk kepada penguasa atau pun rakyat. Karena keduanya berada di bawah kekuasaan hukum. Pemerintah hanyalah pelaksana dari hukum tersebut. Kehadiran mereka tidaklah lebih sebagai pelaksana semata. Ummah bukanlah badan legislatif karena tidak memiliki hak menciptakan hukum. Hukum yang ada adalah bersifat ilahiah karena bersumber dari Allah swt. Karenanya hukum dalam persfektif masyarakat muslim adalah juga bernuansa teologi.[3]
Surah al-Hujarat merupakan salah satu surat yang memaparkan karakteristik masyarakat muslim yang membangun kebersamaanya dalam bingkai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian diikuti dengan upaya veripikasi berita yang berasal dari orang fasik yang menghendaki terjadinya caos dalam masyarakat muslim. Memperkuat arti persaudaran Islam dengan melarang wujudnya sikap saling memandang enteng dan upaya-upaya untuk memata-matai dan menyeberkan gosip-gosip yang dapat mencidrai pribadi sebagai salah satu anggota masyarakat Islam.[4]
KORELASI (MUNASABAH) ANTARA AYAT SEBELUM DAN SESUDAHNYA.
Dalam kajian Said Hawwa, sebelum surah Al-Hujurat, surah al-Fath pada ayat 8-29 menjelaskan tentang fugsi Rasulullah saw dan kewajiban ummat terhadapnya. Kemudian surah al-Fath kembali menegaskan peran Rasul tersebut dengan merinci adab-adab yang selayaknya ditampilkan ketika bersama beliau. Selain itu, surah al-Fath juga ditutup dengan firman ayat yang berbunyi :
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath : 29).[5]
Lebih jauh lagi, Said Hawwa melihat, surah al-Jatsiya membahas tentang peran al-Qur'an dalam mengembang hidayah. Lalu diikuti surah al-Ahqaf yang membeberkan tentang makna tauhid dan diikuti dengan surah Muhammad yang menegaskan bahwa peperangan sejatinya terjadi antara kaum beriman dengan kaum kafir. Lalu disusul oleh surah al-Fath yang menegaskan pertolongan Allah terhadap orang-oran beriman dalam peperangan melawan kaum kafir itu. Sedangkan surah al-Hujurat menggali secara mendalam adab-adab masyarakat muslim dalam meniti tujuan mereka yang mulia. Kemudian dijelaskan secara rinci pada surah Qaf tentang fenomena akhirat bagi kaum muslimin maupun orang-orang kafir agar betul-betul menyadari bahwa segala aktifitas akan dipertanggungjawabkan kelak[6]
ASBAB NUZUL.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dalam kitab Shahih Bukhari, turunnya ayat 2 surah al-Hujurat ini terkait dengan kedatangan rombongan Bani Tamim untuk menghadap kepada Rasulullah saw. Ketika itu, Abu Bakar menghendaki Al-Qa'qa' bin Ma'bad bin Zurarah bin Adas sebagai pemimpin mereka. Tetapi, di pihak lain, Umar menghendaki Aqra bin Habis bin Iqal sebagai penglima mereka. Abu Bakar mengatakan kepada Umar, "Kamu hanya ingin menyelisihi pendapatku". Umar menjawab, "Saya tidak bermaksud berbeda denganmu". Lalu keduanya meninggikan suara di hadapan Rasulullah saw, maka turunlah ayat kedua pada surah ini.[7]
Dalam kitab tersebut ditemukan pula persi lain berupa informasi dari Anas bin Malik bahwa suatu ketika Rasulullah saw mencari Tsabit bin Qais. Lalu ada seseorang mengaku mengetahui keberadannya hingga ia mendtangi rumahnya. Di sana ia menemukannya sedang menutup kepala. Sehingga orang tersebut menanyakan tentang permaslahan yang dihadapi. Tsabit bin Qais mengatakan, "Saya lagi bermaslah. Saya pernah meninggikan suara di hadapan Rasulullah sehingga pahalaku hilang dan termasuk penduduk neraka. Orang itu pun kembali menemui Rasulullah dan mengabarkan tentang Tsabit. Rasul pun memintanya mendatangi kembali Tsabit dan mengatakan kepadanya bahwa ia termasuk penduduk sorga.[8]
KESATUAN TEMA DALAM AL-HUJURAT
Berdasarkan pengamatan Dr.Nashir Sulaiman al-Aql, kesatuan tema yang tercakup dalam surah al-Hujurat, di antaranya sebagai berikut :
1) Merekonstruksi bangunan iman dengan merevisi pemahaman yang salah, yang mencampurkan antara makna iman dan makna islam.
Di antara pemahaman yang diluruskan adalah penegasan makna keimanan dengan mengkritis sikap-sikap yang bertentangan dengan keimanan. Baik sikap itu menciderai keimanan atau pun berpotensi mengeluarkan pelakunya dari wilayah keimanan. Sikap-sikap yang dianggap mengurangi nilai keimanan adalah :
A. Melangkahi Allah dan Rasulnya dalam menetapkan hukum.
B. Mengeraskan suara melebihi suara Rasulullah saw.
C. Sikap ceroboh dalam menerima berita dari orang-orang fasik. (ketergesaan dalam menerima berita).
D. Sikap Keempat dan kelima adalah larangan terhadap beberapa fenomena yang tidak pantas terjadi bagi orang yang mengaku beriman, seperti, Memandang enteng sesama muslim, meberikan gelar-gelar jelek kepada sesama, memetai-matai, dan menggosip.
2) Mengkritis kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam masyarakat muslim. Bahkan surat ini, secara khusus, diturunkan dalam mengarahkan pembentukan masyarakat muslim yang masih membutuhkan penyesuain dalam perjalanannya menuju masyarakat kaum beriman yang sesungguhnya. Oleh karena itu, ayat-ayat yang turun pada surah ini, masing-masing memiliki latar belakang, berupa kejadian nyata yang menjadi penyebab turunnya. Sebagai bukti :
A. Ayat pertama tentang mendahului Allah dan Rasulnya dalam menetapkan hukum. Hal ini telah terjadi dari orang-orang yang mendahului Allah dan Rasul-Nya.
B. Ayat 2 dan 3 terjadi pada Abu Bakar dan Umar.
C. Ayat 4 dan 5 tentang memanggil Rasulullah dengan namanya.
D. Ayat 9 dan 10 tentang terjadinya pertengkaran antara kaum mukmin dan orang-orang munafik.
E. Ayat 11 sampai 13 tentang sikap ghibah, memata-matai, dll.
F. Ayat 14 sampai 17 tetang pengakuan keimanan kaum arab badwi dari Bani Asad.
G. Ayat 18 tentang Allah dan ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu.
3) Pembentukan akhlakul karimah yang tercermin pada :
A. Akhlak dan adab terhadap Allah swt.
B. Akhlak dan adab terhadap Rasul.
C. Orang-orang fasiq.
D. Akhlak dan adab terhadap Orang-orang beriman yang ada dalam pertemuan (majlis).
E. Akhlak dan adab terhadap Orang-orang beriman ketika tidak ada dalam pertemuan.[9]
TEMA-TEMA POKOK DALAM SURAT AL-HUJURAT.
Surah al-hujurat membahas beberapa tema utama yang kesemuanya terkait dengan tipikal masyrakat muslim. Tema-tema yang muncul terkait dengan persolan ang dimaksud adalah seperti :
1. Berhukum dengan selain hukum Allah swt.
2. Adab terhadap para ulama.
3. Taqwa dan ujian terhadap hati.
4. Mericek kebenaran berita.
5. Ukhuwah islamiyah.
6. Islam dan iman.
Untuk lebih jelasnya, kita melihat pandangan ulama terkait dengan tema-tema tersebut di atas :
BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH SWT.
Sebagian kaum muslimin memandang bahwa berhukum dengan selain hukum Allah hanya terkait dengan masalah amaliah saja tanpa melihat adanya hubungan dengan masalah akidah. Selain itu, mereka memandang bahwa segala yang terkait dengannya hanya sekedar dosa yang tidak berpotensi membuat pelakunya keluar dari rel keislaman. Padahal hubungan antara berhukum dengan selain hukum Allah dengan masalah akidah sangatlah jelas, karena wujud syahadat kita terhadap Allah dan Rasul-Nya adalah kesiapan untuk berhukum dengan segala yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun demikian, ulama menetapkan beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam lingkup kekafiran yang sesungguhnya seperti :
a) Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah mengingakari kepatutan hukum Allah dan Rasul-Nya untuk diterapkan dalam bingkai kenegaraaan.
b) Seseorang tidak mengingakari kepatutan sayariat Allah untuk diterapkan dalam kehidupan bernegara, tetapi ia meyakini bahwa produk hukum lain lebih bagus dibanding dengan hukum Allah swt. Baik keyakinan ini secara mutlak atau hanya terhadap beberapa masalah baru yang timbul berdasarkan tuntunan zaman.
c) Seseorang tidak meyakini bahwa hukum lain lebih baik dibanding dengan hukum Allah swt, tetapi ia berkeyakinan bahwa hukum lain menyamai hukum syari’at, maka ia juga termasuk orang yang telah kafir.
d) Seseorang tidak meyakini bahwa hukum lain menyamai hukum syari’at, tetapi ia meyakini bolehnya berhukum dengan hukum yang menyelisihi syari’at.
e) Orang yang meyakini bahwa hukum Islam tidak pantas untuk diterapkan pada zaman moderen ini.
f) Orang yang meyakini bahwa pelaksanan syari’at islam merupakan penyebab keterbelakangan dan kepicikan.
g) Orang yang meyakini bahwa hukum islam hanya terkait dengan hubungan manusia dengan Allah semata dan tidak memiliki keterkaitan dengan berbagai aspek kehidupan lainnya.
h) Orang yang meyakini bahwa pelaksanan hukum potong tangan dan merajam pezina tidak sesuai dengan zaman sekarang maka ia juga kafir.
i) Orang yang membolehkan pelaksanaan hukum selain hukum Allah swt.
ADAB TERHADAP ULAMA.
Adab terhadap Rasulullah berupa ketidakberanian menentukan hukum suatu persoalan sebelum adanya keterangan dari Allah dan Rasul-Nya menjadikan para sahabat memperluas cakupannya hingga melingkupi para ulama yang merupakan pewaris para nabi. Sebagai contoh, Ibnu Abbas ketika pergi menemui sahabat lainnya untuk mengambil hadits maka ia berusaha duduk menunggu hingga sang guru keluar dari pintunya dan tidak mengetuk pintu rumahnya sebagai wujud sopan santunnya terhadap orang-orang yang membawa warisan kanabian berupa hadits. Hal ini dilakukan oleh Ibnu Abbas berdasarkan pada surah al-hujurat ayat 5 yang berbunyi, “Jika seandainya mereka bersabar hingga engkau (Muhammad) keluar menemui mereka maka tentu itu baik bagi mereka”.
Penyebab timbulnya pelecehan terhadap ulama.
· Terlau semangat dan suka menyebarkan komentar ulama tertentu terhadap dengan ulama lain yang seangkatan dengannya.
· Hasad
· Hawa nafsu
· Taklid buta.
· Ta’assub.
· Berusaha tampil sebagai ulama.
· Kemunafikan dan kebencian terhadap kebenaran.
· Mendukung program musuh-musuh islam seperti proyek sekularisasi.
Bahaya melecehkan ulama :
· Pelecehan ulama menjadi sebab penolakan terhadap kebenaran yang mereka bawah.
· Pelecehan terhadap ulama merupakan pelecehan terhadap ilmu yang melekat padanya.
· Melecehkan ulama menyebabkan jauhnya seorang penuntut ilmu dari ulama itu sendiri.
· Pelecehan terhadap ulama menyebabkan jatuhnya pamor dan kehormatannya di hadapan kaum awam.
[1] Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata'amal Ma'a al-Qur'an, ( Mesir : Dar al-Syuruq), cet.1, th.1999, hal.109-113.
[2] Setiawan Budi Utomo, Doktrin Khairu Ummah Sebagai Landasan Filosofis Pembentukan Masyrakat Islam (Pengantar Terjemahan Kitab Anatomi Masyrakat Muslim Karya al-Qardhawi), ( Jakarta : Pustaka al-Kautsar), cet.1,th.1993.
[3] Ibid.
[4] Wahbah az-Zuhaili, Al-Tafsir Al-Munir Fi Al-Aqidah wa Al-Manhaj wa Al-Syari'ah, ( Bairut : Dar Al-Fikr), cet.1, th.1991, vol.25-26, hal.211.
[5] Said Hawwa, Al-Asas Fi Al-Tafsir, ( Kairo : Dar al-Salam), vol.7, cet.2, th.1989, hal.5396-5397.
[6] Ibid.
[7] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, ( Saudi Arabia : Bait al-Afkar al-Dauliah), cet.1, th.1998, hal.952.
[8] Ibid.
[9] Nashir bin Sulaiman Umar, Surah al-Hujurat : Dirasah Tahliliyah wa Maudhuiyyah, ( KSA : Dar al-Wathan), Cet.2, hal.105-113.
KAIDAH-KAIDAH TAFSIR SEBAGAI UNSUR ILMU TAFSIR
Published :
December 28, 2011
Muhammad Ash Abd Rasyid, Lc., MA.
Idrus Abidin.
1. PENDAHULUAN
Ilmu tafsir adalah salah satu ilmu yang paling tinggi dan sebaik-baik ilmu. Ilmu yang paling diwajibkan dan paling dicintai oleh Allah SWT, sebab Dia telah memerintahkan kepada umat manusia supaya merenungkan Kitab Suci-Nya, memahami makna-maknanya dan menjadikan ayat-ayat-Nya sebagai petunjuk. Dan hal tersebut hanya dimungkinkan jika seseorang mempelajari dan memahami Ilmu Tafsir.
Dengan keutamaan tersebut, semua disiplin ilmu yang terkait dan menunjang dalam memahami ilmu tafsir juga memiliki peranan yang sangat urgen. Salah satu di antara ilmu penunjang tersebut adalah Kaidah-kaidah Tafsir. Ilmu ini mencakup masalah-masalah yang terkait dengan beberapa kaidah-kaidah yang digunakan Al-Qur’an.
Dalam makalah ini, pemakalah mencoba mengangkat beberapa pembahasan yang terkait dengan kaidah-kaidah tafsir, mulai dari pengertiannya sampai pada contoh aplikatif dari kaidah yang dipergunakan di dalam Al-Qur’an.
Makalah ini tidaklah dapat membahas secara lengkap dan tuntas masalah yang terkait dengan kaidah-kaidah tafsir, tetapi setidaknya makalah ini dapat menggambarkan secara ringkas dan global kaidah-kaidah tafsir berikut permasalahannya.
FENOMENA INKAR SUNNAH
Published :
December 28, 2011
Idrus Abidin
1. PENDAHULUAN.
Sunnah Nabi, bagi umat Islam, adalah salah satu sumber dari dua sumber utama yang ada. Posisinya terhadap al-Qur'an sangat urgen. Ia menjelaskan apa yang masih mujmal (global), membatasi yang mutlak, dan mengkhususkan yang masih umum. Bahkan memperluas pembahasan hal-hal yang masih ringkas.[1]
Banyak ayat menjelaskan urgensitas ini. Allah swt memerintahkan Rasul-Nya agar menjelaskan bahwa mematuhi-Nya berarti mutlak harus mengikutinya (QS.4:59). Keimanan seorang muslim tidaklah diangap sah jika tidak menjadikan Rasulullah saw sebagai pemutus atas berbagai masalah yang dihadapi, lalu kemudian menerima keputusan itu tanpa rasa berat dan terpaksa (QS.4:65).
Lebih lanjut al-qur'an menjelaskan, siapa yang mematuhi Rasulullah saw berarti ia telah mentaati Allah swt (QS.4:80). Bahkan Allah swt menegaskan bahwa apapun yang diperintahkan oleh Rasul-Nya, hendaknya dipegang erat-erat dan apa pun yang dilarang olehya sebaiknya ditinggalkan (QS.59:7). Peran Rasul yang demikian itu lalu dirangkum oleh Allah swt dengan menjelaskan bahwa Rasulullah merupakan panutan bagi orang-orang yang meyakini adanya hari akhirat (QS.33:21). Bahkan terdapat peringatan akan terjadinya azab atau pun fitnah terhadap orang-orang yang menyalahi ajaran Rasul-Nya (QS.24:63).
Betapapun posisi sunnah yang demikian urgen, berdasarkan penuturan al-Qur'an, tetap saja ada orang dan komunitas tertentu yang hanya mencukupkan diri dengan al-Qur'an. Mereka itu sering dikenal dengan istilah Inkar Sunnah. Fenomena Inkar Sunnah ini sebenarnya telah diingatkan oleh Rasulullah saw. Beliau mengindikasikan bahwa orang-orang yang malas, yang tidak mempunyai cita-cita dalam menunut ilmu, tidak berusaha menggapai ilmu serta tidak mengarahkan kesungguhannya dalam menempuh kesulitan dalam menuntut ilmu akan mendapatkan kedudukan seperti kedudukan orang yang inkar sunnah, yaitu orang yang tidak menerima sunnah dan tidak berpegang pada kaidah-kaidah kritikan yang benar dan alur logika yang jelas.[2]
Hal itu diingatkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya, sebagaimana dituturkan oleh Abi Rafi' radiyallahu anhu :
"لا ألفين أحدكم متكئا على أريكته يأتيه الأمر من أمري مما أمرت به أو نهيت عنه فيقول : لا أدري، ما وجدناه في كتاب الله اتبعناه"
Artinya : "Jangan sekali-kali aku menjumpai salah seorang di antara kalian duduk bersandar di atas kursi panjangnya, lalu datang kepadanya suatu perintah dari perintahku, yakni dari yang aku diperintahkan dan aku dilarang, dan dia mengatakan, "Saya tidak tahu mengenai hal itu, tetapi apa yang kami temukan dalam kitab Allah swt maka itulah yang kami ikuti."[3]
Inkar Sunnah adalah golongan yang tidak mengakui Sunnah atau Hadits Nabi sebagai dasar hukum kedua setelah al-Qur'an.[4] Makalah sederhana ini berusaha menelusuri keberadaan faham Inkar Sunnah pada zaman klasik dan zaman mederen serta ajaran-ajaran yang dikembangkannya.
2. RAGAM KELOMPOK INKAR SUNNAH
Secara umum, Inkar Sunnah terbagi menjadi tiga kelompok dengan tiga sikap yang berbeda :
A. Kelompok yang menolak hadits-hadits Rasulullah saw sebagai hujjah secara keseluruhan. Argumentasi kelompok pertama ini dalam menolak hadits sebagai sumber ajaran Islam adalah :
· Al-Qur'an diturunkan oleh Allah swt dalam bahasa arab. Dengan penguasaan bahas arab yang baik maka al-Qur'an dapat dipahami dengan baik tanpa memerlukan bantuan penjelasan dari hadits-hadits.
· Al-Qur'an, sebagaimana disebutkan oleh Allah swt, adalah penjelas segala sesuatu (QS.16:89). Hal ini menunjukkan bahwa penjelasan al-Qur'an telah mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh umat manusia. Dengan demikian maka tidak perlu lagi penjelasan lain selain al-Qur'an.
· Hadits-hadits Rasulullah saw sampai kepada kita melalui proses periwayatan yang tidak dijamin besih dari kekeliruan, kesalahan, dan bahkan kedustaan terhadap Rasulullah saw. Oleh karena itu, kebenarannya tidak meyakinkan (zannii). Karena status ke-zanni-an ini, maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai penjelas bagi al-Qur'an yang diyakini kebenarannya (qat'i).[5]
Hujjah kelompok ini telah dijawab oleh Imam Syafi'I pada kitab jima' al-ilm dalam kitab al-Umm. Jawaban tersebut berupa dialog antara beliau dengan kelompok yang dianggap olehnya sebagai kelompok orang-orang yang mengingkari hujjah Sunnah secara keseluruhan. Jawaban Imam Syafi'I tersebut disimpulkan oleh DR.Mustafa As-Siba'I dalam kitab As-Sunnah wa Makanatuha Fii al-Tasyri' al-Islami, setelah mengutip percakapan beliu dengan kelompok tersebut. Kesimpulan itu berupa :
o Allah swt mengharuskan kita mengikuti Rasul-Nya. Hal ini bersifat umum dan mencakup orang-orang yang sezaman dengan beliau serta orang-orang yang datang kemudian. Tidak ada jalan bagi orang-orang yang tidak sezaman dengan Rasulullah saw untuk mengikutinya kecuali melalui perantaraan Sunnah. Dengan demikian, Allah swt telah memerintahkan kita untuk mengikuti Sunnah dan menerimanya. Karena apa pun yang menyebabkan kewajiban tidak bisa berjalan kecuali dengan keterlibatannya maka ia pun menjadi wajib adanya.
o Menerima Sunnah merupakan suatu keharusan demi untuk mengetahui hukum-hukum yang terdapat di dalam al-qur'an itu sendiri. Karena nasikh dan mansukh yang terdapat padanya tidaklah bisa dilacak keberadaannya kecuali dengan kembali merujuk Sunnah.
o Ada sejumlah hukum yang menjadi kesepakatan semua orang, termasuk pula kalangan Inkar Sunnah. Dan tidak jalan untuk mengetahui hukum-hukum tersebut melainkan melalui jalur Sunnah.
o Syari'ah terkadang mengkhususkan hal yang qat'i dengan sesuatu yang zanni, seperti halnya saksi terhadap peristiwa pembunuhan dan masalah harta. Padahal kehormatan harta dan darah merupakan sesuatu yang pasti dengan perantaraan keduanya. Padahal pada kedua masalah tersebut persaksian dua orang bisa diterima, padahal itu, dengan tanpa keraguan, merupakan sesuatu yang zanni.
o Walaupun sunnah memiliki kemungkinan salah, ngawur dan berisi kebohongan, namun kemungkinan demikian bisa dihindari dengan cara melakukan ricek terhadap keadilan seorang perawi. Selain itu, riwayatnya bisa dibandingkan dengan riwayat muhadits yang sekelas dengannya.[6]
B. Kelompok yang menolak hadits-hadits Rasulullah saw yang kandungannya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an, baik secara implisit maupun eksplisit. Ini berarti hadits-hadits tidak punya otoritas untuk menentukan hukum baru diluar yang disinggung al-Qur'an. Argumentasi yang dikemukakan oleh kelompok ini sama dengan yang diajukan oleh kelompok pertama, yakni bahwa al-Qur'an telah menjelasakan segala sesuatu yang berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam.
C. Kelompok yang hanya menerima hadits-hadits mutawatir sebagai hujjah dan menolak kehujjahan hadits-hadits ahad, sekalipun ada di antara hadits-hadits ahad itu yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih. Alasan utama yang mereka kemukakan adalah karena hadis-hadis ahad itu bernilai zanni (proses penukilannya tidak meyakinkan). Dengan demikian kebenarannya yang datang dari Rasulullah saw tidak dapat diyakini sebagaimana hadits mutawatir. Sedangkaan menurut mereka, urusan agama haruslah di dasarkan pada dalil qat'I yang disepakati kebenarannya.[7]
3. INKAR SUNNAH PADA ZAMAN KLASIK.
Kelompok ini disinyalir oleh Imam Syafi'I lahir pada penghujung abad kedua hijriah atau awal abad ketiga hijriah. Hanya saja Imam Syafi'i tidak memberikan penegasan tentang siapa mereka. Beliau hanya berusaha mematahkan argumentasi yang mereka bangun dalam rangka menolak Sunnah sebagai hujjah.[8]
Oleh karenanya, Inkar Sunnah pada zaman Imam Syafi'i ini sukar untuk diidentifikasi. Menurut Khudari Bek, Inkar Sunnah pada zaman beliau adalah berasal dari kalangan teolog Mu'tasilah. Pendapat ini berdasarkan pada indikasai yang diberikan oleh Imam Syafi'i sendiri. Yaitu bahwa mereka berasal dari Basrah. Berdasarkan pada fakta sejarah, Basrah ketika itu merupakan pusat kegiatan ilmiah yang terkait dengan ilmu kalam (teologi). Dari kota inilah berkembang faham dari tokoh-tokoh Mu'tazilah. Sejarah pula mengenalkan kepada kita bahwa tokoh-tokoh mereka banyak yang mengkritisi ahli hadits.[9]
Walaupun pendapat ulama tentang pandangan Mutazilah berbeda-beda,[10] namun konklusi yang ditarik oleh al-Khurzoni dari tulisan-tulisan Imam Syafi'i adalah bahwa seluruh pengikut kelompok Mu'tazilah telah menolak hadits, karena mereka menitik beratkan kemampuan akal dalam membahas masalah-masalah keagamaan.[11]
Sedang menurut Abu Zahrah, kelompok Inkar Sunnah pada zaman Imam Syafi'i tersebut adalah orang-orang zindik, yang lahiriahnya mengaku Islam tetapi batinnya ingin menghancurkan Islam, mereka bukan bersal dari kalangan Mutazilah. Alasan Abu Zahrah adalah bahwa Mutazilah sendiri tetap mengakui dan menerima hadits-hadits Rasulullah saw sebagai sumber ajaran Islam. Asumsi Abu Zahrah adalah bahwa sebagian dari kelompok Inkar Sunnah tersebut berasal dari kalangan khawarij.[12]
Apa yang disinyalir oleh Abu Zahrah tampaknya berdasarkan pada realitas bahwa khawarij banyak menolak hadits-hadits yang muncul setelah terjadinya fitnah, atau keikutsertaan perawi-perawinya dalam fitnah perselisihan antara Ali dan Muawiyah. Mereka beranggapan bahwa orang-orang yang terlibat dalam perang itu telah kehilangan keadilannya, bahkan sebagian dikafirkan dan sebagian lagi dianggap fasik.[13]
4. INKAR SUNNAH PADA ZAMAN MODEREN.
§ DI MESIR, PAKISTAN, DAN MALAYSIA.
Tokoh-tokoh Inkar Sunnah pada zaman moderen yang terkenal adalah Taufiq Sidqi, Gulam Ahmad Parvez, Rasyad Khalifah, dan kassim Ahmad. Taufiq Sidqi berasalal dari Mesir. Ia meningal dunia pada tahun 1920. Ia berpendapat bahwa sumber ajara Islam hanyalah satu, yaitu al-Qur'an. Gulam Ahmad Parvez adalah orang yang berasal dari India dan lahir di sana pada tahun 1920. Ia merupakan pengagum dan pengikut setia ajaran Taifiq Sidqi. Pendapatnya yang terkenal adalah bahwa tata cara shalat hanya tegantung kepada para pemimpin umat. Merekalah yang berhak menentukannya dengan cara musyawarah dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat setempat.[14]
Sedang Rasyad Khalifah adalah seorang yang berasal dari Mesir dan menetap di Amerika Serikat. Ia berpendapat bahwa hadits-hadits hanyalah perilaku Iblis yang dibisikkan kepada Nabi Muhammad saw. Adapun Kassim Ahmad, dia berasal dari Malaysia dan dengan tegas mengatakan bahwa ia merupakan pengagum utama Rasyad Khalifah. Dalam bukunya Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semula terdapat berbagai hujatan terhadap hadits-hadits Nabi. Dengan buku tersebut, ia berusaha mengajak Ummat Islam unutk meninggalkan hadits-hadits dan mencukupkan diri dengan al-Qur'an. Bahkan ia menuduh bahwa hadislan menjadisebab utama kemunduran Islam.[15]
§ DI INDONESIA.
Keberadaan Faham Inkar Sunnah di Indonesia berawal dari tahun 1980-an. Pengajian yang mereka mereka sebut Kelompok Qur'ani (kelompok pengikut al-Qur'an). Pengajian Inkar Sunnah ketika itu sangat ramai, bahkan memenguasai beberapa masjid. Di antara mesjid yang pernah dijadikan pusat pengajian adalah masjid Asy-Syifaa' yang terletak di Rumah Sakit Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta. Rumah Sakit tersebut menyatu dengan Universitas Indonesia serta tempat praktek Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pengajian yang mereka adakan di pimpin oleh H. Abdurrahman pedurenan Kuningan Jakarta. Pengajian ini biasanya dimulai setelah shalat magrib. Tetapi, lambat laun, pengajian ini tidak lagi mau menggunakan azan dan iqamat ketika shalat berjamaah hendak mereka laksanakan. Karena, menurut mereka, tata cara tersebut tidak ditemukan dalam al-Qur'an. Di samping itu, mereka juga menyeragamkan shalat dengan hanya dua rakaat.[16]
Selain itu, pengajian mereka ditemukan pula di proyek Pasar Rumput Jakarta Selatan. Tepatnya di Masjid al-Burhan yang dipimpin oleh ustasdz H.Sanwani, guru masyarakat setempat. Tetapi tidak lama kemudian, pengajian tersebut juga tidak mau menggunakan azan dan iqamat saat shalat hendak mereka laksanakan. Bahkan jumlah rakaat shalatnya pun sama dengan yang diajarkan oleh H.Abdurrahman di kompleks Rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Selain itu, mereka tidak mau berpuasa pada bulan ramadhan kecuali mereka-mereka yang melihat hilal secara langsung. Hal ini berdasarkan pada asumsi mereka terhadap al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 185.[17]
Setelah diteliti lebih lanjut oleh H.M. Amin Jamaluddin selaku pengurus LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) ternyata ditemukan bahwa sponsor utama pengajian tersebut adalah Lukman Sa'ad. Orang tersebut berasal dari Padang Panjang, Sumatra Barat. Dia adalah lulusan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan gelar Sarjana Muda (BA). Pekerjaan sehari-harinya adalah direktur perusahaan penerbitan PT Ghalia Indonesia yang berlamat di Jl Pramuka Jakarta Timur.[18]
Lukman sa'ad berhubungan erat dengan Ir.Irham Sutarto, ketua serikat buruh Perusahaan Unilever Indonesia di Cibubur, Jawa Barat. Irham Sutarto adalah tokoh Inkar Sunnah dan telah menulis beberapa buku tentan ajaran-ajaran inkar Sunnah dengan tulisan tangan. Peran Irham Sutarto sangat besar terhadap penyebaran faham ini. Perlu diketahui bahwa PT Unilever Indonesia, tempat Irham bekerja, merupakan salah satu perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia. Semenatara itu, diketahui bahwa Lukman Saad, selaku direktur perusahaan penerbitan, mendapatkan alat percetakan moderen setelah kepergiannya ke Negeri Belanda yang di kemudian hari digunakan untuk mencetak buku-buku Inkar Sunnah secara besar-besaran.[19]
Berdasarkan penelitian lanjutan yang dilakukan H.M. Amin Jamaluddin ditemukan bahwa pelaku utama dari adanya Inkar Sunnah adalah Marinus Taka, keturunan Indo-Jerman yang bertempat tinggal di Jalan Sambas 4 No.54 Depok Lama, Jawa Barat.[20]
§ PELARANGAN TERHADAP INKAR SUNNAH DI INDONESIA.
Setelah berbagai ormas Islam dan masyarakat memperotes keberadaan Inkar Sunnah, maka pada tanggal 7 September 1985, aliran ini resmi dilarang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia, termasuk buku-buku dan dan kaset rekaman yang mereka hasilkan. Larangan ini berdasarkan pada S.K. Jaksa Agung RI No.Kep-085/J.A/9/1985.[21]
Buku-buku karangan Nazwar Syamsu dan Dailami Lubis yang semuanya mnyebarkan faham Inkar Sunnah dinyatakan terlarang peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Di antara buku-buku yang dilarang tersebut adalah :
· Terjemah Tafsir al-Qur'an jilid 1 dan 2.
· Tauhid dan Logika al-Qur'an Tentang Manusia dan Masyarakat.
· Tauhid dan Logika al-Qur'an Tentang Manusia dan Ekonomi.
· Tauhid dan Logika al-Qur'an al-Insan.
· Tauhid dan Logika al-Qur'an Tentang Makkah dan Ibadah Haji.
· Tauhid dan Logika al-Qur'an Tentang Shalat, Puasa dan Waktu.
· Tauhid dan Logika al-Qur'an Tentang Dasar Tanya Jawab Ilmiah.
· Tauhid dan Logika Pelengkap al-Qur'an. Dasar Tanya Jawab Ilmiah.
· Tauhid dan Logika al-Qur'an dan Sejarah Manusia.
· Tauhid dan Logika Perbandingan Agama (Al-Qur'an dan Bible).
· Kamus al-Qur'an (Diktionari).
· Koreksi Terjemah al-Qur'an Bacaan Mulia H.B. Yassin, karangan Nawar Syamsu.
· Alam Barzah (Alam Kubur). Karangan Dailami Lubis. Terbitan PT. Ghalia Indonesia dan Pustaka Sa'diyah 1916 Padang Panjang.[22]
Selain S.K. pelarangan Jaksa Agung Republik Indonesia di atas, juga Jaksa Agung mengeluarkan mengeluarkan SK tentang larangan peredaran kaset recorder keluaran PT. Ghalia Indonesia. SK tersebut dengan No.Kep-059/J.A/31984. Kemudian menyusul SK No.: Kep-085/J.A/9/1985 yang memuat tentang larangan peredaran kaset-kaset dan buku-buku karangan Nazwar Syamsu dan Dalimi Lubis. Bahkan sebelum keluarnya SK Jaksa Agung pada tahun 1984, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang kesesatan ajaran Inkar Sunnah dalam sidang Komisi Fatwa pada tanggal 16 Ramadhan 1403 H bertepatan dengan tanggal 27 Juni 1983.
§ POKOK-POKOK AJARAN INKAR SUNNAH DI INDONESIA.
Berdasarkan pengamatan terhadap ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh Inkar Sunnah Indonesia ditemukan bahwa secara umum mereka mengusung beberapa ajaran pokok, baik yang bersipat akidah maupun yang terkait dengan masalah fiqih. Ajaran-ajaran pokok itu adalah :
§ Dasar hukum dalam Islam hanyalah Al-Qur'an saja. Al-Qur'an adalah omongan Allah dan omongan Rasul. Mentaati al-Qur'an berarti mentaati omongan Allah dan omongan Rasul.
§ Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah saw. Menurut mereka, hadits adalah bikinan yahudi untuk menghancarkan Islam dari dalam. Bahkan hadits, bagi mereka, adalah dongeng-dongeng tentang Nabi yang didapat dari mulut ke mulut. Timbulnya berawal dari gagasan orang-orang yang hidup antara tahun 180 H. sampai dengan tahun 200 H setelah wafatnya Rasulullah. Semua keterangan yang berasal dari luar al-Qur'an adalah hawa. Jadi, hadits nabi pun termasuk hawa. Karena itu, tidakbisa diterima sebagai hujjah.[23]
§ Rasul akan tetap diutus hingga hari kiamat.
§ Syahadat mereka adalah اشهدوا بأنا مسلمون
§ Nabi Muhammad tidak berhak untuk menjelaskan tentang ajaran Islam (kandungan isi al-Qur'an). Tugas Rasul hanyalah menyampaikan dan mengajarkan al-Qur'an kepada manusia. Bukan menerangkan sesuatu yang akan menimbulkan pengertian hukum baru seperti yang dikenal dengan sebutan as-Sunnah atau al-Hadits. Mereka beralasan dengan firman Allah swt ليس لك من الأمر شيئ (QS.3:128).[24]
§ Shalat mereka bermacam-macam. Ada yang sahalatnya dua rakaat saja dan bahkan ada pula yang hanya sekedar mengingat Allah saja. Bagi mereka, shalat cukup dengan dzikir. Membaca al-fatihah, ruku' dan sujud tidak mesti dilakukan, karena Allah swt hanya mengatakan اقم الصلاة لذكري
§ Puasa hanyalah diwajibkan bagi orang yang melihat hilal secara langsung. Jika hanya satu orang saja yang melihat bulan maka hanya dia yang wajib berpuasa. Alasqan mereka adalah firman Allah swt فمن شهد منكم الشهر فليصمه
§ Haji boleh dilakukan selama empat bulan haram, yaitu Muharram, Rajab, Dzul Qaidah dan Dzul Hijjah.
§ Pakain ihram adalah pakaian orang arab dan merepotkan ketika dipakai. Oleh karena itu, ketika melaksanakan ihran boleh saja menggunakan celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
§ Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ditemukan perintahnya dalam al-Qur'an.[25]
§ Orang yang telah meninggal tidak medapatkan apapun dari orang-orang hidup, baik berupa do'a, istigfar dan hadiah pahala.[26]
5. KESIMPULAN.
Beberapa kesimpulan yang bisa disarikan dari uraian di atas adalah :
§ Inkar Sunnah adalah kelompok yang tidak menerima Sunnah sebagai sumber ajaran Islam.
§ Kemunculan Inkar Sunnah terbagi ke dalam dua periode, yaitu periode klasik maupun periode moderen.
§ Faham Inkar Sunnah medern tersebar di Mesir, Pakistan, Malaysia, Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya. Wallahu A'lam
DAFTAR BACAAN
ü Difa' an as-Sunnah wa Raddu Syubah al-Musytaysriqiin wa al-Kuttab al-Mu'ashsiriin, Muhammad Abu Syahbah, (Bairut : Dar al-Jiil), cet.1, th,1991.
ü As-Sunnah wa Makanatuha Fii Al-Tasyri' al-Islami, DR.Mustafa as-Siba'I, (Bairut : Al-Maktab al-Islami), cet.4, th.1985.
ü Mengenal Aliran-Aliran Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya, Drs. Muhammad Sufyan Raji Abdullah, Lc. (Jakarta : Pustaka Al-Riyadl), cet.1, th.2003.
ü Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), cet.2, th.1994.
ü Sunnah Dalam Tantangan Pengingkarnya, Muhammad Thahir Hakim, (Jakarta : Penerbit Bumiresta), cet.1, th1994.
ü Aliran dan Faham Sesat di Indoesia, Hartono Ahmad Jaiz, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar), cet.1, th.2002.
ü Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, Amin Jamaluddin, (Jakarta : LPPI), cet.1, th.2002.
ü Gerakan Inkar As-Sunnah dan Jawabannya, Ahmad Husnan, (Jakarta : Media Da'wah), cet.3, th.1995.
ü Berkenalan Dengan Inkar Sunnah, DR. Shalih Ahmad Ridha, (Jakarta : Gema Insani Press), cet.3, th. 1992.
[1] Difa' an as-Sunnah wa Raddu Syubah al-Musytaysriqiin wa al-Kuttab al-Mu'ashsiriin, Muhammad Abu Syahbah, (Bairut : Dar al-Jiil), cet.1, th,1991, hal.11.
[2] Berkenalan Dengan Inkar Sunnah, DR. Shalih Ahmad Ridha, (Jakarta : Gema Insani Press), cet.3, th. 1992, hal.43.
[3] HR.Imam Syafi'I dalam kitab Ar-Risalah, No.295. sanadnya shahih.
[4] Mengenal Aliran-Aliran Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya, Drs. Muhammad Sufyan Raji Abdullah, Lc. (Jakarta : Pustaka Al-Riyadl), cet.1, th.2003, hal. 155.
[5] Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), cet.2, th.1994, hal.225.
[6] As-Sunnah wa Makanatuha Fii Al-Tasyri' al-Islami, DR.Mustafa as-Siba'I, (Bairut : Al-Maktab al-Islami), cet.4, th.1985 hal.152.
[8] ibid , hal.225.
[9] Ibid, hal.226.
[10] Dikalangan para ulama masih terdapat keraguan tentangan pandangan Mu'tazilah terhadap Sunnah. Keraguan itu seputar dugaan apakah Mu'tazilah mengingkari kehujjaan seluruh Sunnah ataukah mereka mengakui kehujjahan hadits mutawatir saja ?
[11] Sunnah Dalam Tantangan Pengingkarnya, Muhammad Thahir Hakim, (Jakarta : Penerbit Bumiresta), cet.1, th1994, hal.48.
[12] Ensiklopedi Islam, hal.226.
[13] Sunnah Dalam Tantangan Pengingkarnya, hal.37-38.
[14] Ensiklopedi Islam, hal.226.
[15] Ibid, hal.226.
[16] Aliran dan Faham Sesat di Indoesia, Hartono Ahmad Jaiz, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar), cet.1, th.2002, hal.25.
[17] Ibid, hal.26.
[18] Capita Selekta Aliran-Aliran Sempalan di Indonesia, Amin Jamaluddin, (Jakarta : LPPI), cet.1, hal.2, th.2002.
[19] Ibid, hal.3.
[20] Ibid,hal.3.
[21] Mengenal Aliran-Aliran Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya hal.160.
[22] Ibid, hal.160-161.
[23] Gerakan Inkar As-Sunnah dan Jawabannya, Ahmad Husnan, (Jakarta : Media Da'wah), cet.3, th.1995, hal.10.
[24] Ibid, hal.9.
[25] Aliran dan Faham Sesat di Indoesia, hal.28.
[26] Mengenal Aliran-Aliran Islam dan Ciri-Ciri Ajarannya, hal.162.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Categories
no-style
Contact Form
Blog Archive
-
▼
2011
(17)
-
▼
December
(17)
- AGAR CINTA TAK LAYU (Bag.3)
- TIPIKAL MASYRAKAT SHALEH DALAM AL-QUR'AN
- KAIDAH-KAIDAH TAFSIR SEBAGAI UNSUR ILMU TAFSIR
- FENOMENA INKAR SUNNAH
- AGAR CINTA TAK LAYU (Bag.2)
- AGAR CINTA TIDAK LAYU (Bag.1)
- RIYA' DAN STATUS KEHARAMANNYA (BAG.3)
- SIKAP AHLU SUNNAH TERHADAP LOGIKA (FILSAFAT) ARIS...
- RIYA' DAN STATUS KEHARAMANNYA (BAG.2)
- LARANGAN SALING MEMBENCI DAN MEMUTUS SILATURAHMI
- RIYA DAN STATUS KEHARAMANNYA.
- TIPIKAL MANUSIA MENGHADAPI COBAAN ( الصبر عند الم...
- TAZKIYATUNNAFS (Upaya Membersihkan Jiwa)
- PENGGUNAAN KATA KERJA DALAM AL-QUR’AN (AL-KHITHA...
- MENANGIS KARENA TAKUT DAN RINDU KEPADA ALLAH
- KETELITIAN DAN KOMPETENSI (AL-DHABTU WAL-ITQAN ) P...
- FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
-
▼
December
(17)
Entri Populer
Total Pageviews
Translate
Categories
- akidah. (54)
- al-Qur'an (3)
- Bahagia Islami (3)
- Catatan Perjalanan. (2)
- Ceramah Keislaman (2)
- Efistemologi Islam (2)
- Fikih Islam (3)
- Ilmu Hadits. (2)
- Ilmu Kalam (3)
- Keimanan dan Ketakwaan (3)
- Keluarga (4)
- Keluarga Islami (5)
- Metodologi Studi Islam (14)
- Muhasabah (7)
- Pemikiran Islam (2)
- Pendidikan (5)
- Pendidikan Islam (8)
- Peradaban Islam. (4)
- Prinsip Akidah Ahlu Sunnah (6)
- Ramadhan (3)
- Relasi Sunni dengan Syi'ah (6)
- Renungan. (9)
- Sirah (3)
- Syarah Hadits Arba'in (4)
- Syarah Riyadhusshalihin (24)
- Syarah Sunan Abi Daud (4)
- Tafsir. (8)
- Takhrij Hadits (2)
- Tasawuf (2)
- Tazkiyah (9)
- Ushul Fikih (1)